Selasa, 29 November 2011

Konsumsi Kopi Menurunkan Risiko Kanker Endometrium


Konsumsi sedikitnya 4 cangkir perhari sering dihubungkan dengan penurunan risiko kanker endometriim, hal ini menurut data dari the Nurses' Health Study, yang dilakukan oleh Dr.Youjin Je dan kolega dari the lab. of Edward Giovannucci, MD, ScD, - the Department of Nutrition and Epidemiology, the Harvard School of Public Health in Boston, Massachusetts, dan hal ini dipublikasikan secara online pada 22 November 2011 dalam Cancer Epidemiology, Biomarkers & Prevention.
Analisis ini melibatkan sebanyak 67.470 wanita dengan rentang usia 34 - 59 tahun, dan diikuti selama 26 tahun. Peneliti mendokumentasikan sebanyak 26 kasus kanker endometriosis. Konsumsi kopi kurang dari 4 cangkir hari tidak berhubungan dengan perubahan risiko kanker endometrium dibandingkan dengan minum 1 cangkir atau kurang per hari. Para peneliti memperhitungkan berbagai faktor dalam analisis multivariabel mereka, termasuk BMI, usia saat menopause, usia saat menarche, paritas dan usia saat kelahiran terakhir, penggunaan kontrasepsi oral, penggunaan hormon pascamenopause, dan konsumsi rokok dan alkohol.
Namun, minum 4 cangkir atau lebih kopi per hari dikaitkan dengan penurunan risiko relatif sebesar 25% dibandingkan dengan mengkonsumsi kurang dari 1 cangkir dengan rasio tingkat multivariabel harian, 0,75; 95% [CI], 0,57-0,97; P trend =. 02). Minum antara 2 dan 3 cangkir kopi per hari dikaitkan dengan risiko berkurang 7%, tetapi perbedaannya tidak bermakna secara statistik (tingkat rasio, 0,93; 95% CI, 0,76-1,14; P trend = 0,02).

Dalam hal pengurangan risiko absolut, perempuan yang minum kopi 4 cangkir atau lebih mengurangi risiko kanker endometrium dari 56 kasus per 100.000 perempuan menjadi 35 kasus per 100.000 perempuan. Para peneliti melihat hubungan yang sama ketika mereka membatasi analisis mereka untuk konsumsi kopi berkafein. Dalam hal ini, ada 30% pengurangan risiko relatif pada risiko kanker endometrium yang terkait dengan konsumsi dari 4 atau lebih cangkir dibandingkan dengan kurang dari 1 cangkir sehari.
Dari studi tersebut menujukkan bahwa kafein menunjukkan efek protektif terhadap kejadian kanker endometrium, dan kopi ternyata dari hasil studi laboratorium juga mempunyai manfaaat sebagai antioksidan.

Statin Aman dan Efektif pada Penggunaan Jangka Panjang

Dari studi yang sudah ada, penurunan kolesterol LDL dengan menggunakan statin akan menurunkan morbiditas dan mortalitas akibat gangguan vaskuler. Dan dari studi yang terbaru menunjukkan bahwa statin efektif dan aman pada penggunaan jangka panjang ternyata. Hal ini terungkan dari hasil studi yang dilakukan oleh Heart Protection Study Collaborative Group dan telah dipublikasikan secara online pata 23 November 2011 dalam jurnal The Lancet. Dalam studi ini lama penggunaan statin rata-rata sampai 11 tahun.

Dalam studi yang melibatkan sebanyak 20.536 pasien tersebut, bertujuan untuk melihat efektivitas dan keamanan penuurnan kolesterol LDL dengan menggunakan statin yang merupakan kelanjutan dari Heart Protection Study (HPS). Subyek yang dengan faktor risiko tinggi akibat gangguan vaskuler atapun non-vaskuler secara alokasi diberikan simvastatin 40 mg per hari ataupun plasebo. Sedangkan rata-rata monitoring adalah selama  5,3 tahun (SD 1,2) dan monitoring pasca studi rata-rata total 11 tahun (SD 0,6). Target utama studi ini adalah kejadian vaskuler mayor pasca randomisasi, dan dianalisis dengan ITT.
Selama kurunwaktu studi, pemberian simvastatin rata-rata menurunkan kolesterol LDL dalam 5 tahun pertama sebesar 1,0 mmol/L dan menurunkan kejadian gangguan vaskuler mayor secara proporsional sebesar 23% (95% CI 19-28; p<0,0001). Keuntungan tersebut menetap dan tidak berubah selama periode monitoring selama 11 tahun, tidak terjadi perbaikan dalam kejadian vaskuler mayor maupun mortalitasnya. tetapi juga tidak ada efek yang merugikan misalnya kejadian kanker pada pemberian statin yang memberikan efek sebanding dengan plasebo ataupun kejadian non-vaskuler lainya.
Dari studi tersebut peneliti  menyimpulkan bahwa, untuk penggunaan jangka panjang, statin menghasilkan penurunan absolut lebih besar dalam kejadian vaskular. Selain itu, bahkan setelah pengobatan studi berhenti di HPS, manfaat berlangsung selama setidaknya 5 tahun tanpa ada bukti bahaya muncul. Temuan ini memberikan dukungan lebih lanjut untuk inisiasi penggunaan jangka panjang dan berkelanjutan penggunaan statin.
 
KF

Jus Cranberry Bermanfaat untuk Mencegah Kekambuhan Infeksi Saluran Kemih pada Anak

Jus cranberry ternyata tidak hanya bermanfaat untuk mencegah kekambuhan infeksi saluran kemih pada wanita dewasa, namun studi terbaru menunjukkan bahwa jus cranberry juga mampu mencegah kekambuhan infeksi saluran kemih pada anak-anak. Hal ini merupakan hasil studi yang dilakukan oleh Salo J, dan kolega yang dipublikasikan dalam jurnal Clinical Infectious Disease bulan November 2011.
Studi dengan disain acak tersamar ganda, kontrol vs palsebo ini dilakukan pada 7 rumah sakit di Finlandia. Dengan total responder 263 anak-anak yang mendapatkan terapi infeksi saluran kemih ini secara acak mendapatkan jus cranberry ataupun plasebo selama 6 bulan. Delapan anak-anak dihilangkan karena pelanggaran protokol, dan tinggal 255 anak-anak untuk analisis akhir. Anak-anak dipantau selama 1 tahun, dan ISK berulang mereka dicatat. 
Dua puluh anak-anak (16%) pada kelompok cranberry dan 28 (22%) pada kelompok plasebo memiliki setidaknya 1 ISK berulang (perbedaan, -6%, 95% confidence interval [CI], -16 sampai 4%, p=0,021). Tidak ada perbedaan waktu antara kambuh pertama (p=0,32). Episode ISK masing-masing sebesar 27 dan 47 pada kelompok cranberry dan plasebo, dan kejadian ISK  dengan kepadatan per orang - per tahun adalah sebesar 0,16 episode lebih rendah pada kelompok cranberry (95% CI, -0,31 -0,01 untuk; p=0,035). Anak-anak dalam kelompok cranberry memiliki hari secara signifikan lebih sedikit pada pemaparan terhadap antimikroba (-6 hari per pasien - per tahun; 95% CI, -7 ke -5; P <.001).
Kesimpulan dari studi ini menunjukkan bahwa, intervensi dengan jus cranberry ini tidak bermakna dalam menurunkan jumlah anak yan gterjadi kekambunan infeksi saluran kemih, namun hal ini efektif dalam menurunkan jumlah kekambuhan dan berhubungan dengan penggunaan antimikroba.
 
KF

Jumat, 25 November 2011

Misoprostol untuk Cedera Usus Halus

Baru-baru ini, Leung dan kolega melaporkan sebuah kasus enteropati berat yang diinduksi oleh aspirin dosis rendah, hingga merubah persepsi kita bahwa aspirin tidak dapat menyebabkan kerusakan usus halus. Sehubungan dengan hal itu, Toshio Watanabe dkk. melakukan sebuah penelitian untuk menginvestigasi insidens kerusakan usus halus oleh aspirin salut enterik dosis rendah dan menganalisis efikasi misoprostol untuk pengobatannya.
Penelitian tersebut melibatkan 11 pasien (8 laki-laki dan 3 wanita, rerata usia 65 tahun, kisaran usia 57 – 78 tahun) pengguna aspirin salut enterik dosis rendah selama lebih dari 3 bulan untuk pencegahan primer dan sekunder penyakit kardiovaskuler dan diketahui memiliki ulkus lambung berdasarkan endoskopi. Para pasien melanjutkan terapi aspirin dan mengonsumsi penghambat pompa proton selama 8 minggu. Sesudahnya, para pasien diberi misoprostol 200 µg 4 kali sehari selama 8 minggu. VCE (Video Capsule Endoscopy) dilakukan setelah 8 minggu penggunaan penghambat pompa proton dan diulangi setelah 8 minggu terapi dengan misoprostol. Selain itu, ketika pasien menghentikan misoprostol karena adanya efek samping diare, pasien diterapi kembali dengan penghambat pompa proton untuk 8 minggu berikutnya dan VCE kedua dilakukan.
VCE yang dilakukan setelah 8 minggu penggunaan penghambat pompa proton mengidentifikasi bercak merah pada 100% pasien dan kerusakan mukosa pada 90,9%  pasien. Pada 7 pasien yang menyelesaikan protokol penelitian, misoprostol secara bermakna menurunkan jumlah median bercak merah, dengan pemulihan sempurna dari kerusakan mukosa pada 4 pasien. Lesi usus tidak menunjukkan tanda-tanda pemulihan pada 3 pasien yang menghentikan misoprostol.
Sebagai simpulan, misoprostol cukup efektif untuk penatalaksanaan enteropati yang timbul akibat penggunaan aspirin.

KF

Pasien Gagal Ginjal Kronik, Antihipertensi Lebih Efektif Diberikan pada Malam Hari.

Hipertensi nokturnal merupakan hipertensi yang lebih umum terjadi pada pasien PGK, yang mungkin mengalami efek lebih besar terkait pengaturan waktu pemberian obat anti-hipertensi  Studi terbaru menunjukkan bahwa pada pasien dengan penyakit ginjal kronik (PGK), pemberian obat anti-hipertensi di malam hari lebih baik dibanding jika diberikan di pagi hari, dalam hal penurunan tekanan darah pada pola hipertensi dipping, dan pengurangan ekskresi protein di urin. Hal ini merupakan kesimpulan dari hasil penelitian yang dipublikasikan dalam Journal of the American Society of Nephrology November 2011 ini.
Studi ini mencakup 661 pasien PGK yang secara acak diberikan semua obat anti-hipertensi yang diresepkan di pagi hari atau paling tidak diberikan satu jenis obat di malam hari. Tekanan darah diukur 48 jam setelah pemberian obat, dan diukur paling tidak 1x/tahun dan/atau 3 bulan setelah dilakukan penyesuaian pada perawatan.
Selama periode follow up 5,4 tahun (nilai median) itu, pasien yang diberikan paling tidak 1 jenis obat anti-hipertensi memiliki risiko kardiovaskuler gabungan (kematian, infark miokard, angina pektoris, revaskularisasi, gagal jantung, penyumbatan arteri tungkai bawah, dan stroke) yang lebih rendah dibanding dengan kelompok yang meminum obat anti-hipertensi di pagi hari (adjusted hazard ratio 0,31; 95% CI, 0,21- 0,46, P < 0,001).
Penurunan risiko ini kurang lebih sama pada parameter kardiovaskuler gabungan yang hanya mencakup kematian kardiovaskuler, infark miokard, dan stroke (adjusted hazard ratio 0,28; 95% CI, 0,13 – 0,61; P < 0,001). Pasien yang diberikan obat anti-hipertensi di malam hari juga memiliki tekanan darah pada saat tidur yang lebih terkontrol dibandingkan dengan pasien yang diberikan obat anti-hipertensi di pagi hari.
Peneliti memperkirakan bahwa untuk setiap  5 mmHg tekanan darah sistolik saat tidur yang berkurang, terdapat penurunan risiko kardiovaskuler sebesar 14% pada periode follow up (P < 0,001). Menurut Dr. Hermida dan koleganya, pemberian obat anti-hipertensi di malama hari merupakan cara yang paling ekonomis dan paling sederhana dalam mencapai tujuan terapi (penurunan tekanan darah apda saat tidur) dan mempertahankan atau mewujudkan pola tekanan darah dipping 24 jam yang normal.
Mekanisme mengapa pemberian obat anti-hipertensi memberikan manfaat lebih mungkin terkait terhadap ekskresi albumin dalam urin, di mana eksresi albmin dalam urin secara signifikan berkurang di malam hari, tetapi tidak di pagi hari pada pemberian valsartan. Sebagai tambahan, pengurangan ekskresi ini tidak terkait dengan perubahan tekanan darah dalam waktu 24 jam, tetapi terkait dengan penurunan tekanan darah saat tidur.

Methylprednisolone, Terapi Tambahan untuk Rinosinusitis Kronik

Studi terbaru menunjukkan bahwa penambahan methylprednisolone oral ke dalam terapi antibiotik memberikan manfaat kepada anak-anak dengan rinosinusitis kronik. Dr. Fadil Ozturk dan kolega dari Ondokuz Mayis University, Samsun, Turki meneliti 48 anak umur 6 – 17 tahun dengan rinosinusitis kronik. Setiap pasien telah diberikan beberapa jenis antibiotik, paling tidak 2 atau lebih antibiotik spektrum luas, seperti amoxicillin-clavulanic acid, cephalosporin generasi ke-2, atau clarithromycin.
Semua pasien dalam uji klinik ini menerima amoxicillin/clavulanic acid 45/6,4 mg/kgBB/hari selama 30 hari. Sebagai tambahan, setiap pasien menerima methylprednisolone oral selama 15 hari (dengan penurunan dosis) atau plasebo. Pasien yang diberi methylprednisolone menerima dosis 1 mg/kgBB/hari selama 10 hari, 0,75 mg/kgBB/hari selama 2 hari, 0,5 mg/kgBB/hari selama 2 hari, dan 0,25 mg/kgBB/hari selama 1 hari.
Sebanyak 45 pasien menyelesaikan uji klinik ini (22 pada kelompok methylprednisolone dan 23 pada kelompok plasebo). Kedua kelompok mengalami perubahan bermakna dalam skor gejala (p <0,001) dan skor CT sinus (p <0,001), dua parameter utama dalam mengukur keberhasilan terapi. Penambahan methylprednisolone terbukti lebih efektif dibanding plasebo dalam mengurangi skor CT (p = 0,004), total gejala rinosinusitis (p = 0,001), gejala obstruksi nasal (p = 0,001), sekret postnasal (p = 0,007), dan batuk (p = 0,009).
Pada akhir studi, hanya 14% pada kelompok methylprednisolone yang masih memiliki temuan CT yang abnormal, dibandingkan dengan 48% anak pada kelompok plasebo. Temuan ini juga menunjukkan bahwa methylprednisolone dapat mengurangi kemungkinan kambuh (rekuren) pada jangka waktu menengah; tren (p = 0,137) kekambuhan lebih sedikit pada kelompok methylprednisolone (25%) dibandingkan dengan kelompok plasebo (43%).
Methylprednisolone oral dapat ditoleransi dengan baik; tidak terdapat perbedaan bermakna dalam hal efek samping pada kedua kelompok, kecuali peningkatan nafsu makan dan kenaikan berat badan. Efek ini lebih banyak terjadi pada kelompok methylprednisolone dibanding (73%) dengan kelompok plasebo (48%).
Simpulannya, methylprednisolone oral dapat menjadi terapi tambahan yang bermanfaat untuk pasien anak dan remaja dengan rinosinusitis kronik.

KF

Atorvastatin Sebanding dengan Rosuvastatin Dalam Menghambat Progresivitas Aterosklerosis

Rosuvastatin dan atorvastatin dosis tinggi secara efektif menghambat progresifitas aterosklerosis koroner secara bermakna. Kesimpulan ini merupakan hasil penelitian SATURN (Study of Coronary Atheroma by InTravascular Ultrasound: Effect of Rosuvastatin Versus AtorvastatiN) yang dilakukan oleh Dr. Stephen Nicholls dan rekan dari Cleveland Clinic, Ohio, Amerika Serikat. Hasil penelitian disampaikan pada pertemuan tahunan AHA 2011 (American Heart Association) yang berlangsung di Orlando, Amerika Serikat. Hasil penelitian ini juga telah dipublikasikan secara online dalam NEJM tanggal 15 November 2011.
Dalam pertemuan AHA tersebut, Dr. Stephen Nicholls menyatakan bahwa terapi menggunakan rosuvastatin 40 mg memang menghasilkan penurunan kadar LDL yang lebih besar dibandingkan dengan atorvastatin 40 mg, namun efek kedua terapi tersebut terhadap PAV (percent atheroma volume) koroner yang diukur menggunakana IVUS (intravascular ultrasound) tidak berbeda bermakna.
Penelitian SATURN dimulai pada tahun 2008, dan merupakan penelitian acak, tersamar ganda yang dirancang untuk mengetahui efektifitas dosis tinggi rosuvastatin dan atorvastatin dalam hal regresi aterosklerosis koroner, dengan melibatkan 1385 pasien dengan PJK (penyakit jantung koroner). Endpoin primer penelitian ini adalah perubahan PAV (percent atheroma volume) sebesar ≥40 mm pada arteri koroner dibandingkan dengan baseline. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan IVUS. Endpoin sekunder dengan pengukuran IVUS ini adalah perubahan TAV (total atheroma volume) arteri koroner dibandingkan dengan baseline. Penelitian ini berlangsung selama 2 tahun.
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa terapi menggunakan rosuvastatin dan atorvastatin menurunkan kadar LDL, dan meningkatkan kadar HDL hingga kadar yang dapat diterima sebagai pencegahan primer. Sedangkan untuk penurunan PAV tidak ada perbedaan yang bermakna antara terapi rosuvastatin dengan atorvastatin.

Endpoin primer memperlihatkan bahwa PAV menurun 0,99% pada pasien yang diterapi dengan atorvastatin dan 1,22% pada pasien yang diterapi dengan rosuvastatin, yang berarti tidak ada perbedaan yang bermakna. Jumlah pasien yang memenuhi endpoin primer adalah 68,5% untuk kelompok rosuvastatin dan 63,2% untuk kelompok atorvastatin. Para ahli menambahkan bahwa profil efek samping dengan pemberian statin dosis tinggi cukup baik. Pada kelompok atorvastatin terpantau adanya peningkatan kadar enzim alanin aminotransferase sebesar 2,0% vs 0,7% pada kelompok rosuvastatin (p=0,04). Selain itu juga dilaporkan kejadian proteinuria yang lebih tinggi pada kelompok terapi rosuvastatin dibandingkan dengan kelompok atorvastatin (3,8% vs 1,7%, p=0,2). Secara keseluruhan kadar hemoglobin terglikasi tidak mengalami perubahan pada kedua kelompok penelitian.

Kombinasi Penghambat Pompa Proton dan Misoprostol Memperbaiki Enteropati Akibat NSAIDs

Salah satu  menunjukkan bahwa, misoprostol dapat digunakan untuk mengatasi enteropati akibat penggunaan NSAIDs dalam hal ini asam asetilsalisilat  dosis kesil yang sering digunakan untuk mencegah gangguan vaskuler. Hal ini merupakan kesimpulan dari hasil studi yang dilakukan oleh Watanabe dan kolega yang telah dipublikasikan dalam jurnal Clinical of Gastroenetologi and Hepatology tahun 2008.
Penelitian ini merupakan penelitian label terbuka, lengan tunggal, dan endoscopist-blind prospective. Sebanyak 11 pasien (8 laki-laki dan 3 wanita, rerata usia 65 tahun, kisaran usia 57 – 78 tahun) yang menggunakan aspirin salut enterik dosis rendah selama lebih dari 3 bulan untuk pencegahan primer dan sekunder penyakit kardiovaskuler dan diketahui memiliki ulkus lambung berdasarkan pemeriksaan endoskopi, diikutsertakan di dalam penelitian ini. Subyek penelitian melanjutkan terapi aspirin dan mengkonsumsi penghambat pompa proton selama 8 minggu.

Para subyek penelitian ini juga kemudian menerima misoprostol sebesar 200 µg 4 kali sehari selain menerima penghambat pompa proton tadi selama 8 minggu. Video Capsule Endoscopy (VCE) dilakukan setelah 8 minggu penggunaan penghambat pompa proton dan diulangi setelah 8 minggu terapi dengan misoprostol. Selain itu, ketika pasien menghentikan misoprostol karena adanya efek sampipng seperti diare, pasien diterapi kembali dengan penghambat pompa proton untuk 8 minggu berikutnya dan VCE kedua dilakukan.
Capsule endoscopy yang dilakukan setelah 8 minggu penggunaan penghambat pompa proton mengidentifikasi bercak merah pada 100% pasien dan kerusakan mukosa pada 90,9%  pasien. Pada 7 pasien yang menyelesaikan protokol penelitian, misoprostol secara bermakna menurunkan jumlah median bercak merah, dengan pemulihan sempurna dari kerusakan mukosa pada 4 pasien. Lesi intestinal cenderung menyembuh pada 3 pasien yang menghentikan misoprostol.
Dalam penelitian ini, para peneliti menyimpulkan bahwa sering kali pemberian aspirin salut enterik dosis rendah merusak usus halus, dan misoprostol efektif di dalam tatalaksana enteropati yang timbul akibat penggunaan aspirin.

KF

Manfaat Niacin pada Pasien dengan HDL Kolesterol Rendah yang Mendapat Terapi Statin.

Suplementasi niasin memebrikan manfaat dalam hal memperbaiki profil HDL kolesterol dan trigliserida total pada pasien yang menadpat terapi statin, hal ini terungkap dari hasil penelitian yang dilakukan oleh The AIM-HIGH Investigators dan dipublikaiskan secara online dalam New England Journal of Medicine November 2011ini.  Seperti diketahui  penderita penyakit kardiovaskuler, risiko kardiovaskular residual akan tetap berlanjut meskipun perbaikan LDL kolesterol dengan pembetian statin  mencapai target. Tidak jelas apakah extended-release niacin yang ditambahkan ke simvastatin untuk meningkatkan kadar rendah high-density lipoprotein (HDL) kolesterol akan memberikan efek yang lebih baik jika dibandingkan simvastatin saja dalam mengurangi risiko residual tersebut.
Dalam studi yang dilakukan The AIM-HIGH Investigators tersebut, secara acak pasien yang memenuhi syarat untuk menerima extended-release niacin, 1500-2000 mg per hari, atau plasebo. Semua pasien menerima simvastatin, 40 sampai 80 mg per hari, ditambah ezetimibe, 10 mg per hari, jika diperlukan, untuk menjaga tingkat kolesterol LDL dari 40 sampai 80 mg per desiliter (1,03-2,07 mmol/L). Target utama dari penelitian ini adalah kejadian-kejadian seperti: kematian akibat seranga jantung koroner yang pertama, infark miokard nonfatal, stroke iskemik, rawat inap akibat sindrom koroner akut, atau gejala-driven revaskularisasi koroner atau serebral. Dengan jumlah responden total sebesar 3.414 pasien dengan 1.718 yang mendapat niacin dan sebanyak 1.696 yang mendapat plasebo.
Studi dihentikan setelah periode tindaklanjut  rata-rata 3 tahun karena kurangnya efektivitas. Pada 2 tahun, terpai niasin meningkatkan secara signifikan kadar HDL kolesterol rata-rata dari 35 mg per desiliter (0,91 mmol/L) menjadi 42 mg per desiliter (1,08 mmol/L), menurunkan tingkat trigliserida dari 164 mg per desiliter (1,85 mmol/L) untuk 122 mg per desiliter (1,38 mmol/L), dan menurunkan tingkat kolesterol LDL dari 74 mg per desiliter (1,91 mmol/L) menjadi 62 mg per desiliter (1,60 mmol/L). Gangguan kardiovaskuler terjadi pada 282 pasien dalam kelompok niasin (16,4%) dan pada 274 pasien pada kelompok plasebo (16,2%) (rasio hazard, 1,02; 95% interval kepercayaan, 0,87-1,21, P=0,79 dengan log-peringkat tes).
Kesimpulan dari tusti tersebut, di antara pasien dengan penyakit jantung aterosklerotik dan kadar kolesterol LDL kurang dari 70 mg per desiliter (1,81 mmol/L), tidak ada manfaat klinis tambahan dari penambahan niacin untuk terapi statin selama periode 36-bulan follow-up, meskipun secara bermakna memberikan perbaikan pada HDL kolesterol HDL dan trigliserida.

KF

Suplementasi Probiotik Memperbaiki Gejala Rinitis Alergika pada Anak

Suplementasi Probiotik Memperbaiki Gejala Rinitis Alergika pada AnakInsidens penyakit alergi pada masa kanak-kanak meningkat di seluruh dunia, terutama di negara-negara industri, hal ini kemungkinan disebabkan oleh sistem imun tidak mendapatkan stimulasi yang adekuat pada tahap awal kehidupan. Penyakit alergi dapat menyebabkan ketidakmampuan pada anak-anak, dan dapat menimbulkan penurunan kualitas hidup serta menurunkan efektivitas kerja para orang tua.
Bakteri probiotik dapat memperbaiki keseimbangan mikroba usus, dan dapat mempermudah modulasi respon imun. Terdapat perbedaan komposisi flora usus pada anak-anak yang mengalami alergi dengan yang tidak. Khususnya, jumlah Clostridia dalam flora usus lebih tinggi pada orang yang mengalami alergi, sedangkan jumlah Bifidobacteria lebih rendah.  Terlebih lagi, gaya hidup akhir-akhir ini telah mengubah komposisi mikroflora usus, dengan prevalensi enterobacteria pada Lactobacilli dan Bifidobacteria. Intervensi pada flora usus melalui konsumsi mikrobiota hidup (Lactobacilli), dapat membantu maturasi sistem imun yang tepat, dan menurunkan perkembangan alergi pada masa kanak-kanak.
Dari salah satu hasil review beberapa studi penggunaan Lactobacillus yang dikaitkan dengan gejala rinitis alergika dan asma dilakukan oleh Dr. Betsi GI, dkk, yang dipublikasikan dalam jurnal Annals of Allergy, Asthma, & Immunology tahun 2008. dalam review tersebut memasukan beberapa studi klinis acak tersamar-gada, dan menunjukkan hasil bahwa; 9 dari 12 RCT yang mengevaluasi manfaat klinis pada rinitis alergika memperlihatkan adanya perbaikan terkait dengan penggunaan probiotik. Seluruh RCT mengenai  rinitis alergika musiman memperlihatkan skor gejala dan penggunaan obat-obatan yang lebih rendah dengan penggunaan probiotik dibandingkan dengan plasebo.5 dari 8 RCT mengenai  rinitis alergika musiman  memperlihatkan adanya perbaikan pada clinical outcomes. RCT yang melaporkan penilaian berbagai parameter imunologik terhadap alergi memperlihatkan tidak adanya efek probiotik yang bermakna.
Probiotik mungkin mempunyai efek yang menguntungkan terhadap rinitis alergika dengan menurunkan tingkat keparahan gejala-gejala yang timbul dan penggunaan obat-obatan. Dibutuhkan lebih banyak studi yang berkualitas baik untuk memecahkan masalah ini.

KTW (KF)

Metformin Mempunyai Potensi Antikanker

Metformin Mempunyai Potensi AntikankerSuatu obat Diabetes Mellitus (DM) tipe 2, metformin, akhir-akhir ini diketahui memiliki efek anti-tumor dari beberapa penelitian pre-klinis. Sebagai terapi DM, metformin merupakan obat pilihan pertama bagi seluruh pasien DM, kecuali dikontraindikasikan. Obat ini ekonomis dan diketahui memiliki beragam efek pleiotropik, salah satunya adalah sebagai anti-kanker. Seperti yang dituliskan oleh Pamela J. Goodwin yang dipublikasikan dalam Journal Clinical of Oncology tahun 2009.
Mekanisme anti-tumor metformin belum diketahui dengan pasti. Beberapa hipotesisnya yaitu: melalui aktivasi jalur AMP Kinase (AMPK), yang merupakan sensor energi selular dan berpotensi merupakan jalur perkembangan kanker. Mengurangi resistensi insulin, di mana insulin terlihat merupakan faktor pertumbuhan untuk kanker ataupun menyebabkan perubahan kadar insulin-like growth factor, hormon seks, dan adipokines yang berkontribusi pada tumorigenesis. Metformin mengurangi kadar insulin sebesar 22% pada wanita hiperinsulinemia non-DM. Secara keseluruhan, metformin berpotensi mempengaruhi pertumbuhan sel kanker melalui mekanime tidak langsung (insulin-mediated) maupun secara langsung mempengaruhi proliferasi dan apoptosis sel kanker.
Suatu penelitian pada hewan coba menunjukan bahwa, metformin dosis rendah menghambat transformasi sel dan secara selektif membunuh cancer stem cell pada 4 jenis sel kanker payudara yang berbeda secara genetik. Kombinasi metformin dengan doxorubicin terlihat membunuh cancer stem cell dan cancer non-stem cell pada kultur sel, mengurangi massa tumor, dan mencegah kekambuhan pada xenograft mouse model.
Saat ini sedang direncanakan uji klinis fase III yang menilai efek pemberian metformin pada hasil terapi pasien kanker payudara yang mendapat kemoterapi ajuvan (termasuk rekurensi dan mortalitas).


HSD (KF)

Vitamin C Bermanfaat untuk Menjaga Fungsi Retina

Vitamin C Bermanfaat untuk Menjaga Fungsi RetinaDari studi terbaru menunjukkan bahwa reseptor GABA (gamma-aminobutyric acid) yang terdapat pada retina memerlukan vitamin C untuk mempertahankan fungsinya, dan hasil penelitian yang dipublikasikan dalam Journal of Neuroscience tahun 2011 ini juga disebutkan bahwa penemuan ini juga berpotensi memberikan implikasi untuk beberapa penyakit lainnya seperti glaukoma dan epilepsi.
GABA merupakan neurotransmiter ihnhibitorik pada retina dan otak, yang dapat menghambat perjalanan eksitasi dari neuran dan vitamin C kelihatannya mempunyai kemampuan untuk hal ini. Hal ini disampaikan Henrique von Gersdorff, PhD, dan kolega dari the Vollum Institute at Oregon Health & Science University, Portland. Dan dikarenakan retina merupakan bagian dari sistem saraf pusat maka kemungkinan vitamin C juga mempunyai manfaat untuk otak.
Para peneliti menyampaikan bahwa reseptor GABA-C banyak diketemukan di retina, dan vitamin C juga banyak diketemukan dengan kadar yang tinggi pada retian dan bagian lain dari sistem saraf pusat.
Dr von Gersdorff dan rekannya mempelajari efek asam askorbat pada iris tipis retina ikan mas, yang memiliki struktur biologis yang sama secara keseluruhan dengan retina manusia. Diketemukan bahwa asam askorbat bermanfaat untuk mengatur fungsi GABA-C dan reseptor GABA-A. Fungsi asli retina dan rekombinan GABA-C reseptor secara signifikan ditingkatkan dengan adanya asam askorbat, dan sebaliknya kadar asam askorbat yang rendah secara bermakna menurunkan fungsi reseptor GABA-C. Asam askorbat juga memiliki efek serupa pada reseptor GABA-A retina.
Secara umum, hasil studi tersebut mendukung bahwa vitamin C dapat sebagai modulator endogen yang kuat terhadap neurotransmiter GAB-ergik, dan jika tubuh kekurangan vitamin C, akan terjadi juga penurunan kadar vitamin C di dalam otak. Namun otak merupakan organ paling akhir dari kehilangan vitamin C. Dan diet dengan kadar vitamin C mungkin bermanfaat sebagai neuroprotektor terhadap fungsi retina.

KTW (KF)

Sabtu, 19 November 2011

Kanker Serviks

Kanker ServiksKanker serviks adalah kanker yang timbul di serviks atau di mulut/leher rahim. Kanker serviks merupakan jenis kanker yang paling banyak nomor tiga di dunia. Jumlah pengidap kanker serviks di Indonesia juga cukup besar dan akhir-akhir semakin meningkat. Setiap hari ditemukan 40-45 kasus baru dengan jumlah kematian mencapai 20-25 orang atau bisa dikatakan setiap jamnya seorang wanita Indonesia meninggal akibat kanker serviks.
Kanker serviks disebut sebagai “silent killer” karena perkembangan kanker ini sulit terdeteksi. Proses perjalanan infeksi virus penyebab kanker hingga timbulnya gejala terjadi perlahan-lahan, yaitu sekitar 10-20 tahun. Pertama, beberapa sel berubah dari normal menjadi sel-sel pra kanker yang belum menimbulkan gejala dan akhirnya menjadi sel kanker yang akan menimbulkan gejala. Proses ini seringkali tidak disadari. Dokter Laila Nuranna, SpOG (K), Kepala Onkologi Ginekologi Obstetri Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, berujar bahwa sebagian besar kasus kanker serviks yang terdeteksi sudah stadium lanjut sehingga sulit diobati.
Kanker serviks sering timbul pada wanita paruh baya. Mayoritas kasus yang ditemukan terjadi pada wanita berusia kurang dari 50 tahun. Banyak wanita tidak mengetahui bahwa dengan semakin bertambahnya usia, semakin meningkat pula resiko mereka untuk mengidap kanker serviks. Ini sebabnya penting bagi wanita yang telah berusia untuk menjalani tes Pap Smear yang bisa mendeteksi sel-sel pra kanker secara teratur.
Penyebab kanker serviks adalah infeksi Human Papilloma Virus ( HPV ) atau virus papilloma manusia. Sekitar 70% kasus kanker serviks adalah akibat infeksi HPV 16 dan 18. Kanker serviks dapat terjadi jika infeksi HPV tidak sembuh dalam waktu yang lama. Apalagi dengan sistem imun atau kekebalan tubuh yang rendah, infeksi akan mengganas dan menyebabkan sel kanker. Virus ini dapat menyebar melalui sentuhan: misalnya, ada virus HPV di tangan Anda, lalu Anda menyentuh daerah genital, maka daerah serviks Anda dapat terinfeksi. Atau bisa juga dari kloset di WC umum yang sudah terkontaminasi virus.
Selain itu, ada sejumlah faktor risiko atau penyebab kanker serviks:
• Wanita berusia di atas 40 tahun lebih rentan terkena kanker serviks.
Semakin tua maka semakin tinggi risiko.
• Faktor genetik tidak terlalu berperan dalam terjadinya kanker serviks.
Namun hal ini bukan berarti jika keluarga Anda bebas kanker serviks maka Anda tidak akan terkena! Anda harus tetap berhati-hati dan melakukan tindakan pencegahan.
• Hubungan seksual di usia yang terlalu muda, berganti-ganti partner seks, atau berhubungan seks dengan pria yang sering berganti pasangan. Virus HPV dapat menular melalui hubungan seksual. Seandainya seorang pria berhubungan seks dengan seorang wanita yang menderita kanker servik, kemudian pria tersebut berhubungan sex dengan Anda, maka virus HPV dapat menular dan menginfeksi Anda.
• Memiliki terlalu banyak anak (lebih dari 5 anak). Pada saat Anda melahirkan secara alami, janin akan melewati serviks dan menimbulkan trauma pada serviks, yang dapat memicu aktifnya sel kanker. Semakin sering janin melewati serviks, semakin sering trauma terjadi, semakin tinggi resiko kanker serviks.
• Keputihan yang berlangsung terus-menerus dan tidak diobati. Ada dua macam keputihan, yaitu normal dan tidak normal. Pada keputihan yang normal, lendir berwarna bening, tidak bau dan tidak gatal. Jika salah satu dari ketiga syarat tersebut tidak terpenuhi, artinya keputihan Anda tidak normal. Segera konsultasi dengan dokter!
• Membasuh atau membersihkan genital dengan air yang tidak bersih, misalnya air sungai atau air di toilet umum yang tidak terawat. Air yang kotor banyak mengandung kuman dan bakteri.
• Pemakaian pembalut wanita yang mengandung bahan dioksin (bahan pemutih yang dipakai untuk memutihkan pembalut hasil daur ulang dari barang bekas).
• Daya tahan tubuh yang lemah, kurangnya konsumsi vitamin C, vitamin E dan asam folat. Kebiasaan merokok juga menambah risiko kanker serviks.
Pada stadium dini, gejala kanker serviks tidak terlalu kentara.  Berikut adalah gejala-gejala yang ditemukan pada kanker serviks :
• Sakit dan atau mengeluarkan darah saat berhubungan seksual, ,
• Keputihan yang tidak normal
• Menstruasi berlebihan
• Kurang nafsu makan, sakit punggung atau tidak bisa berdiri tegak, sakit di otot bagian paha, salah satu paha bengkak, berat badan naik-turun, tidak dapat buang air kecil, keluarnya air seni dari vagina, pendarahan spontan setelah menopause, tulang yang rapuh dan nyeri panggul.
Dengan gejala-gejala kanker serviks yang tidak mencolok dan perkembangannya cukup lama, hal yang dapat kita lakukan adalah berusaha menemukan kanker serviks pada stadium dini.
Ada sejumlah metode untuk mendeteksi atau mengetahui apakah Anda terkena kanker servik, antara lain:
• IVA - Inspeksi Visual dengan Asam asetat.
Larutan asam asetat 3%-5% yang dioleskan ke leher rahim akan diamati apakah ada perubahan warna, misalnya muncul bercak putih. Jika ada, berarti kemungkinan terdapat infeksi pada serviks dan harus dilakukan pemeriksaaan lanjutan.
• Pap Smear atau dikenal juga dengan sebutan Papanicolaou test, Pap test, cervical smear, smear test.
Pemeriksaan pap smear memiliki berbagai kelebihan, antara lain: biaya murah, waktu cepat dan hasil akurat. Tes ini dianjurkan untuk dilakukan setidaknya satu tahun sekali.  Hasil usapan leher rahim kemudian diperiksa dengan mikroskop untuk mengetahui apakah ada sel abnormal, infeksi atau radang. Melakukan pap smear secara teratur dapat mengurangi risiko kematian akibat kanker serviks.
• Thin prep merupakan metode berbasis cairan yang lebih akurat dari pap smear, karena pap smear hanya mengambil sebagian sel dari leher rahim, sedangkan thin prep memeriksa seluruh bagian serviks. Sampel tersebut dijadikan slide dan diberi pewarna khusus agar lebih jelas. Membran khusus digunakan untuk membuat preparat dengan irisan tipis, yang akan memperlihatkan infeksi atau jaringan abnormal. Tingkat akurasi metode ini hampir mencapai 100%.

Jika Anda sudah dideteksi menderita kanker serviks, jangan khawatir. Sekarang ini sudah ada sejumlah metode untuk mengobati kanker serviks. Pada stadium awal, pengobatan kanker serviks dilakukan dengan cara menyingkirkan bagian yang sudah terkena kanker, misalnya dengan pembedahan listrik, laser atau cyrosurgery (membekukan dan membuang jaringan abnormal).
Untuk pengobatan kanker serviks stadium lanjut, dilakukan terapi kemoterapi dan radioterapi. Pada stadium akhir atau kasus yang parah maka terpaksa dilakukan histerektomi, yaitu bedah pengangkatan rahim (uterus) secara total agar sel-sel kanker yang sudah berkembang dalam kandungan tidak menyebar ke bagian lain dalam tubuh.
Mencegah lebih baik daripada mengobati. Oleh karena itu, sebelum Anda terkena kanker serviks, berikut beberapa saran untuk mencegah infeksi virus HPV:
• Jaga kesehatan dan daya tahan tubuh dengan cara konsumsi makanan bergizi. Jalani pola hidup sehat dengan cara makan sayuran, buah dan sereal. Perbanyak makanan yang mengandung vitamin A, C dan E serta asam folat untuk mengurangi risiko kanker leher rahim.
• Sebelum menggunakan toilet di tempat umum, selalu bersihkan bibir kloset dengan alkohol. Jangan membersihkan genital dengan air kotor.
• Hindari hubungan seks di usia dini. Hindari berhubungan badan dengan banyak partner karena HPV menular melalui hubungan seksual. Hindari berhubungan seks selama masa haid/menstruasi.
• Hindari merokok, karena penggunaan tembakau dapat menyebabkan kanker.
• Rutin melakukan screening berupa pap smear atau IVA untuk deteksi kanker serviks secara dini.
• Vaksinasi dapat dilakukan pada perempuan usia 10-55 tahun dengan jadwal suntikan sebanyak 3 kali, yaitu pada bulan 0, 1 dan 6. Vaksin HPV akan meningkatkan daya imun anak sehingga lebih resistan terhadap virus.


CAROLINE LAZUARDI

Malnutrisi pada Kanker

Malnutrisi pada KankerMalnutrisi adalah keadaan kekurangan atau kelebihan nutrisi. Pada pasien kanker, yang sering terjadi adalah kekurangan nutrisi. Menurut sebuah sumber, sejumlah 30-80% pasien kanker akan mengalami penurunan berat badan selama perjalanan penyakitnya. Di antara jumlah tersebut, 97,6%  membutuhkan penanganan nutrisi. Jika tidak ditangani, malnutrisi akan mengarah menjadi kakheksia, yaitu sebuah sindroma wasting ( pemecahan jaringan ) yang akan menimbulkan gangguan kekebalan tubuh, lemah dan penurunan berat badan, kehilangan jaringan lemak dan otot.
Menurut data publikasi National Cancer Institute Amerika Serikat, 20-40% pasien kanker meninggal akibat komplikasi malnutrisi, bukan akibat kanker itu sendiri. Masalah malnutrisi ternyata bukan hanya dialami oleh pasien kanker yang dirawat di dalam rumah sakit, tapi juga dialami oleh pasien rawat jalan karena telah ditemukan bahwa pasien rawat jalan pun sulit makan dalam jumlah yang cukup.
Mekanisme timbulnya malnutrisi pada pasien kanker bersifat multifaktorial, kompleks dan saling bertautan, yang dapat dibagi menjadi dua yaitu akibat langsung penyakit kanker itu sendiri dan akibat tidak langsung, antara lain komplikasi yang timbul dan akibat terapi penyakit kanker.
Berbagai penyebab malnutrisi pada pasien kanker antara lain:
• Penurunan asupan makanan
 - Kehilangan nafsu makan
 - Tidak mampu makan, akibat : gangguan mulut dan gigi geligi, sumbatan saluran pencernaan
• Meningkatnya kebutuhan nutrisi
 - Keadaan hipermetabolik yang dialami pasien kanker
 - Kebutuhan yang meningkat untuk melawan penyakit
• Meningkatnya pemecahan jaringan
  - Produksi zat penyebab inflamasi oleh jaringan kanker.
Malnutrisi pada pasien kanker akan menyebabkan gangguan kekebalan tubuh, gangguan penyembuhan luka, penurunan respon kemoterapi dan radioterapi, menimbulkan apati dan rasa lelah, dan penurunan kualitas hidup dan mengalami peningkatan komplikasi dan kematian.
Gejala dan Tanda
Secara umum, gejala dan tanda malnutrisi berkembang perlahan-lahan dan ditemukan melalui pemeriksaan penyapih ( skrining ) dan penilaian status gizi.
Pemeriksaan penyapih bertujuan untuk mencari resiko malnutrisi pada pasien yang tak menunjukkan gejala. Pemeriksaan ini akan membantu apakah pasien beresiko mengalami malnutrisi, dan bisa diambil langkah-langkah untuk mencegah malnutrisi.
Penilaian status gizi memeriksa status gizi pasien dan membantu menentukan apakah penanganan nutrisi dibutuhkan untuk mengatasi masalah nutrisi yang dialami pasien.
Gejala dan tanda malnutrisi yang mungkin timbul adalah  lelah, lemah, penurunan berat badan dan lingkar lengan atas, anemia, dan lain-lain.
Terapi Nutrisi
Setiap pasien kanker layaknya mendapatkan pemeriksaan status gizi yang bisa dilakukan oleh sebuah tim terpadu yang terdiri dari:
• Dokter
• Perawat
• Ahli gizi
Tim nutrisi terpadu akan memanfaatkan zat-zat gizi spesifik yang bermanfaat untuk pasien kanker dengan tujuan-tujuan di bawah ini:
• Mencegah atau mengatasi masalah nutrisi, termasuk mencegah kerusakan otot dan tulang
• Mengurangi efek samping terapi kanker
• Mempertahankan kekuatan dan energi pasien
• Membantu sistem kekebalan tubuh melawan infeksi
• Meningkatkan efektivitas terapi
• Meningkatkan kualitas hidup.
Berbagai zat gizi spesifik yang bermanfaat untuk pasien kanker, antara lain:
• Protein
Sesuai dengan mekanisme timbulnya penurunan berat badan pada pasien kanker yaitu pemecahan jaringan otot, protein dalam asupan nutrisi pasien kanker akan  mengatasi kondisi pemecahan protein dan meningkatkan berat badan. Dengan tingginya laju katabolisme pasien kanker, semakin tinggi asupan protein pasien kanker, semakin baik. Di antara sekian banyak kontroversi yang ada mengenai jumlah asupan protein yang aman bagi pasien kanker, sebuah hasil penelitian jelas menyatakan bahwa pembatasan protein pasien kanker tidak mengubah komposisi atau laju pertumbuhan tumor, tapi mengurangi kesehatan pasien.
• Asam Amino Rantai Cabang
Asam Amino Rantai Cabang ( Branched Chain Amino Acid ) adalah sekumpulan asam amino esensiil yang bermanfaat untuk meningkatkan nafsu makan dan mengurangi pemecahan jaringan. BCAA ini pun akan membantu meningkatkan sistem kekebalan tubuh yang akan membantu tubuh melawan infeksi.
• Omega 3
Omega 3 adalah asam lemak yang sangat baik untuk membantu mengurangi proses peradangan yang akan menyebabkan kerusakan sel dan penurunan berat badan.
• FOS
FOS adalah fruktooliogosakarida yang merupakan probiotik yang baik untuk menjaga kesehatan saluran cerna pasien kanker.
• Anti Oksidan
Anti Oksidan berguna untuk mencegah kerusakan oksidatif
• Mineral dan Vitamin
Pemberian mineral dan vitamin bertujuan untuk mencukupi kebutuhan multivitamin dan mineral yang sering defisit pada pasien kanker.
Dari paparan di atas, dapat kita simpulkan bahwa status nutrisi pasien kanker memegang peranan penting dalam kelangsungan hidup dan kualitas hidup pasien. Perburukan kualitas hidup dan penurunan angka kelangsungan hidup tidak hanya dialami oleh pasien malnutrisi berat, tapi juga oleh yang mengalami malnutrisi sedang.
Dengan terapi nutrisi yang memanfaatkan zat-zat gizi yang spesifik untuk pasien kanker, kondisi, respon terapi, efektivitas terapi dan kualitas hidup pasien dapat ditingkatkan dan dipertahankan yang akan berujung pada peningkatan kelangsungan hidup pasien.

CAROLINE LAZUARDI

Senin, 07 November 2011

Deteksi Dini Kanker

Deteksi Dini KankerSalah satu masalah yang sering dihadapi dalam terapi kanker adalah kanker yang ditemukan sudah dalam stadium lanjut. Kanker stadium lanjut memiliki perilaku yang berbeda dari kanker stadium dini, dan akan menyulitkan usaha-usaha penyembuhan. Untuk meningkatkan harapan hidup pasien kanker, penderita kanker harus diterapi sedini mungkin. Oleh sebab itu, kanker perlu dikenali sedini mungkin. Makin dini diketahui, makin besar kemungkinan untuk menyembuhkannya. Oleh karena keluhan dan gejala baru muncul setelah beberapa tahun kanker tumbuh, maka kewaspadaan akan kanker perlu ditingkatkan dan pemeriksaan uji kanker secara rutin berkala dilakukan, terlebih bagi yang berisiko tinggi mengidap kanker. Bila ada salah satu orang tua apalagi keduanya, saudara kandung, kakek atau nenek yang mengidap kanker, individu tersebut perlu lebih waspada akan kemungkinan kanker.
Gejala atau ciri-ciri kanker sering tidak nyata pada saat-saat awal. Secara umum, perlu waktu yang cukup lama (beberapa tahun) sebelum muncul keluhan atau gejala kanker. Karena itu, lebih sering kasus kanker terlambat disadari karena keluhan dan gejala baru muncul setelah kanker mencapai stadium lanjut.
Keluhan dan gejala kanker sesuai dengan organ yang mengidapnya. Gejala kanker kandungan memunculkan keluhan sehubungan dengan fungsi organ reproduksi, antara lain gangguan haid. Kanker prostat muncul dengan gejala gangguan berkemih. Kanker usus muncul dengan keluhan gangguan buang air besar dan kelainan pada tinja.
Menurut Wan Desen (2008), setidaknya ada sepuluh tanda peringatan untuk tumor atau kanker yang menuju ke arah keganasan, yaitu:
1. Pada kelenjar payudara, kulit, lidah, atau bagian lain,  teraba benjolan yang tidak hilang.
2. Tahi lalat mengalami perubahan mencolok, misalnya warnanya berubah, ukurannya cepat bertambah besar, terasa gatal, rambutnya lepas atau mudah dicabut, keluar cairan, mudah berdarah.
3. Gangguan proses pencernaan yang berlangsung dalam waktu lama atau terus menerus dan tidak segera menghilang.
4. Waktu menelan terasa ada hambatan, nyeri, rasa tidak nyaman atau tidak enak di belakang tulang dada, terasa ada benda asing di kerongkongan, atau nyeri di ulu hati.
5. Telinga berdenging, pendengaran menurun, hidung tersumbat, mimisan, riak atau dahak yang dikeluarkan berdarah, sakit kepala (terus-menerus), benjolan di leher.
6. Perdarahan haid yang abnormal, di luar masa haid, atau di masa menopause timbul perdarahan melalui vagina yang tidak teratur, juga berdarah bila tersentuh.
7. Suara parau, batuk kering, batuk berdarah yang berkelanjutan atau terus menerus.
8. Tinja bercampur darah, lendir, atau diare (mencret), sembelit (sukar buang air besar) yang terjadi bergantian tanpa penyebab yang jelas; kencing bercampur darah (hematuria) yang penyebabnya tidak diketahui (idiopatik).
9. Luka yang tak kunjung sembuh, atau lama sekali sembuh.
10.Berat badan menurun tanpa penyebab yang jelas.
Jika Anda mengalami satu atau lebih dari gejala di atas, segeralah berkonsultasi pada dokter.
Dengan kemajuan ilmu dan teknologi kedokteran, kini kita tidak perlu menunggu hingga muncul keluhan atau gejala kanker. Sekarang dengan pelbagai jenis pemeriksaan laboratorium darah dan dengan memeriksakan penanda tumor (tumor marker), banyak kasus kanker sudah bisa dikenali dalam stadium dini.
Berikut pelbagai uji penanda tumor (tumor marker):
•CEA (carcinoembryonic antigen): Untuk kanker usus besar, pankreas, paru, payudara, indung telur, kandung kemih, leukemia, gondok, tulang (Juga meningkat pada kehamilan, radang usus besar, polip dubur, tukak lambung, gagal ginjal, penyakit paru, kista payudara)
•AFP (Alpha-fetoprotein): Kanker hati, buah zakar, indung telur, lambung, pankreas, usus besar, payudara, ginjal, paru (Juga meningkat pada bayi dengan kelainan saraf, hepatitis virus, hamil kembar, aborsi)
•PSA (Prostate-specific antigen): Kanker prostat (Juga meningkat pada pembesaran jinak prostat, prostatitis (radang prostat)
•CA 19-9 (Carbohydrate antigen): Kanker pankreas, hati, paru, lambung, usus besar (Juga meningkat pada radang pankreas, radang kandung empedu, batu empedu, sirosis)
•CA 125: Kanker indung telur, leher rahim, pankreas, hati (Juga meningkat pada kehamilan, endometriosis, radang panggul, hepatitis, haid, penyakit paru, radang jantung, penyakit pencernaan)
•NSE: Bola mata, paru, pankreas, gondok, payudara, prostat, pencernaan, anak ginjal (Juga meningkat pada penyakit hati)
•BRCA-1 & 2: Kanker payudara dan indung telur
•EBV-EA IgA: Hidung dan tenggorokan
Munculnya keluhan dan gejala akan menuntun dokter untuk melakukan pemeriksaan. Mulai dari pemeriksaan fisik untuk menemukan adanya benjolan (tumor) dan pemeriksaan penunjang yaitu dengan bantuan foto rontgen, USG (ultrasonography), MRI (magnetic resonance imaging), CT-Scan (computerized tomography scanning), dan disusul dengan pemeriksaan laboratorium darah, urin, tinja, cairan otak, serta biopsi (mengambil serpihan jaringan pada bagian yang dicurigai kanker untuk kemudian diperiksa jenis selnya di bawah mikroskop).
Jika Anda mengalami satu atau lebih dari gejala di atas, segeralah berkonsultasi pada dokter.
Jangan biarkan kanker merenggut hidup kita!
Semakin cepat kita mengetahuinya, semakin besar harapan hidup kita!

Caroline Lazuardi

KESEHATAN MULUT OPTIMAL PADA KANKER

KESEHATAN MULUT OPTIMAL PADA KANKERMasalah pada rongga mulut sering ditemukan pada pasien kanker, terutama pasien yang mendapat radioterapi di daerah kepala dan leher, yang berkisar antara perubahan rasa makanan akibat gangguan indera pengecap, radang mukosa mulut (mukositis), sariawan (stomatitis), mulut kering (xerostomia), karies dan tanggalnya gigi, infeksi bakteri, virus atau jamur hingga gangguan asupan makanan. Selain gangguan organik, masalah pada rongga mulut juga menimbulkan beban sosial bagi pasien kanker. Secara keseluruhan, masalah pada rongga mulut, jika tidak ditangani dengan baik, akan menurunkan kualitas hidup pasien kanker.
Salah satu faktor penyebab masalah pada rongga mulut pasien kanker adalah berkurangnya produksi air liur (saliva). Fenomena ini disebabkan oleh gangguan pada kelenjar air liur akibat radioterapi pada daerah kepala dan leher dan atau akibat kemoterapi. Berkurangnya produksi kelenjar air liur ini dapat berlangsung sementara atau permanen dan jika tidak ditangani dengan baik, keadaan mulut yang kering (xerostomia) akan menimbulkan masalah serius pada rongga mulut dan gangguan fungsi mulut.
Saliva yang diproduksi terus menerus oleh 3 kelenjar liur pada mulut manusia bukan sekedar berfungsi sebagai lubrikan di dalam mulut. Saliva adalah cairan yang mengendalikan berbagai fungsi fisiologis yang penting di dalam mulut, antara lain untuk mempertahankan derajat keasaman (pH) yang netral, mengendalikan mikroflora dan fungsi restoratif di dalam rongga mulut. Di dalam mulut yang normal, aksi berbagai sistem pertahanan dalam saliva, antara lain peroksidase, laktoferrin, lisozim, immunoglobulin dan faktor pertumbuhan akan membantu mempertahankan pH netral dan menciptakan lingkungan di dalam mulut di mana pertumbuhan bakteri yang merugikan akan dihambat. 
Berkurangnya produksi saliva dan mulut yang kering akan menimbulkan berbagai masalah, antara lain mukositis, stomatitis, radang gusi (gingivitis), karies, infeksi bakteri, virus atau jamur, bau nafas tak sedap dan lain-lain.
GEJALA DAN TANDA XEROSTOMIA
Gejala dan tanda Xerostomia akan timbul setelah beberapa saat pasien mendapat radioterapi pada daerah kepala dan leher, mulai dari minggu pertama radioterapi. Seiring dengan waktu, gejala akan semakin jelas dan mulut pasien akan semakin kering sejalan dengan semakin besarnya kelenjar air liur yang rusak akibat paparan radioterapi.
Gejala dan tanda yang mungkin timbul antara lain :
• Selalu merasa haus
• Bau nafas tak sedap
• Sulit menelan makanan padat
• Terbangun di malam hari akibat mulut kering
• Noda lipstick di gigi (Lipstick sign)
• Kemerahan dan radang mukosa rongga mulut
• Rasa mulut terbakar
• Tanda infeksi jamur
• Karies gigi dan lain-lain

AKIBAT XEROSTOMIA
Berikut beberapa akibat yang dapat ditimbulkan oleh xerostomia pada pasien kanker:
• Mukositis dan atau stomatitis
• Radang gusi
• Karies gigi
• Gangguan indera pengecap
• Infeksi bakteri, virus atau jamur
• Berkurangnya asupan makanan

DIAGNOSIS XEROSTOMIA
Diagnosis Xerostomia dapat ditegakkan dengan pasti bila pada pasien-pasien dengan riwayat yang mendukung timbulnya Xerostomia, antara lain mendapat radioterapi daerah kepala dan leher dan atau mendapat kemoterapi, kita melakukan pengukuran volume produksi saliva yang dihasilkan ketiga kelenjar air liur dalam suatu periode waktu tertentu. Namun secara praktis, diagnosis xerostomia ditegakkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Setelah menegakkan diagnosis xerostomia, langkah selanjutnya adalah menentukan penyebab kausal dari xerostomia. Pada kasus-kasus xerostomia pada pasien kanker, jika penyebabnya adalah radioterapi dan/ kemoterapi, demi hasil terapi yang baik, radioterapi dan/ kemoterapi akan tetap dilanjutkan walau pasien mengalami xerostomia. Pada kasus-kasus seperti ini, langkah selanjutnya adalah mengatasi masalah rongga mulut yang sudah timbul dan melakukan tindakan pencegahan untuk mencegah timbulnya masalah lagi.

TERAPI XEROSTOMIA
Secara umum, prinsip terapi xerostomia bersifat simtomatik, yaitu terapi untuk mengurangi gejala yang timbul. Terapi yang bersifat kausal bisa dilakukan jika xerostomia disebabkan oleh obat-obatan yang bersifat sementara. Xerostomia yang timbul pada pasien kanker adalah akibat kerusakan kelenjar air liur akibat radioterapi dan/kemoterapi, dan kerusakan yang timbul dapat bersifat sementara atau permanen.
Beberapa modalitas terapi yang dapat digunakan untuk xerostomia:
•Silagogues gustatorik, antara lain : lemon, permen karet sorbitol, permen asam, dan sebagainya, yang berfungsi untuk merangsang produksi kelenjar air liur. Silagogues
gustatorik ini efektif untuk gangguan kelenjar air liur ringan, namun tidak berfungsi untuk gangguan sedang hingga berat.
•Silagogues farmakologik, antara lain pilokarpine. Mengingat pilokarpine ini harus diberikan secara permanen, pemberian pilokarpine harus mempertimbangkan potensi efek
samping yang mungkin timbul.
•Saliva substitusi. Pengganti saliva ini bersifat mirip dengan saliva sehingga dapat digunakan untuk jangka panjang, dan bermanfaat untuk gangguan sedang hingga berat. Saliva substitusi dibuat sesuai dengan komposisi saliva normal dan ditujukan untuk menggantikan fungsi saliva pada pasien-pasien xerostomia sedang hingga berat. Saliva substitusi ini mengandung zat-zat yang berfungsi sebagai sistem pertahanan dalam rongga mulut dan berbagai fungsi saliva lainnya. Sebuah produk saliva substitusi yang ada di Indonesia adalah BioXtra.
Sebagai  produk suportif kanker terbaru Kalbe Farma, BioXtra melengkapi rangkaian produk Kalbe Farma yang ditujukan untuk pasien kanker yang mengalami Xerostomia akibat radioterapi dan atau kemoterapi. BioXtra adalah rangkaian produk kesehatan mulut dengan formulasi unik yang telah dipatenkan oleh Lifestream Pharma di Belgia yang telah terbukti secara klinis mampu meringankan gejala dan tanda Xerostomia. Sebagai saliva substitute,  BioXtra Oral Gel dan Mouthspray dirancang untuk memberikan perasaan dan aksi kerja yang menyerupai saliva. Selain berfungsi sebagai lubrikan dan memberikan kelembaban, komponen lactoperoxidase, lactoferrin, kalsium dan fosfat dan faktor-faktor pertumbuhan dalam BioXtra memiliki fungsi antimikroba yang bersifat imun dan non-imun dan fungsi restoratif.
  
Produk kesehatan mulut yang inovatif ini memanfaatkan zat-zat alami dari susu, yaitu ekstrak kolostrum,  yang telah lama diketahui berkhasiat bagi kesehatan. Sebagai satu-satunya saliva substitute di Indonesia, 4 aksi kerja BioXtra yang unik dan telah dipatenkan akan memberikan rasa lembab dan kenyamanan, meningkatkan kesehatan mulut dan memberikan rasa segar.
BioXtra tersedia dalam dua sediaan, yaitu Oral Gel yang bertahan lama dan cocok digunakan untuk malam hari dan Mouthspray yang cocok bagi pasien yang aktif dan penggunaan siang hari.

Caroline Lazuardi

perikSA payuDAra sendiRI - SADARI

perikSA payuDAra sendiRI - SADARIHingga saat ini, kanker payudara masih menjadi momok yang menakutkan bagi wanita di seluruh dunia. Kanker payudara di Indonesia seringkali ditemukan dalam stadium lanjut dan sudah ganas sehingga upaya terapi pun seringkali menemui hambatan yang jelas akan mempengaruhi harapan hidup pasien. Mengingat hingga kini kita belum mengetahui penyebab pasti kanker payudara dan betapa sulitnya terapi kanker payudara stadium lanjut, yang wajib dilakukan semua wanita adalah deteksi kanker payudara secara dini. 
Usaha-usaha untuk mendeteksi kanker payudara secara dini dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain dengan pemeriksaan mandiri, pemeriksaan oleh dokter dan pemeriksaan penunjang, seperti dengan mammografi atau USG payudara. Pemeriksaan oleh dokter dan pemeriksaan penunjang tentunya harus didukung oleh ketersediaan fasilitas, tenaga dan alat medis yang cukup dan membutuhkan biaya. Di Indonesia, di mana jumlah fasilitas, tenaga dan alat medis tidak sebanding dengan jumlah rakyat, dan dengan keadaan ekonomi Indonesia yang masih tergolong dalam ”lower-income country” menurut PBB, jelas pemeriksaan oleh dokter dan pemeriksaan penunjang tidak bisa dinikmati oleh seluruh rakyat Indonesia. Dengan demikian, pemeriksaan mandiri yang secara umum cukup mudah hingga bisa dilakukan oleh semua wanita, menjadi sebuah cara deteksi yang akan mampu menjaring kasus-kasus kanker payudara dalam stadium dini.
Pemeriksaan mandiri payudara secara rutin bisa dilakukan sebulan sekali, yaitu pada beberapa hari setelah menstruasi, ketika payudara kemungkinan besar sudah tidak membesar, terasa keras dan sakit. Sedangkan bagi wanita yang sudah menopause, pilihlah hari yang mudah diingat, misalnya tiap tanggal 1 atau 10 tiap bulan. Sebuah cara pemeriksaan mandiri disebut dengan SADARI ( perikSA payuDAra sendiRI ) yang cukup mudah dan bisa dilakukan oleh wanita segala usia. Apabila SADARI sudah menjadi kebiasaan, maka lama-lama kita akan mengenali struktur payudara sendiri sehingga bila ada suatu kelainan bisa segera diketahui. Bagi yang rajin mencatat, kondisi payudara tiap bulan bisa dicatat. Ini bisa menjadi semacam diari dan peta kondisi payudara setiap waktu. Jika pada SADARI dirasakan ada yang tidak normal atau aneh, wanita tersebut bisa segera mengunjungi dokter untuk menjalani pemeriksaan lebih lanjut.
CARA MELAKUKAN SADARI
Langkah dalam melakukan SADARI, yaitu:
1.Mulailah dengan mengamati payudara di cermin dengan bahu lurus dan lengan di pinggang. Disini yang harus diamati adalah bentuk, ukuran dan warna payudara, karena rata-rata payudara berubah tanpa kita sadari. Perubahan-perubahan yang perlu diwaspadai adalah: berkerut, cekung ke dalam atau menonjol ke depan karena ada benjolan, puting yang berubah posisi dimana seharusnya menonjol keluar justru tertarik ke dalam, warna kulit memerah atau menjadi kasar dan terasa nyeri pada perabaan.
2.Kemudian angkat kedua lengan untuk melihat apakah ada kelainan pada kedua payudara.
3.Sementara masih di depan cermin, tekan puting apakah ada cairan yang keluar ( bisa berupa cairan putih seperti susu, kuning atau darah ).
4.Kemudian berbaringlah di permukaan yang keras. Saat melakukan pemeriksaan payudara kanan, letakkan bantal di bawah bahu kanan. Kemudian letakkan tangan kanan di bawah kepala. Ratakan jari-jari tangan kiri pada payudara kanan dan tekan secara lembut dengan gerakan memutar searah jarum jam. Mulailah pada bagian paling puncak payudara kanan ( posisi jam 12 ) lalu bergerak ke arah jam 10 dan seterusnya, sampai kembali ke posisi jam 12. Setelah itu pindahkan jari-jari kira-kira 2 cm mendekati puting. Teruskan gerakan memutar seperti sebelumnya hingga seluruh jaringan payudara, termasuk payudara, selesai diperiksa.  Tekan secara halus dengan jari-jari secara datar dan serentak. Selubungi payudara dengan jari dari arah atas sampai bawah, dari tulang selangka ke bagian atas perut, dari ketiak ke leher bagian bawah. Ulangi pola ini hingga yakin bahwa seluruh payudara telah diraba. Kini mulai pada puting. Buat lingkaran yang makin lama makin besar hingga mencapai seluruh tepi payudara. Menggunakan jari, buatlah gerakan ke atas dan ke bawah, berpindah secara mendatar/menyamping seperti sedang memotong rumput. Saat melakukan gerakan ini, rasakan seluruh jaringan payudara di bawah kulit dengan rabaan halus hingga rabaan yang sedikit lebih menekan. Teknik SADARI yang benar menggunakan buku jari dari ketiga jari tengah, bukan ujung jari. Yang perlu diperhatikan adalah perabaan harus dilakukan dengan sedikit penekanan. Penekanan yang berlebihan dapat menyebabkan tekanan pada tulang rusuk dan akan terasa seperti benjolan. 
5.Terakhir, rasakan payudara Anda ketika sedang duduk atau berdiri. Bagi kebanyakan wanita, paling mudah untuk merasakan payudaranya ketika payudaranya sedang basah dan licin, sehingga paling cocok adalah ketika sedang mandi di bawah pancuran. Lakukan seperti pada langkah ke 4 dan yakinkan bahwa seluruh payudara telah teraba oleh rabaan.
SADARI tiap bulan dan pemeriksaan oleh ahli dan mammografi tiap tahun sangat bermanfaat untuk menemukan kanker payudara dalam stadium dini. Dengan SADARI, Anda membantu diri Anda sendiri dengan menemukan  kanker payudara secara dini.


Caroline Lazuardi

Selasa, 01 November 2011

Aktivitas SOD pada pasien kusta

Aktivitas SOD pada pasien kustaPertahanan utama terhadap infeksi mikroba adalah sistem makrofag. Pembunuhan mikroba oleh makrofag dikaitkan dengan dihasilkannya radikal bebas yang disebut ROS (reactive oxygen species), seperti anion superoxide, hydrogen peroxide, dan hydroxyl. ROS ini dapat merusak lipid, protein, dan nucleic acid.

Target utama peroksidasi adalah PUFA (polyunsaturated fatty acid) dalam lipid membran dan PUFA didegradasi oleh radikal bebas membentuk MDA (malondialdehyde) yang dapat bertindak sebagai petanda kerusakan seluler.

Sel mempunyai mekanisme untuk menangkal radikal bebas dan meminimalkan cedera jaringan. Antioksidan seperti SOD (superoxide dismutase), katalase, dan antioksidan nutrisional dapat memerangkap radikal bebas dan bertindak sebagai sistem scavenging radikal bebas. Jika terjadi ketidakseimbangan antara pembentukan radikal bebas dengan penangkalnya, maka dapat menyebabkan kondisi yang disebut stres oksidatif yang dapat menyebabkan kelainan metabolik dan kematian sel. Rasio MDA/SOD dapat dipertimbangkan sebagai indeks stres oksidatif.

Suatu studi telah dilakukan untuk meneliti indeks stres oksidatif pada kusta/lepra pausibasiler dan multibasiler dalam jaringan dan darah.

Kusta adalah penyakit kronik yang disebabkan oleh Mycobacterium kustae yang menyerang sistem saraf perifer, kulit dan jaringan tertentu lainnya. Penyakit ini dapat menyebabkan deformitas yang luas dan permanen pada kulit dan saraf perifer,
sehingga dapat timbul kecacatan yang berat dan irreversible.

WHO membagi penyakit kusta menjadi 2 jenis yaitu pausibasiler (PB) dan multibasiler (MB). Disebut kusta pausibasiler jika BTA negatif, sedangkan kusta multibasiler jika BTA positif.

Studi dilakukan pada 14 pasien PB yang tidak diterapi, 18 pasien MB yang tidak diterapi, dan 20 sukarelawan normal. Dalam studi tersebut diukur aktivitas SOD, kadar MDA, dan rasio MDA/SOD baik di dalam darah maupun di dalam jaringan.

Hasilnya menunjukkan bahwa dibandingkan dengan kontrol, aktivitas SOD dalam jaringan menurun secara bermakna pada pasien PB dan MB, sedangkan aktivitas SOD dalam eritrosit hanya menurun secara bermakna pada pasien MB. Sebagai tambahan, kadar MDA dalam jaringan meningkat secara bermakna baik pada pasien PB maupun pasien MB.

Labih lanjut, kadar MDA dalam plasma rata-rata pada pasien MB secara bermakna lebih tinggi, sedangkan pada pasien PB, tidak terdapat perbedaan yang bermakna.

Studi tersebut menunjukkan peningkatan indeks stres oksidatif (rasio MDA/SOD) yang bermakna pada jaringan pasien PB dan MB, serta dalam darah pasien MB. Sedangkan indeks stres oksidatif dalam darah pasien PB tidak berbeda bermakna dibanding dengan kontrol.

Dari hasil studi tersebut disimpulkan bahwa stres oksidatif ditemukan pada jaringan dan darah pasien MB dan pada jaringan pasien PB, hal ini menunjukkan keterlibatan yang penting dari stres oksidatif dalam patogenesis kusta, dan dapat menjadi alat penting dalam prognosis, pengobatan dan pengendalian kusta.

Studi sebelumnya juga telah menilai stres oksidatif pada pasien kusta dengan mengukur kadar enzim antioksidan (SOD), produk peroksidasi lipid (MDA), dan rasio MDA/SOD pada pasien kusta PB dan MB pada 58 pasien kusta yang tidak diterapi (23 kasus PB dan 35 kasus MB) yang dibandingkan dengan 58 kontrol sehat.

Hasilnya menunjukkan bahwa kadar SOD menurun pada pasien kusta, khususnya pada kusta MB, kadar MDA meningkat pada pasien PB dan MB, dan rasio MDA/SOD meningkat secara bermakna pada pasien MB.

Jadi disimpulkan bahwa terdapat peran yang bermakna dari stres oksidatif pada pasien kusta, khususnya kusta MB. Hal ini mendukung penggunaan antioksidan untuk mencegah kerusakan jaringan dan deformitas pada pasien kusta.

EKM (KF)