Jumat, 29 Juli 2011

Diet Vegetarian Mungkin Menurunkan Risiko Penyakit Divertikuler

Diet Vegetarian Mungkin Menurunkan Risiko Penyakit DivertikulerMelakukan diet vegetarian dengan asupan tinggi serat akan menurunkan risiko untuk penyakit divertikular, hal ini menurut hasil dari studi kohort prospektif yang dilaporkan secara online dalam British Medical Journal pada 19 Juli. Penyakit divertikular sendiri sering dianggap penyakit peradaban Barat, karena prevalensi tinggi di negara-negara seperti Inggris dan Amerika Serikat dibandingkan dengan bagian-bagian tertentu dari Afrika. Hal ini disampaikan Francesca L. Crowedan rekan, ahli epidemiologi nutrisi di Unit Epidemiologi Kanker, Nuffield Departemen Kedokteran klinis, Universitas Oxford, Oxford, Inggris.
Dalam studinya, yang merupakan studi kohort yang melibatkan sebanyak 47.033 baik laki-laki maupun perempuan yang tinggal di Inggris dan Skotlandia dan terdaftar dalam EPIC-Oxford. Dari jumlah tersebut, 15.459 (33%) dilaporkan mengkonsumsi diet vegetarian sejak awal. Sebuah kuisioner dengan 130-item pertanyaan divalidasi dan digunakan untuk menilai asupan serat makanan.
Dari 812 kasus penyakit divertikular diidentifikasi selama masa tindak lanjut (rata-rata durasi, 11,6 tahun), 806 mendapatkan perawatan rumah sakit dan terjadi 6 kematian. Dibandingkan dengan pemakan daging, vegetarian memiliki risiko 31% lebih rendah untuk penyakit divertikular, setelah penyesuaian untuk beberapa variabel pengganggu termasuk merokok, penggunaan alkohol, dan indeks massa tubuh. Pemakan daging dengan usia antara 50 dan 70 tahun memiliki kemungkinan kumulatif sebesar 4,4% rawat inap atau kematian akibat penyakit divertikular vs 3,0% untuk vegetarian.
Risiko untuk penyakit divertikular juga berbanding terbalik jika dikaitkan dengan asupan serat makanan. Dibandingkan dengan peserta dalam kuintil terendah asupan serat makanan (<14 g/hari untuk perempuan dan laki-laki), orang-orang dalam kuintil tertinggi (= 25,5 g/hari untuk wanita dan 26,1 g/hari untuk pria) memiliki 41% menurunkan resiko penyakit divertikular.
Diet vegetarian dan asupan tinggi serat masing-masing secara bermakna berhubungan dengan penurunan risiko penyakit divertikular ataupun kematian akibat penyakit tersebut.

Statin Menurunkan Risiko Limfoma Non-Hodgkin pada Pasien HIV Positif

Statin Menurunkan Risiko Limfoma Non-Hodgkin pada Pasien HIV PositifStudi terbaru menunjukkan bahwa penggunaan statin pada pasien HIV positif menurunkan risiko limfoma non-Hodgkin hampir setengahnya. Dokter Michael Silverberg, dari Kaiser Permanente Northern California, Oakland, mengatakan, ”Meskipun terdapat penurunan risiko limfoma pada pasien HIV akibat terapi anti-retrovirus yang sangat aktif, limfoma non-Hodgkin masih menjadi masalah yang umum ditemui pada populasi pasien HIV.”
Studi ini menyediakan informasi baru mengenai potensi penggunaan statin untuk pencegahan limfoma non-Hodgkin pada pasien HIV. Limfoma non-Hodgkin adalah kelompok kanker yang melibatkan semua jenis limfoma selain limfoma Hodgkin. Tipe-tipe limfoma non-Hodgkin ini bervariasi, dari yang jinak sampai dengan yang sangat agresif.
Statin merupakan obat penurun kadar kolesterol yang paling banyak diberikan bagi pasien hiperkolesterolemia. Statin bekerja dengan menghambat enzim HMG-CoA reduktase. Obat-obat golongan statin juga memiliki efek tambahan, seperti meningkatkan bioavailabilitas nitric oxide, menstabilkan plak arterosklerotik, mengatur angiogenesis, anti-inflamasi, serta efek anti-platelet dan efek anti-trombotik.

Dokter Michael dan koleganya meninjau data pada 259 pasien HIV positif dengan limfoma non-Hodgkin dan 1295 pasien kontrol (HIV tanpa limfoma non-Hodgkin). Statin digunakan oleh 14% pasien kelompok limfoma non-Hodgkin dan 8% pasien kelompok kontrol. Baseline hitung CD4 sama pada kedua kelompok, sementara data level RNA HIV tidak tersedia pada sebagian besar pasien. Penggunaan statin, terlepas dari durasi pemberiannya, terkait dengan penurunan risiko limfoma. Dalam analisis multivariat, penggunaan statin lebih dari 12 bulan, kurang dari 12 bulan, dan pernah menggunakan statin menurunkan risiko limfoma secara signifikan (hazard ratio: 0,5; 0,64; 0,55 secara berurutan). Nilai p untuk tren penggunaan statin adalah 0,08.
Terapi penurun kadar lemak lain, termasuk niacin, fibrate, dan resin penurun kolesterol, tidak terkait dengan risiko limfoma. Para peneliti menduga efek protektif statin timbul karena adanya efek anti-inflamasi dan inhibisi cyclin-dependent kinase. Namun, studi ini memiliki beberapa keterbatasan, seperti tidak tersedianya data mengenai kadar RNA HIV, obesitas yang tidak dilaporkan, dan kekuatan uji klinis yang lemah. Meskipun demikian, studi ini mempelajari strategi pencegahan kanker yang tidak melibatkan terapi anti-retrovirus atau sistem imun. Uji klinis prospektif dalam skala yang lebih besar dibutuhkan untuk mengonfirmasi temuan ini.

Nicergoline Memperbaiki Keluhan Disfagia dengan Meningkatkan Substansi P

Nicergoline Memperbaiki Keluhan Disfagia dengan Meningkatkan Substansi P
Disfagia dapat menyebabkan aspirasi yang diketahui sebagai faktor risiko timbulnya pneumonia aspirasi pada orang lanjut usia. Disfagia dikaitkan dengan memburuknya sekresi substansi P. Substansi P adalah suatu neuropeptida yang berfungsi sebagai neurotransmiter dan neuromodulator,dari golongan neuropeptida takikinin. Selain itu, substansi P juga merupakan elemen penting di dalam persepsi nyeri.
Fungsi sensoris substansi P diperkirakan berkaitan dengan transmisi informasi nyeri ke dalam susunan saraf pusat. Substansi P bersama dengan neurotransmiter eksitatorik glutamat di dalam aferen primer merespon terhadap stimulasi nyeri. Substansi P dikaitkan dengan regulasi gangguan mood, ansietas, stress, neurogenesis mual/muntah, nyeri dan nosiseptif, dan sebagainya. Substansi P dan neuropeptida sensoris lainnya dapat dilepaskan dari terminal tepi serat saraf sensoris di kulit, otot dan sendi. Pusat muntah di medula mengandung substansi P dan reseptornya dalam konsentrasi yang tinggi, selain itu, neurotransmiter lain seperti choline, histamin, dopamin, serotonin dan opioid. Aktivasinya akan menstimulasi refleks muntah.
Karena nicergoline akhir-akhir ini dilaporkan dapat meningkatkan sekresi dari substansi P, maka nicergoline diduga dapat memperbaiki disfagia dengan meningkatkan regulasi substansi P, namun demikian peran nicergoline dalam proses ini belum pernah diperlihatkan. Penelitian yang akan dibahas ini akan membandingkan efek dari nicergoline pada substansi P serum dan disfagia dengan efek dari imidapril, sebuah obat penyekat enzim pengkonversi angiotensin (angiotensin-converting enzyme inhibitor, ACE-inhibitor) yang efikasinya dalam memperbaiki disfagia dan mencegah pneumonia telah diketahui.
Penelitian yang dilakukan  secara acak ini dilakukan Dr. Nakashima T., dkk, dan dipublikasikan dalam journal Medicine tahun 2011. Intervensi dilakukan dengan memberikan imidapril (5 mg/hari) atau nicergoline (15 mg/hari) pada 60 orang lanjut usia selama 6 bulan.  Tujuan utama penelitian ini adalah efek dari obat-obat ini pada kadar substansi P dan disfagia 4 minggu setelah memulai pengobatan. Tujuan keduanya adalah untuk mengetahui efek dari obat-obat ini pada kekambuhan pneumonia selama 6 bulan pengobatan.
Peningkatan bermakna pada substansi P terlihat pada kedua obat setelah pengobatan selama 4 minggu. Pasien yang keluhan disfagia-nya membaik memperlihatkan kadar substansi P serum yang meningkat secara bermakna. Tidak ada perbedaan yang secara statistik bermakna pada proporsi keseluruhan pasien yang memperlihatkan perbaikan disfagia dan kekambuhan pneumonia dengan pengobatan imidapril atau nicergoline. Nicergoline, dan bukan imidapril, tampaknya lebih efektif dalam memperbaiki disfagia dan peningkatan serum substansi P pada pasien dengan demensia.
Kesimpulan yang ditarik oleh peneliti adalah bahwa nicergoline memiliki efek yang sebanding dengan ACE inhibitor dalam memperbaiki disfagia. Nicergoline mungkin adalah regimen baru untuk pengobatan disfagia pada orang lanjut usia yang tidak dapat diterapi dengan ACE inhibitor.

Polutan Meningkatkan Risiko Cacat Lahir

Polutan Meningkatkan Risiko Cacat LahirWanita hamil yang terpapar dengan asap batubara dan pestisida mempunyai kemungkinan  hingga empat kali lebih  untuk melahirkan bayi dengan cacat tabung saraf (NTD), hal ini berdasarkan dari sebuah penelitian yang dilakukan di Cina. Para peneliti mempelajari terhadap 80 bayi baru lahir dan janin digugurkan dengan cacat otak dan sumsum tulang belakang dan menemukan bahwa plasenta mereka memiliki jumlah jauh lebih tinggi bahan kimia tertentu dibandingkan dengan plasenta bayi tanpa cacat lahir.
Cacat lahir telah lama dikaitkan dengan kekurangan asam folat, ibu obesitas dan diabetes. Pencemaran lingkungan juga telah dicurigai sebagai penyebab lainnya, tetapi belum ada bukti langsung yang sangat sedikit menunjukkan hubungan tersebut.
Dalam penelitian di Cina, peneliti mendeteksi adanya hidrokarbon polisiklik aromatik (PAH) kadar tinggi yang berasal dari menghirup asap pembakaran batu bara, dan pestisida sintetis seperti DDT, hexachlorocyclohexane (HCH) dan endosulfan dalam plasenta bayi dengan NTDs. Selain nutrisi dan oksigen, polutan dapat dengan mudah melewati barier plasenta berpotensi mengganggu pertumbuhan embrio. Hal ini disampaikan oleh peneliti Dr. Zhu Tong di the State Key Joint Laboratory for Environmental Simulation and Pollution Control in Beijing University.
Temuan penelitian ini diterbitkan dalam jurnal Proceding National Academy of Sciences secara online pada Juli 2011. Dr. Zhu dan rekan melibatkan wanita hamil di empat pedesaan kabupaten di utara provinsi Shanxi, dimana NTD terjadi pada 14 dari setiap 1.000 bayi (jauh lebih tinggi daripada rata-rata nasional). Mereka menganalisis plasenta dari 80 bayi atau janin yang diaborsi dengan NTD dan membandingkannya dengan plasenta dari 50 bayi tanpa cacat tersebut.
Para peneliti menemukan bahwa, wanita yang memiliki bahan kimia PAH (dari pembakaran batu bara) pada plasenta lebih tinggi daripada tingkat rata-rata, mempunyai 4,5 kali lebih besar untuk memiliki bayi lahir cacat, sementara mereka dengan kadar pestisida yang lebih tinggi dari rata-rata adalah sekitar tiga kali lebih besar untuk memiliki bayi dengan cacat.

Statin Tidak Meningkatkan Risiko Kanker

Statin Tidak Meningkatkan Risiko KankerPenggunaan statin tidak berhubungan dengan peningkatan risiko kanker. Temuan ini merupakan hasil analisis restrospektif yang dilakukan oleh dr. Claudio Marelli dkk. dari S2 Statistical Solutions di Cincinnati, Ohio, Amerika Serikat, yang dipublikasikan di Journal of the American College of Cardiology edisi Juli 2011. Sebuah penelitian lain, yang dilakukan oleh Jenny Poyntern dkk. dari Departments of Epidemiology University of Michigan, Amerika Serikat, memperlihatkan bahwa penggunaan statin disertai dengan penurunan risiko relatif kanker kolorektal sebesar 47%. Penelitian lain lagi, yang dilakukan oleh dr. Elizabeth Platz dkk. dari Department of Epidemiology, Johns Hopkins Bloomberg School of Public Health, memperlihatkan bahwa pemberian statin tidak berhubungan dengan risiko kanker prostat dan bahkan menurunkan risiko kanker prostat. Penelitian lainnya, yang dilakukan oleh Dr Alawi Alsheikh-Ali and Richard Karas dari Tufts University School of Medicine, Boston, Amerika Serikat, juga tidak menemukan hubungan antara peningkatan risiko kanker dengan penggunaan statin.
Namun, ada beberapa penelitian observasional lain yang memperlihatkan bahwa pemberian statin dalam jangka panjang dapat meningkatkan risiko kanker. Penelitian yang dilakukan oleh dr. Ilir Agalliu dkk. dari Program in Epidemiology, Division of Public Health Sciences, Fred Hutchinson Cancer Research Center, Seattle, Amerika Serikat memperlihatkan peningkatan risiko kanker pada pasien-pasien obesitas yang diterapi dengan statin. Lain lagi dengan penelitian oleh dr. Patricia Coogan dari Slone Epidemiology Center, Boston University School of Medicine, Boston. Penelitian yang dilakukannya tidak menunjukkan penurunan risiko kanker kolorektal pada pasien-pasien yang diterapi dengan statin. Dengan adanya berbagai penelitian dengan hasil yang kontradiktif ini, dr. Marelli dkk. melakukan sebuah analisis retrospektif untuk mengetahui efek terapi statin terhadap risiko kanker.
Penelitian yang dilakukan oleh dr. Marelli dkk. ini menggunakan data dari pusat data General Electric Centricity, yang merupakan EMR (electronic medical records) komersial yagn digunakan secara luas oleh para dokter di Amerika untuk pengaturan rekam medik lebih dari 30 juta pasien. Setelah dilakukan pencarian menggunakan metode skor-propensitas, para peneliti menemukan 45.857 pasien yang sesuai dengan kriteria penelitian (pengguna statin dan non-statin) dari tahun 1990 hingga 2009. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa setelah masa follow up, rata-rata 4,6 tahun, angka kejadian kanker tidak berbeda bermakna antara kedua kelompok perlakuan (pengguna statin dan non-statin).
Simpulannya, penelitian retrospektif yang dilakukan memperlihatkan tidak adanya hubungan yang bermakna antara penggunaan statin dengan peningkatan risiko kanker. Hasil penelitian ini sesuai dengan beberapa penelitian yang dilakukan sebelumnya. Pada tahun 2005, CTT (Cholesterol Treatment Trialists) mempublikasikan sebuah metaanalisis dari 14 penelitian acak yang melibatkan lebih dari 90.000 pasien dan tidak menemukan peningkatan risiko kanker dengan terapi statin. Pada tahun 2010, sekali lagi CTT mempublikasikan sebuah up-date mengenai meta-analisis yang pernah disampaikan, yang juga tidak menemukan hubungan antara terapi statin dengan peningkatan risiko kanker.

Omega-3 Menurunkan Inflamasi dan Kecemasan pada Mahasiswa Kedokteran

Omega-3 Menurunkan Inflamasi dan Kecemasan pada Mahasiswa KedokteranPenelitian observasional telah menunjukkan adanya hubungan kadar omega-3 (n-3) asam lemak tak jenuh ganda (PUFA) yang rendah dan tingginya omega-6 (n-6) PUFA dengan peradangan dan depresi. Hal ini merupakan kesimpulan dari studi terbaru yang dilakukan oleh Dr. Jenice K. dkk., yang dipublikasikan dalam jurnal Brain, Behavior dan Immunity tahun 2011. Dalam studi tersebut pada awalnya bertujuan untuk menilai apakah n-3 menurunkan produksi sitokin pro-inflamasi dan gejala depresi maupun kecemasan pada orang dewasa muda yang sehat.
Studi yang dilakukan dengan disain paralel, plasebo-terkontrol, tersamar ganda ini dilakukan selama 12 minggu dengan intervensi suplementasi n-3 dibadingkan dengan suplementasi placebo. Melibatkan sebanyak 68 mahasiswa kedokteran, dengan parameter yang diukur adalah sampel darah serial selama periode rendah stres serta pada hari sebelum ujian. Para siswa menerima n-3 (2,5 g/hari, 2085 mg asam eicosapentaenoic dan 348 mg asam docosahexanoic) atau kapsul plasebo sebagai pembanding.
Dibandingkan dengan kontrol, para siswa yang menerima n-3 menunjukkan penurunan sebesar 14% dari lipopolisakarida (LPS) merangsang produksi interleukin 6 (IL-6) dan penurunan 20% dalam gejala kecemasan, tanpa perubahan signifikan dalam gejala depresi. Individu berbeda dalam penyerapan dan metabolisme dari suplementasi n-3 PUFA, serta dalam kepatuhan, dari analisis sekunder yang menggunakan rasio n-6: n-3 plasma  pada kelompok perlakuan menunjukkan bahwa terjadi penurunan rasio n-6: n-3 yang menyebabkan kecemasan yang lebih rendah dan pengurangan rangsangan IL-6 dan produksi tumor necrosis factor alfa (TNF-alfa). Data ini menunjukkan bahwa suplementasi n-3 dapat mengurangi peradangan dan kecemasan bahkan di kalangan orang dewasa muda yang sehat.
Pengurangan gejala kecemasan yang terkait dengan suplementasi n-3 memberikan bukti pertama bahwa n-3 mungkin memiliki potensi manfaat bagi individu sebagai ansiolitik tanpa terdiagnosis gangguan kecemasan.

Senin, 25 Juli 2011

Suplementasi Probiotik Memperbaiki Gejala Rinitis Alergika pada Anak

Suplementasi Probiotik Memperbaiki Gejala Rinitis Alergika pada AnakInsidens penyakit alergi pada masa kanak-kanak meningkat di seluruh dunia, terutama di negara-negara industri, hal ini kemungkinan disebabkan oleh sistem imun tidak mendapatkan stimulasi yang adekuat pada tahap awal kehidupan. Penyakit alergi dapat menyebabkan ketidakmampuan pada anak-anak, dan dapat menimbulkan penurunan kualitas hidup serta menurunkan efektivitas kerja para orang tua.

Bakteri probiotik dapat memperbaiki keseimbangan mikroba usus, dan dapat mempermudah modulasi respon imun. Terdapat perbedaan komposisi flora usus pada anak-anak yang mengalami alergi dengan yang tidak. Khususnya, jumlah Clostridia dalam flora usus lebih tinggi pada orang yang mengalami alergi, sedangkan jumlah Bifidobacteria lebih rendah.  Terlebih lagi, gaya hidup akhir-akhir ini telah mengubah komposisi mikroflora usus, dengan prevalensi enterobacteria pada Lactobacilli dan Bifidobacteria. Intervensi pada flora usus melalui konsumsi mikrobiota hidup (Lactobacilli), dapat membantu maturasi sistem imun yang tepat, dan menurunkan perkembangan alergi pada masa kanak-kanak.
Dari salah satu hasil review beberapa studi penggunaan Lactobacillus yang dikaitkan dengan gejala rinitis alergika dan asma dilakukan oleh Dr. Betsi GI, dkk, yang dipublikasikan dalam jurnal Annals of Allergy, Asthma, & Immunology tahun 2008. dalam review tersebut memasukan beberapa studi klinis acak tersamar-gada, dan menunjukkan hasil bahwa; 9 dari 12 RCT yang mengevaluasi manfaat klinis pada rinitis alergika memperlihatkan adanya perbaikan terkait dengan penggunaan probiotik. Seluruh RCT mengenai  rinitis alergika musiman memperlihatkan skor gejala dan penggunaan obat-obatan yang lebih rendah dengan penggunaan probiotik dibandingkan dengan plasebo.5 dari 8 RCT mengenai  rinitis alergika musiman  memperlihatkan adanya perbaikan pada clinical outcomes. RCT yang melaporkan penilaian berbagai parameter imunologik terhadap alergi memperlihatkan tidak adanya efek probiotik yang bermakna.
Probiotik mungkin mempunyai efek yang menguntungkan terhadap rinitis alergika dengan menurunkan tingkat keparahan gejala-gejala yang timbul dan penggunaan obat-obatan. Dibutuhkan lebih banyak studi yang berkualitas baik untuk memecahkan masalah ini.

sumber : kalbe farma

PIOfix Study: Efek Fiksasi Pioglitazone/Metformin pada Dislipidemia Diabetik

PIOfix Study: Efek Fiksasi Pioglitazone/Metformin pada Dislipidemia Diabetik
Sebuah uji klinik dengan objektif melihat bagaimana efek dari fiksasi kombinasi Pioglitazone Metformin (PM) dibandingkan fiksasi kombinasi Glimepiride Metformin (GM) pada pasien dislipidemia diabetik. Dislipidemia pada pasien diabetes tipe 2 memiliki karakteristik tingginya kadar trigliserida, menurunnya kadar kolesterol high-density lipoprotein (HDL) dan meningkatnya partikel small dense low-density lipoprotein (LDL). Kondisi tsb disertai menurunnya fungsi sel beta pankreas, terjadinya inflamasi kronis yang bersifat sistemik dan meningkatnya risiko kejadian kardiovaskuler. Disain penelitian ini dilakukan buta ganda paralel melibatkan total 288 pasien diabetes tipe 2 (187 pria, 101 wanita, dengan usia [mean +/- SD], 59 +/- 10 tahun); body mass index, 32.6 +/- 5.1 kg/m2; hemoglobin A1c [HbA1c], 7.3 +/- 0.8%).

Secara acak kelompok terbagi atas yang mendapatkan kombinasi Pioglitazone Metformin (PM) atau Glimepiride Metformin (GM), penelitian dilakukan selama 6 bulan. Parameter yang dinilai dari nilai dasar hingga evaluasi akhir adalah dari HDL, LDL, triglyceride, fasting insulin, fasting glucose, total adiponectin, intact proinsulin, dan high-sensitivity C-reactive peptide (hsCRP).
Hasil:
Parameter                                      Perubahan parameter pada PM               Perubahan parameter pada GM        Nilai p
HDL (mmol/L)                                 0,08 +/- 0,25                                        -0,01 +/- 0,28                               <0,001
LDL (mmol/L)                                 0,29 +/- 0,66                                          0,25 +/- 0,90                               NS+
Trigliserida (mmol/L)                      -0,47 +/- 1,30                                        -0,19 +/- 1,39                               NS+
HbA1c (%)                                     -0,80 +/- 0,90                                        -1,00 +/- 0,90                               NS+
Kadar insulin puasa (μU/mL)           -5,20 +/- 11,9                                        -0,10 +/- 9,80                               0,001
Kadar glukosa puasa (mmol/L)        -1,20 +/- 2,10                                        -1,20 +/- 2,20                               NS+
hsCRP* (mg/L)                              -0,90 +/- 1,90                                         0,00 +/- 1,80                               0,001
Fasting intact proinsulin++ (pmol/L) -5,50 +/- 11,1                                        -0,10 +/- 10,0                               0,001
Adiponectin# (mg/L)                      +6,80 +/- 6,40                                       +0,70 +/- 2,70                              <0,001
*hsCRP : high sensitivity C-Reactive Protein : Pasien dengan peningkatan kadar CRP meningkatkan risiko diabetes, hipertensi dan penyakit kardiovaskuler
+ NS : No Significant
++ Fasting intact proinsulin : Marker dari resistensi insulin, untuk mengidentifikasi pasien yang sesuai terhadap pemberian terapi golongan sensitizer insulin atau memonitor keberhasilan terapi sensitizer insulin
#Adiponectin : Hormon yang membantu sejumlah proses metabolik termasuk regulasi glukosa dan katabolisme asam lemak, disekresi dari jaringan adiposa, kadarnya berlawanan dengan persentase jaringan lemak tubuh.
Simpulannya, dengan hasil akhir kontrol glukosa yang sebanding, kombinasi terfiksasi Pioglitazone Metformin lebih efektif dalam memperbaiki kolesterol HDL dibandingkan kombinasi terfiksasi Glimepiride Metformin. Efek positif lain yang berhasil di observasi adalah dari biomarker metabolisme lipid, fungsi sel beta, aktivitas adipose visceral dan inflamasi kronis sistemik yang lebih baik pada kombinasi terfiksasi Pioglitazone Metformin pada pasien dislipidemia diabetik.

sumber : kalbe farma

Levonorgestrel Intrauteri Efektif pada Perempuan Menopause yang Menggunakan Terapi Sulih Estrogen

Levonorgestrel Intrauteri Efektif pada Perempuan Menopause yang Menggunakan Terapi Sulih EstrogenLevonorgestrel-releasing intrauterine system (LNG-IUS) sama efektifnya dengan regimen progestogen sistemik untuk proteksi endometrium pada para perempuan pengguna terapi sulih estrogen (estrogen replacement therapy). Temuan ini bersumber dari sebuah meta-analisis yang dilakukan oleh dr. Woraluk Somboonporn dan kolega dari Thailand, yang dipublikasikan online di jurnal Menopause akhir Juni 2011. Melatarbelakangi penelitian ini, dr. Woraluk mengungkapkan, "Mengingat suplementasi progestogen terbukti menurunkan risiko kanker endometrium pada para perempuan pengguna terapi sulih estrogen, terapi progestogen sistemik tampaknya terkait dengan sejumlah efek samping pada sistem organ lain, khususnya peningkatan risiko penyakit kardiovaskuler dan kanker payudara." Karena itu, LNG-IUS (yang menghasilkan kadar levonorgestrel intrauteri yang tinggi, tetapi kadar sistemiknya rendah) dapat bermanfaat pada situasi ini.  
Guna menginvestigasi lebih jauh, tim peneliti telah mengidentifikasi enam studi dengan follow-up sekurang-kurangnya selama 12 bulan, melibatkan 518 perempuan menopause pengguna terapi sulih estrogen dengan LNG-IUS (20 mcg/hari) atau progestogen sistemik. Dari lima studi yang melaporkan histologi endometrium, empat studi di antaranya tidak menemukan adanya proliferasi endometrium dengan metode oposisi progestasional mana pun, sementara satu studi melaporkan peningkatan insidens proliferasi endometrium dengan pemberian medroxyprogesterone acetate oral sekuensial. Dengan demikian, meta-analisisnya memperlihatkan insidens proliferasi endometrium yang lebih rendah secara bermakna pada kelompok LNG-IUS dibanding kelompok progestogen sistemik (odds ratio 0,07). Satu studi lainnya, yang melaporkan data perdarahan pervaginam, menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan antara kedua kelompok. 
Lebih lanjut, kecenderungan penghentian terapi lebih rendah pada kelompok LNG-IUS dibanding kelompok progestogen sistemik (odds ratio 0,62). Namun, studi yang terlama hanya dilangsungkan selama 24 bulan sehingga tidak dapat ditarik simpulan mengenai keamanan endometrium jangka panjang, dan tidak ada studi yang menyediakan data tentang kejadian kanker payudara atau penyakit kardiovaskuler.
Meskipun demikian, dr. Somboonporn dan kolega menyimpulkan, "Melihat hasil tinjauan ini, LNG-IUS layak dipertimbangkan sebagai salah satu alternatif untuk proteksi endometrium pada para perempuan peri- dan pasca-menopause yang tengah menggunakan terapi sulih estrogen."

sumber : kalbe farma

Perbandingan Efek Sevoflurane dengan Propofol terhadap Fungsi Kognitif Pasca-Operasi

Perbandingan Efek Sevoflurane dengan Propofol terhadap Fungsi Kognitif Pasca-OperasiSebuah studi dilakukan baru-baru ini untuk menentukan outcome kognitif dan klinis setelah anestesia sevoflurane dibandingkan propofol pada bedah jantung on-pump. Dalam studi tersebut, 128 pasien secara acak mendapat anestesia propofol atau sevoflurane. Abbreviated Mental Test, Stroop Test, Trail-Making Test, Word Lists, dan penilaian mood dilakukan sebelum pembedahan serta pada hari ke-2, ke-4, dan ke-6 pasca-pembedahan.

Hasilnya menunjukkan bahwa pasien dengan desaturasi oksigen otak menunjukkan hasil yang lebih buruk dibanding pasien tanpa desaturasi pada 3 dari 4 tes kognitif. Pasien yang mendapat anestesia sevoflurane menunjukkan hasil yang lebih baik dibanding pasien yang mendapat propofol pada semua tes kognitif. Interaksi antara regimen anestetik dan desaturasi ditemukan pada semua tes kognitif. Tidak ditemukan perbedaan dalam penanda disfungsi organ atau outcome klinis secara umum.
Sebuah studi lain, yang membandingkan karakteristik pulih sadar dari anestesia rawat jalan dengan sevoflurane dibanding dengan propofol plus fentanyl, juga pernah dilakukan. Studi acak tersebut mengikutsertakan 60 pasien bedah elektif dengan durasi hingga 3 jam. Hasilnya menunjukkan bahwa waktu untuk ekstubasi dan pulih sadar secara bermakna lebih cepat dengan sevoflurane. Pasca-operasi, pasien dengan sevoflurane juga merasa lebih sedikit mengalami kebingungan, menunjukkan performa yang lebih baik dalam tes substitusi angka simbol, serta mencapai skor Aldrete yang lebih tinggi dengan lebih cepat dibanding pasien dengan propofol.
Simpulannya, anestesia sevoflurane terkait dengan pemeliharaan fungsi kognitif pasca-operasi yang lebih baik dibanding propofol.

sumber : kalbe farma

Perbandingan Efek Sevoflurane dengan Propofol pada Jantung setelah Jejas Iskemia-Reperfusi

Perbandingan Efek Sevoflurane dengan Propofol pada Jantung setelah Jejas Iskemia-ReperfusiPada pasien dengan bedah CABG off-pump, penurunan oksidasi asam lemak yang dimediasi oleh sevoflurane berkaitan erat dengan perbaikan fungsi jantung pasca-operasi, yang dinilai dengan ekokardiografi transesofageal dan kateterisasi arteri pulmonal. Selama ini, belum ada studi yang menilai efek sevoflurane, propofol, dan emulsi lemak parenteral pada tingkat oksidasi asam lemak dan oksidasi glukosa pada jantung setelah jejas iskemia-reperfusi (jejas akibat reperfusi setelah periode iskemia). Sejauh ini, hanya pernah dilakukan beberapa studi yang secara tidak langsung mengeksplorasi efek dari anestesi pada preferensi bahan bakar dan pergeseran substrat dalam jantung.

Namun, saat ini telah dilakukan studi pada jantung tikus yang dipajankan terhadap iskemia selama 20 menit dan reperfusi selama 30 menit. Dalam studi tersebut, dilakukan penilaian terhadap sevoflurane 2% dan propofol 1% peri-iskemik pada metabolisme energi oksidatif dan konsentrasi ion kalsium intraseluler diastolik dan sistolik menggunakan indo-1AM. Emulsi lemak parenteral digunakan sebagai kontrol. Aliran substrat diukur dengan menggunakan [3H] palmitate dan [14C] glucose. Western blotting digunakan untuk menentukan ekspresi transporter glukosa GLUT4 sarkolema dalam rakitan lemak. Juga dilakukan analisis biokimia nukleotida, ceramide, dan acylcarnitines.
Hasilnya menunjukkan bahwa sevoflurane meningkatkan pemulihan kerja ventrikel kiri (p=0,008) dan efisiensi miokardium (p=0,008) dibandingkan dengan jantung iskemik yang tidak diterapi, sedangkan propofol tidak. Perbaikan hemodinamik tersebut disertai dengan berkurangnya peningkatan konsentrasi ion kalsium intraseluler diastolik dan sistolik pasca-iskemik (p=0,008). Sevoflurane meningkatkan oksidasi glukosa (p=0,009) dan menurunkan oksidasi asam lemak (p=0,019) pada jantung yang terpajan iskemia-reperfusi, tetapi propofol tidak. Ekspresi GLUT4 secara nyata meningkat pada rakitan lemak pada jantung yang diterapi sevoflurane (p=0,016). Peningkatan oksidasi glukosa sangat terkait dengan penurunan muatan ion kalsium yang berlebih.
Emulsi lemak parenteral sendiri menurunkan beban energi dan meningkatkan kadar hydroxyacylcarnitine jaringan, dan sevoflurane menurunkan pembentukan ceramide toksik. Dari hasil studi tersebut, disimpulkan bahwa peningkatan ambilan glukosa melalui GLUT4 menyebabkan pemulihan beban ion kalsium yang berlebih setelah jejas iskemia-reperfusi pada jantung yang diterapi dengan sevoflurane, tetapi tidak demikian pada jantung yang diterapi dengan propofol.

sumber : kalbe farma

Atorvastatin Memperbaiki Aktivitas Simpatis Miokardium Pasien Gagal Jantung

Atorvastatin Memperbaiki Aktivitas Simpatis Miokardium Pasien Gagal JantungPemberian atorvastatin memperbaiki aktivitas simpatis miokardium pada pasien-pasien gagal jantung dengan DCM (dilated cardiomyopathy). Simpulan ini merupakan hasil penelitian yang dilakukan oleh dr. Tsutamoto dan kolega dari Toyosato Hospital, Jepang. Pada pasien-pasien dengan gagal jantung, terjadi penurunan aktivitas simpatis miokardium, yang pada akhirnya menurunkan fungsi jantung karena aktivitas simpatis miokardium berhubungan erat dengan LVEF (Left Ventricular Ejection Fraction). Beberapa penelitian memperlihatkan bahwa terapi menggunakan spironolakton, valsartan, candesartan, dan beberapa obat antihipertensi lain, di samping terapi standar untuk gagal jantung, dapat memperbaiki aktivitas simpatis miokardium pada pasien-pasien gagal jantung.

Obat-obat golongan statin tergolong obat penurun kadar lemak yang paling sering diberikan untuk pasien-pasien dengan hiperkolesterolemia. Selain menurunkan kadar lemak darah, pemberiannya juga memiliki berbagai efek pleiotropik lainnya, seperti meningkatkan bioavailabilitas nitric oxide, menstabilkan plak arterosklerotik, mengatur angiogenesis, mengurangi respons inflamasi, serta memiliki efek anti-platelet dan efek anti-trombotik. Dengan berbagai manfaat pleiotropiknya tersebut, para ahli menyimpulkan bahwa statin memiliki peranan penting dalam mencegah berbagai penyakit kardiovaskuler, seperti VTE (venous thromboembolism).
Hingga kini, banyak ahli yang merekomendasikan pemberian terapi statin pada pasien-pasien dengan risiko tinggi penyakit kardiovaskuler walaupun kadar lemak dalam darah masih dalam batas normal. Rekomendasi ini telah meningkatkan penggunaan statin di seluruh dunia untuk berbagai kasus, terutama kasus-kasus yang berhubungan dengan penyakit kardiovaskuler dan serebrovaskuler. Namun, apakah statin juga dapat membantu memperbaiki aktivitas simpatis miokardium pada pasien-pasien gagal jantung masih belum diketahui. Karena itu, sebuah penelitian dilakukan oleh dr. Tsutamoto dan kolega guna mengevaluasi efek terapi atorvastain dan rosuvastatin terhadap aktivitas simpatis miokardium pada pasien-pasien gagal jantung dengan DCM. Penelitian ini melibatkan 63 pasien rawat jalan dengan DCM stabil, yang telah mendapat terapi standar untuk gagal jantung kronik. Pasien secara acak diterapi dengan atorvastatin (n=32) atau rosuvastatin (n=31). Selama penelitian berlangsung, dilakukan evaluasi terhadap aktivitas simpatis dengan MIBG ((123)I-metaiodobenzylguanidine) scintigraphy, parameter hemodinamik, dan faktor-faktor neurohumoral sebelum dan sesudah terapi. Penelitian berlangsung selama 6 bulan. Pada kedua kelompok, tidak ditemukan perbedaan karakteristik baseline.
Hasil penelitian setelah 6 bulan memperlihatkan bahwa pada kelompok terapi rosuvastatin tidak ditemukan perubahan parameter MIBG maupun perubahan kadar plasma NT-proBNP (N-terminal pro-B-type natriuretic peptide). Sebaliknya, pada kelompok terapi atorvastatin terjadi peningkatan delayed heart/mediastinum count ratio, penurunan washout rate, dan penurunan kadar NT-proBNP secara bermakna. Para ahli dalam penelitian ini menyimpulkan bahwa atorvastatin memperbaiki aktivitas simpatis miokardium pada pasien-pasien gagal jantung dengan DCM. Meskipun demikian, penelitian dengan jumlah pasien yang lebih banyak perlu dilakukan untuk meneliti lebih lanjut mengenai efek terapi.

Rabu, 20 Juli 2011

Teh atau Kopi Hangat Menurunkan Kolonisasi MRSA Sekret Hidung

Teh atau Kopi Hangat Menurunkan Kolonisasi  MRSA Sekret HidungTeh atau Kopi Hangat Dikaitkan dengan Rendahnya MRSA pada sekret Hidung, hal ini merupakan kesimpulan hasil penelitian yang dilakukan oleh Dr. Eric M. Matheson yang dipublikasikan dalam jurnal Annals of family Medicine tahun 2011. Dari studi sebelumnya menunjukkan bahwa teh memiliki aktivitas antimikroba terhadap beberapa jenis bakteri patogen, termasuk: Vibrio cholerae, Escherichia coli, Shigella, Salmonella, dan S. aureus. Sedangkan kopi tampaknya juga memiliki sifat antimikroba terhadap Escherichia coli, Salmonella, dan S aureus. Baik penelitian in-vitro maupun in-vivo menunjukkan bahwa teh atau ekstrak berbasis teh memiliki sifat antimikroba saat dioleskan.

Dalam studi yang dilakukan oleh Dr. eric M. Matheson, juga dilihat potensi antimikroba dari teh ataupun kopi hangat, khususnya dalam hubungannya dengan penurunan frekuensi MRSA (methicillin-resistant Staphylococcus aureus) dalam sekret hidung, dengan subyek yang berasal dari National Health and Nutrition Examination Survey dari tahun 2003-2004.
Diperkirakan sekitar 1,4% dari populasi mengangandung MRSA di dalam sekret hidung, dan setelah dilakukan analisis regresi dan penyesuaian dari faktor usia, ras, jenis kelamn, rasio penghasilan, status kesehatan, perawatan di rumah sakit dalam kurun 12 bulan terakhir, serta penggunaan antibiotik pada bulan terakhir, menunjukkan bahwa jumlah subyek yang mengandung MRSA dalam sekret hidung pada subyek yang minum teh hangat separoh lebih sedikit jika dibandingkan dengan minum  bukan teh hangat, begitu pula untuk subyek ayng minum kopik hangat.
Konsumsi teh ataupun kopi hangat, merupakan salah satu cara menurunkan MRSA dalam sekret hidung yang aman, murah dan mudah dilakukan.

Kalbe Farma

Studi Hewan Coba. Arginine Membantu Penyembuhan Luka

Studi Hewan Coba. Arginine Membantu Penyembuhan LukaKemajuan terapi nutrisi telah menyebabkan penggunaan spesifik suplementasi arginin untuk sintesis protein, produksi nitric oxide (NO) dan proliferasi sel melalui metabolismenya menjadi ornitin dan poliamin. Muncul bukti dari hasil studi pada hewan dan manusia bahwa NO berperan dalam penyembuhan luka. Efek NO dalam penyembuhan luka disebabkan karena pengaruhnya terhadap angiogenesis, inflamasi, proliferasi sel, deposisi matriks dan remodelling. 

Arginine digolongkan sebagai asam amino non-esensial yang menjadi asam amino esensial kondisional pada keadaan stres. Arginin telah menunjukkan dapat membantu penyembuhan luka dan deposit kolagen pada luka insisi buatan pada hewan dan manusia.
Suatu penelitian yang dilakukan oleh Zunic, G. dkk dan dipublikasikan dalam jurnal Nitrix Oxide tahun 2009. Studi tersebut dilakukan untuk meneliti produksi NO dan asam amino bebas pada luka selama 3 hari pertama pasca luka pada kulit. Penelitian tersebut dilakukan pada 18 ekor tikus yang menjalani implantasi spons polyvinyl pada kulit dan 6 ekor tikus sebagai kontrol. Kemudian dilakukan pengukuran nitrit, nitrat, asam amino bebas dan urea dalam plasma dan cairan luka. Selain itu juga dianalisis ekspresi gen inducible nitric oxide synthetase (iNOS) pada luka.
Tingkat tertinggi dari ekspresi gen iNOS dan aktivitasnya (peningkatan citruline dan nitrit dalam cairan luka) ditemukan pada hari pertama. Kadar nitrat dalam cairan luka secara bermakna lebih tinggi dibanding dalam plasma sepanjang periode dan rasio molar nitrat terhadap nitrit meningkat. Hal ini dikaitkan dengan peningkatan ornitin dan urea secara bertahap dan penurunan arginin serta peningkatan fenilalanin pada luka. Penurunan glisin secara bertahap terhadap rasio molar asam amino rantai cabang secara bertahap juga ditemukan dalam plasma maupun dalam cairan luka.
Dari studi tersebut menunjukkan bahwa peran intervensi diet dalam bentuk suplementasi arginin juga terbukti memberikan manfaat pada penyembuhan lukan, perlu dilakukan studi lebih lanjut pada aplikasi pada penyembuhan luka pada manusia. Meskipun hipotesis bahwa arginin dapat menbantu penyembuhan luka sering didiskusikan, namun efek terapi suplementasi arginin pada penyembuhan luka kronik pada manusia masih memerlukan studi lebih lanjut. Uji klinik yang didisain dengan baik diperlukan untuk menentukan apakah suplementasi arginin efektif dalam membantu penyembuhan luka akut dan kronik pada manusia dan berapa dosis arginin yang direkomendasikan untuk memenuhi kebutuhan selama fase penyembuhan luka.

Kalbe Farma

Kecemasan Meningkatkan Penderitaan dan Ketidakmampuan Pasien dengan Nyeri Kronik

Kecemasan Meningkatkan Penderitaan dan Ketidakmampuan Pasien dengan Nyeri KronikDari studi terbaru diketahui bahwa individu dengan tingkat kecemasan yang tinggi akibat nyeri kronik yang diderita, memperlihatkan disabilitas dan kondisi emosional yang lebih buruk, namun penggunaan strategi penanggulangan rasa cemas dapat membantu mengatasi keadaan ini.Hal ini merupakan kesimpulan dari hasil studi yang dilakukan oleh Dr. Lance McCracken, dan Dr. Edmund Keogh, psikolog dari the University of Bath, Inggris dan dipublikasikan dalam jurnal Pain tahun 2009.

Dalam studi ini para peneliti ingin mengethaui peran rasa cemas dalam fungsi sehari-hari pasien dengan nyeri kronik. Rasa cemas berhubungan dengan tingkat kondisi emosional yang lebih buruk dan gangguan fungsi. Para peneliti juga mengevaluasi peran dari 3 mekanisme penanggulangan rasa cemas untuk menentukan pengaruhnya sebagai penahan yang akan meniadakan efek dari rasa cemas. 3 mekanisme tersebut adalah: penerimaan terhadap rasa nyeri, kesadaran diri terhadap rasa nyeri dan perilaku berdasarkan norma-norma.
125 pasien dewasa yang terlibat dalam studi ini, mengisi kuosioner untuk menilai rasa cemas terhadap nyeri, mengukur penerimaan mereka terhadap rasa nyeri yang dialami, mengidentifikasi norma-norma yang mereka anut, dan untuk  mengukur tingkat kesadaran mereka terhadap nyeri. Durasi median rasa nyeri yang dialami para pasien adalah 96 bulan. Penyakit yang paling sering diderita pasien adalah nyeri muskuloskeletal non spesifik (35,4%), fibromialgia (30,2%), kegagalan operasi lumbar (12,9%), sindroma nyeri regional kompleks (6%), dan lainnya (15,5%).
Hasil dari studi ini memperlihatkan bahwa kecemasan berhubungan dengan rasa nyeri, kondisi emosional yang buruk dan disabilitas pada pasien dengan nyeri kronik. Kecemasan merupakan prediktor terkuat terhadap timbulnya depresi, disabilitas dan kunjungan ke dokter. Saat ketiga strategi penanggulangan rasa cemas digunakan, para peneliti menyimpulkan bahwa penerimaan terhadap nyeri, kesadaran diri terhadap rasa nyeri dan perilaku berdasarkan norma-norma dapat menurunkan pengaruh rasa cemas terhadap fungsi pasien. Dalam hubungannya dengan terapi kognitif-perilaku, mekanisme penanggulangan rasa cemas dapat mengurangi peran rasa cemas dalam memperburuk disabilitas dan penderitaan pasien dengan nyeri kronik.

Kalbe Farma

Studi In-Vitro, Lansoprazole Menghambat Pertumbuhan Bakteri Penyebab Gingivitis

Studi In-Vitro, Lansoprazole Menghambat Pertumbuhan Bakteri Penyebab GingivitisLansoprazole yang telah dikenal sebagai golongan penghambat pompa proton untuk mengatasi kasus hipersekresi asam lambung ternyata memiliki potensi lain, yaitu dalam penanganan kasus gingivitis. Pernyataan ini merupakan hasil dari suatu studi yang telah dipublikasikan dalam Jurnal Archives of Oral Biology. Lansoprazole sebelumnya juga telah diketahui memiliki efek antimikroba terhadap kuman Helicobacter pylori dan Streptococcus oral.

Gingivitis merupakan penyakit rongga mulut yang mengakibatkan terjadinya proses inflamasi pada gusi. Bakteri anerob sering menjadi penyebab terjadinya gingivitis, salah satunya adalah Fusobacterium nucleatum. Fusobacterium sebenarnya bukan penyebab utama langsung terjadinya gingivitis ini, tetapi kuman ini bertindak sebagai media melekatnya kuman patogen lain untuk melekat pada permukaan gigi, menyebabkan terjadinya plak yang dapat mencetuskan terjadinya gingivitis.
Lansoprazole terlihat dapat menghambat perkembangan kuman Fusobacterium nucleatum ini sehingga dapat mencegah dilepaskannya toksin yang menyebabkan gingivitis. Rongga mulut yang asam merupakan lingkungan yang baik untuk berkembangnya kuman patogen, lansoprazole dapat memperbaiki lingkungan yang asam tadi sehingga menyebabkan terhambatnya perkembangan kuman.
Salah satu studi yang dilakukan adalah dengan menilai terjadinya katabolisme dari asam amino, dipeptida dan glukosa oleh kuman anareob pada rongga mulut. Proses katabolisme ini  akan menghasilkan metabolit inflamasi seperti butirat dan amonia yang akan merusak gingiva. Pada studi ini Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 dan Prevotella intermedia ATCC 25611 yang dibiakkan pada media anaerob, dicuci dan dipapar dengan lansoprazole pada pH 4 atau 5.  Hasil memperlihatkan lansoprazole bersifat bakteriostatik, memiliki aktivitas antimikroba multi target terhadap Fusobacterium nucleatum dan pada kondisi anaerob menghambat  fermentasi asam amino dan juga glikolisis dari glukosa dan fruktosa.
Dari studi ini disimpulkan bahwa katabolisme asam amino, dipeptida dan glukosa oleh kuman anerob rongga mulut bersifat sensitif terhadap hambatan dari lansoprazole. Oleh karenanya jalur katabolik merupakan target yang digunakan oleh lansoprazle dalam menghambat terjadinya proses gingivitis. Tetapi belum dipikirkan apakah di masa mendatang kandungan lansoprazole dapat digunakan dalam campuran pasta gigi atau rongga mulut untuk mencegah penyakit rongga mulut.

Kalbe Farma

Defisiensi Vitamin C Meningkatkan Risiko Katarak

Defisiensi Vitamin C Meningkatkan Risiko KatarakOrang tua yang sedikit mengkonsumsi vitamin C dalam dietnya mungkin memiliki peningkatan risiko katarak, hal ini merupakan kesimpulan dari sebuah penelitian yang dilakukan oelh Dr. Ravilla D. Ravindran MSDO dkk., di India dan dipublikasikan secara online dalam jurnal Opthalmology bulan Juni 2011. Dalam studi ini, para peneliti mengevaluasi lebih dari 7500 orang dewasa usia 60 dengan katarak. Mereka juga mewawancarai tentang diet mereka dan kebiasaan gaya hidup, dan diukur kadar vitamin C dalam darah.

Dari sebanyak 7518 orang yang diikutkan dalam studi ini, 5638 (75%) memberikan data asupan vitamin C, yang mempunyai potensi sebagai antioksidan. Dari studi tersebut terlihat adanya korelasi vitamin C berbanding terbalik dengan risiko katarak (adjusted[OR] untuk kuartil tertinggi ke terendah = 0,61; 95% confidence interval (CI), 0,51-0,74, P = 1,1 × 10-6). Inklusi antioksidan lain dalam model (lutein, zeaxanthin, retinol, ß-karoten, dan alfa- tokoferol) hanya sedikit mempengaruhi hasil tersebut (OR 0,68; 95% CI, 0,57-0,82, P <0,0001).
Hasil yang sama juga terlihat asupan vitamin C dengan jenis katarak: katarak nuklear (OR 0,66; CI, 0,54-0,80, P <0,0001), katarak kortikal (OR 0,70; CI, 0,54-0,90, P <0,002), dan PSC (OR 0,58; CI, 0,45-0,74, P <0,00003). Lutein, zeaxanthin, dan retinol secara bermakna berbanding terbalik dikaitkan dengan katarak, namun korelasi tersebut lebih lemah dan tidak konsisten yang diamati dengan jenis katarak.
Dari studi tersebut peneliti menyimpulkan bahwa; terdapak hubungan yang kuat antara kadar vitamin C dalam darah dengan risiko kejadian katarak. Pada populasi dengan kadara vitamin C yang rendah terjadi peningkatan risiko terjadinya katarak.

Kalbe Farma

Jumat, 15 Juli 2011

Vitamin C Mungkin Bermanfaat untuk Menurunkan Asam Urat Darah

Vitamin C Mungkin Bermanfaat untuk Menurunkan Asam Urat DarahVitamin C mungkin dapat menurunkan asam urat serum, hal ini berdasarkan hasil meta-analisis yang dipublikasikan dalam jurnal Arthritis Care tahun 2011. Suplementasi vitamin C menawarkan strategi dengan potensi yang berbeda, dan cukup aman untuk dipertimbangkan sebagai preparat untuk menurunkan asam urat serum, meskipun, sampai saat ini, bukti-bukti pendukung terbatas. Hal ini disampaikan Dr. Allan Gelber dan rekan yang merupakan peneliti dari Johns Hopkins University di Baltimore, Maryland.

Dari meta-analisis yang terdiri dari 13 studi klinis dan dengan total 556 subyek, diketemukan bahwa vitamin C memberikan gambaran yaitu kemampuan untuk mengurangi asam urat sampai dengan 0,35 mg/dL (P=0,03). Dr. Gelber menyebutkan bahwa penurunan tersebut nyata, tetapi kecil. Sebaliknya, preparat penurun asam urat dapat mengurangi asam urat sepuluh kali lebih besar. Studi menunjukkan bahwa kadar asam urat serum di atas 9 mg/dL dapat meningkatkan risiko gout sepuluh kali lipat.
Efek vitamin C mungkin lebih besar pada pasien dengan kadar asam urat tinggi. Median kadar asam urat rata-rata pada awalnya berkisar 2,9-7,0 mg/dL. Dalam uji coba di mana tingkat asam urat dasar rata-rata adalah 4,85 mg/dL atau lebih tinggi, vitamin C menunjukkan mampu menurunkan kadara asam urat dengan rata-rata 0,78 mg/dL (P=0,03). Ada kecenderungan yang tidak bermakna yaitu efek yang lebih besar untuk dosis vitamin C setidaknya 500 mg per hari.

Kalbe Farma

Oxaliplatin Sesuai untuk Pasien Kanker Kolorektal yang Rentan atau Manula

Oxaliplatin Sesuai untuk Pasien Kanker Kolorektal yang Rentan atau ManulaUmumnya pasien berusia lanjut (manula) termasuk dalam kriteria eksklusi dalam uji klinik obat kemoterapi. Namun, suatu uji klinik multisenter berskala besar justru secara khusus menilai manfaat dan tolerabilitas pemberian obat kemoterapi pada pasien manula. Uji klinik tersebut dipublikasikan di The Lancet Oncology, 2011.

Studi bermetode terbuka, 2x2 factorial design, acak, yang diberi nama MRC FOCUS2 ini mengikutsertakan pasien-pasien kanker kolorektal stadium lanjut yang belum pernah mendapat terapi dan dianggap tidak dapat diberikan kemoterapi dosis penuh (rentan/manula). Pasien dibagi menjadi 4 kelompok: fluorouracil IV 48 jam + leucovorin (kelompok A), oxaliplatin (68 mg/m2 IV 2 jam; q2wk) + fluorouracil (kelompok B), capecitabine (kelompok C), dan oxaliplatin (104 mg/m2 IV 2 jam; q3wk) + capecitabine (kelompok D). Dosis mula yang diberikan yaitu 80% dari dosis standar dan dapat ditingkatkan hingga dosis penuh setelah 6 minggu.
Hasil studi menunjukkan bahwa penambahan oxaliplatin menghasilkan peningkatan PFS dibandingkan tanpa oxaliplatin, tetapi tidak mencapai kemaknaan secara statistik (median 5,8 vs 4,5 bulan; p=0,07). Penggantian fluorouracil dengan capecitabine tidak meningkatkan skor kualitas hidup. Risiko terjadinya efek samping derajat 3 atau lebih tidak meningkat secara bermakna pada pemberian oxaliplatin (38% vs 32%; p=0,17). Namun, efek samping terpantau lebih sering pada pasien yang mendapat capecitabine dibandingkan fluorouracil (40% vs 30%; p=0,03).
Simpulannya, dengan metode yang sesuai, termasuk mengurangi dosis awal kemoterapi, pasien yang rentan/berusia lanjut dapat berpartisipasi pada uji klinik acak. Kemoterapi kombinasi dengan oxaliplatin lebih terpilih dibandingkan kemoterapi tunggal dengan fluorouracil walaupun hasil-akhir primer tidak tercapai. Capecitabine tidak meningkatkan kualitas hidup dibandingkan fluorouracil.

Kalbe Farma

Penggunaan Antibiotik dan Antiseptik pada Ulkus Venosum

Penggunaan Antibiotik dan Antiseptik pada Ulkus VenosumSebuah kajian pernah dilakukan untuk menentukan efek antibiotik sistemik, antibiotik topikal, dan antiseptik pada penyembuhan ulkus venosum. Kajian tersebut menggunakan data dari Cochrane Wounds Group Specialised Register, Cochrane Central Register of Controlled Trials (CENTRAL) - Cochrane Library 2009 (3); Ovid MEDLINE 1950 hingga September minggu ke-3 2009; Ovid EMBASE - 1980 - 2009 minggu ke-38; dan EBSCO CINAHL - 1982 - September minggu ke-3 2009. Studi yang dipilih untuk dikaji adalah uji-uji klinis acak terkontrol yang melibatkan pasien dengan ulkus venosum pada tungkai dan menilai minimal satu antibiotik sistemik, antibiotik topikal, atau antiseptik topikal yang melaporkan penilaian objektif dari penyembuhan luka (misalnya, waktu penyembuhan lengkap, frekuensi penyembuhan lengkap, perubahan luas permukaan ulkus).

Sebanyak 5 uji klinis menilai antibiotik sistemik, sisanya menilai sediaan topikal: cadexomer iodine (10 uji klinis), povidone iodine (5 uji klinis), sediaan berbasis peroxide (3 uji klinis), ethacridine lactate (1 uji klinis), mupirocin (1 uji klinis), dan chlorhexidine (1 uji klinis). Untuk antibiotik sistemik, perbandingan yang secara statistik bermakna perbedaannya hanyalah antara anti-helmintik levamisole dengan plasebo. Pada penilaian antibiotik sistemik lain, uji klinisnya berskala kecil dan efek yang ditemukan dapat terjadi karena ketidakseimbangan basal dalam faktor prognostik.
Untuk sediaan topikal, terdapat beberapa bukti yang mendukung penggunaan cadexomer iodine, yaitu bahwa cadexomer iodine memberikan tingkat penyembuhan yang lebih besar dibanding perawatan standar. Salah satu studi menunjukkan hasil yang secara statistik bermakna untuk cadexomer iodine jika dibandingkan dengan perawatan standar (tidak melibatkan terapi kompresi) pada frekuensi penyembuhan lengkap setelah 6 minggu. Namun, intervensi ini bersifat intensif dan melibatkan pengantian dressing setiap hari, sehingga penemuan tersebut tidak bisa disamaratakan untuk kebanyakan klinik harian. Jika cadexomer iodine dibandingkan dengan perawatan standar, dengan melibatkan semua pasien yang mendapat terapi kompresi, hasil dari 2 uji klinis untuk frekuensi penyembuhan lengkap setelah 4-6 minggu menunjukkan tingkat penyembuhan yang lebih tinggi untuk cadexomer iodine. Perubahan luas permukaan ulkus dan tingkat penyembuhan harian atau mingguan menunjukkan hasil yang lebih baik pada cadexomer iodine, sediaan berbasis peroxide, dan ethacridine lactate pada beberapa studi. Namun, kebanyakan studi berskala kecil dan banyak yang terbentur masalah metodologi.
Saat ini, tidak ada bukti yang mendukung penggunaan rutin antibiotik sistemik untuk memicu penyembuhan luka pada ulkus venosum di tungkai. Namun, karena kurangnya bukti yang dapat dipercaya, tidak mungkin merekomendasikan untuk menghentikan penggunaan antibiotik sistemik. Kajian sebelumnya juga menunjukkan tidak ada bukti yang mendukung penggunaan antibiotik sistemik secara rutin untuk meningkatkan penyembuhan ulkus vena tungkai. Untuk sediaan topikal, ada beberapa bukti yang mendukung penggunaan cadexomer iodine.
Karena meningkatnya masalah resistensi bakteri terhadap antibiotik, panduan peresepan saat ini merekomendasikan bahwa sediaan anti-bakteri pada ulkus venosum sebaiknya hanya digunakan pada kasus infeksi klinis, tidak untuk kasus kolonisasi bakteri. Jadi, para klinisi sebaiknya mempertimbangkan untuk mengalihkan pasiennya ke pendekatan terapi non-antibiotik.

Kalbe Farma

Antibiotik untuk ISK pada Kehamilan

Antibiotik untuk ISK pada KehamilanInfeksi saluran kemih sering dijumpai pada kehamilan dan penyebab utamanya adalah Escherichia coli. Infeksi saluran kemih terdiri dari 3 gambaran yaitu bakteriuria asimtomatik, sistitis akut, dan pielonefritis. Bakteriuria asimtomatik pada kehamilan yang tidak diterapi berkaitan dengan pertumbuhan intra-uterin yang terhambat dan bayi dengan berat lahir rendah. Menurut Committee Opinion dari American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG), sulfonamide dan nitrofurantoin mungkin diberikan sebagai lini pertama untuk infeksi saluran kemih selama kehamilan trimester kedua dan ketiga. Tetapi pada trimester pertama, sulfonamide dan nitrofurantoin mungkin diberikan bila tidak terdapat alternatif lain.

Studi case control tahun 2009 dari the National Birth Defects Prevention Study menunjukkan bahwa nitrofurantoin dan sulfonamide berkaitan secara bermakna dengan banyak defek/kelainan saat lahir, sementara penicillin, erythromycin, cephalosporin, dan quinolone tidak. Namun, peneliti tersebut mencatat bahwa studi-studi lain tidak menemukan risiko defek saat lahir pada populasi lain atau ketika menggunakan metode epidemiologi lain. Peneliti juga menyampaikan bahwa antibiotik sebaiknya diberikan pada wanita hamil dengan indikasi yang tepat dan durasi sesingkat mungkin. Disampaikan pula bahwa banyak kultur urine menunjukkan kontaminan bakteri sehingga tidak merepresentasikan infeksi yang sesungguhnya. Namun, yang penting adalah para medis sebaiknya mempertimbangkan benefit serta potensi risiko teratogenesis dan efek samping pada ibu hamil.
Para peneliti menyatakan bahwa pemberian sulfonamide atau nitrofurantoin pada trimester pertama kehamilan masih dianggap sesuai bila tidak tersedia alternatif antibiotik lain yang sesuai. Perhatian disampaikan oleh para peneliti bahwa ibu hamil sebaiknya tidak ditunda pemberian antibiotiknya karena dapat mengakibatkan komplikasi yang serius pada ibu dan janin. Salah satu antibiotik golongan sulfonamide adalah sulfamethoxazole. Menurut guideline EAU 2010 untuk sistitis dan bakteriuria asimtomatik dalam kehamilan, antibiotik trimethoprim sebaiknya dihindari pemberiannya pada trimester pertama kehamilan dan sulfamethoxazole sebaiknya dihindari pada trimester ketiga kehamilan.
Jadi, sulfonamide dan nitrofurantoin mungkin diberikan pada trimester pertama kehamilan bila tidak terdapat antibiotik alternatif lain dan pada trimester kedua dan ketiga kehamilan sebagai lini pertama. Antibiotik sebaiknya diberikan pada infeksi saluran kemih selama kehamilan mengingat komplikasi infeksi saluran kemih pada ibu dan janin.

Kalbe Farma

Kamis, 14 Juli 2011

Penyakit Ginjal

Penyakit ginjal adalah sepasang organ kembar terletak sebelah menyebelah menyebelah tulang belakang bawah sedikit kepada rangka tulnag rusuk. Ianya menjalankan fungsi terpenting seperti berikut:
  1. membersihkan bahan dan cecair berlebihan dari dalan darah.
  2. menapis darah, menyimpan setengah-setengah kompaun dan membuangkan yang lain.
  3. menolong memperbetulkan tekanan darah, menentukan bilangan sel darah dan kesehatan tulang-tulang.
Bila ginjal musnah, yang terjadi adalah:
Badan tidak berupaya menolak keluar air secukupnya, garam dan lain-lain bahan. Jumlah air di dalam badan bertambah dan tisu-tisu membengkak (OEDEMA). Persebatian cecair dalam badan berubah dengan pesat sehingga menjadikan ia begitu abnormal dan kematian akan berlaku kecuali jika pengubatan secara ?dialisis dijalankan?
Tanda-tanda penyakit ginjal
  1. kepedihan atau kesulitan semasa buang air kencing
  2. kerap membuang air kencing terutama pada waktu malam
  3. mengeluarkan kencing berdarah
  4. bengkak sekeliling mata, bengkak tangan dan kaki terutama di kalangan kanak-kanak
  5. kesakitan sebahagian belakang, sedikit ke bawah dari tulang rusuk (tidak disebabkan oleh gerakan)
  6. tekanan darah tinggi.
Untuk mencegahnya, kita memerlukan obat untuk mencegahnya.
Bahan:
  • 2 buah jeruk nipis
  • 2 sdm kecap manis
  • temulawak
  • kecombrang
Cara membuat:
  • Campur semuanya dengan cawan porselen, lalu ulek hingga halus.
Cara pemakaian:
  • Sehari minum satu sendok teh sekali.
  • Tidak boleh memakai terlalu berlebihan.
Obat ini kita dapatkan di apotik Kimia Farma.Penyakit ginjal adalah sepasang organ kembar terletak sebelah menyebelah menyebelah tulang belakang bawah sedikit kepada rangka tulnag rusuk. Ianya menjalankan fungsi terpenting seperti berikut:
  1. membersihkan bahan dan cecair berlebihan dari dalan darah.
  2. menapis darah, menyimpan setengah-setengah kompaun dan membuangkan yang lain.
  3. menolong memperbetulkan tekanan darah, menentukan bilangan sel darah dan kesehatan tulang-tulang.
Bila ginjal musnah, yang terjadi adalah:
Badan tidak berupaya menolak keluar air secukupnya, garam dan lain-lain bahan. Jumlah air di dalam badan bertambah dan tisu-tisu membengkak (OEDEMA). Persebatian cecair dalam badan berubah dengan pesat sehingga menjadikan ia begitu abnormal dan kematian akan berlaku kecuali jika pengubatan secara ?dialisis dijalankan?
Tanda-tanda penyakit ginjal
  1. kepedihan atau kesulitan semasa buang air kencing
  2. kerap membuang air kencing terutama pada waktu malam
  3. mengeluarkan kencing berdarah
  4. bengkak sekeliling mata, bengkak tangan dan kaki terutama di kalangan kanak-kanak
  5. kesakitan sebahagian belakang, sedikit ke bawah dari tulang rusuk (tidak disebabkan oleh gerakan)
  6. tekanan darah tinggi.
Untuk mencegahnya, kita memerlukan obat untuk mencegahnya.
Bahan:
  • 2 buah jeruk nipis
  • 2 sdm kecap manis
  • temulawak
  • kecombrang
Cara membuat:
  • Campur semuanya dengan cawan porselen, lalu ulek hingga halus.
Cara pemakaian:
  • Sehari minum satu sendok teh sekali.
  • Tidak boleh memakai terlalu berlebihan.

Vitamin D Memperbaiki Fungsi Beta Pankreas

Vitamin D Memperbaiki Fungsi Beta PankreasStudi terbaru menunjukkan, suplemen vitamin D menurunkan faktor risiko untuk diabetes tipe 2 dengan meningkatkan fungsi sel yang memproduksi insulin pada relawan pra-diabetes relawan. Hal ini disampaikan oleh Dr. Anastassios Pittas dari Tufts University di Boston.

Dia dan rekan-rekannya memberi supplementasi vitamin D, kalsium, keduanya atau plasebo terhadap sebanyak 92 orang dewasa pra-diabetes. Setelah empat bulan, vitamin D secara signifikan meningkatkan fungsi sel beta dari pasien-pasien tersebut, menurut hasil yang dipublikasikan dalam American Journal of Clinical Nutrition. Kelompok vitamin D juga memiliki kadar hemoglobin A1C sedikit lebih menguntungkan. Sedangkan suplementasi kalsium tidak berpengaruh pada fungsi sel beta, baik sendiri ataupun dalam kombinasi dengan vitamin D.
Walaupun hasil tidak selalu menunjukkan bahwa vitamin D akan mengurangi kemungkinan diabetes, karena penelitian ini hanya diukur hasil tes darah. Namun, temuan penting adalah bahwa "suplementasi vitamin D mempengaruhi fungsi biologi. Diperkirakan vitamin D mampu meningkatkan fungsi sel beta antara 15% dan 30% dalam penelitian ini. Sedangkan penelitian sebelumnya telah mengeksplorasi hubungan antara vitamin D dan diabetes, dengan hasil yang beragam. Beberapa studi memberikan hasil bahwa kadar vitamin D dalam darah yang rendah dapat meningkatkan risiko untuk diabetes, namun sebagian besar studi telah mampu menunjukkan bahwa suplemen vitamin D bermanfaat untuk pencegahan diabetes.

Sumber : Kalbe Farma

DHA Dosis Tinggi Menurunkan Risiko Displasia Bronkopulmoner

DHA Dosis Tinggi Menurunkan Risiko Displasia BronkopulmonerSuplementasi DHA (docosahexaenoic acid) dosis tinggi pada bayi prematur akan menurunkan risiko displasia bronkopulmoner pada bayi laki-laki yang kecil, hal ini menurut hasil studi multisenter acak terkontrol yang dipublikasikan online dalam jurnal Pediatrics bulan Juni 2011.

Bayi prematur mempunyai risiko terjadi BPD (bronchopulmonary dysplasia) dan akan mudah terjadi kondisi atopi pada kehidupan selanjutnya, hal ini menurut dr. Brett J. Manley, MBBS, dan kolega dari Department of Newborn Research, Royal Women`s Hospital, Victoria, Australia, yang merupakan steering committee dalam penelitian DHA for the Improvement in Neurodevelopmental Outcome (DINO). Seperti diketahui DHA memodulasi proses peradangan dan mampu memodulasi sistem kekebalan pada neonatus.
Studi ini melibatkan sebanyak 675 bayi yang lahir kurang bulan (<33 minggu), yang selanjutnya sebanyak 322 subjek diberikan DHA dosis tinggi dan sebanyak 335 subjek diberikan DHA standar dalam kurun waktu 18 bulan, kemudian dilakukan panilaian kejadian BPD dan kondisi atopi pada perkembangan bayi tersebut. Hasil studi menunjukkan bahwa suplementasi DHA dosis tinggi berhubungan dengan penurunan risiko relatif BPD pada bayi laki-laki, dan pada kedua jenis kelamin bayi dengan berat lahir <1250 gram. Walaupun suplementasi DHA tidak  berhubungan dengan lama penggunaan alat pendukung pernapasan, perawatan rumah sakit, dan kebutuhan oksigenasi selama di rumah.
Sebagai simpulan, suplementasi DHA dosis tinggi pada bayi prematur bermanfaat dalam menurunkan risiko relatif BPD.

Sumber : Kalbe Farma

Analgesia Epidural Terkontrol-Pasien Mengurangi Dosis Anestetik yang Dibutuhkan pada Persalinan

Analgesia Epidural Terkontrol-Pasien Mengurangi Dosis Anestetik yang Dibutuhkan pada PersalinanSebuah studi terkini pada sejumlah perempuan nulipara yang menjalani persalinan spontan menunjukkan bahwa mereka yang mengendalikan analgesia epiduralnya sendiri menggunakan lebih sedikit bupivicaine dan tetap merasa puas. Namun, para perempuan pengguna analgesia epidural terkontrol-pasien mengeluhkan lebih nyeri sewaktu mengedan dibanding mereka yang mendapat infus epidural bersinambungan (continuous epidural infusion, CEI), atau kombinasi kedua metode analgesia tersebut. Tim peneliti menyimpulkan bahwa penerapan protokol analgesia terkontrol-pasien (patient-controlled epidural analgesia, PCEA) yang kurang tepat, seperti mengijinkan pasien lebih sering meminta penyuntikan bolus, dapat menyebabkan peningkatan intensitas nyeri.  

Dipimpin oleh dr. Michael Haydon dari Long Beach Memorial Medical Center/Miller Children`s Hospital, sejumlah peneliti melakukan sebuah studi tersamar ganda pada 270 perempuan yang sedang bersalin. Pasien dibagi menjadi tiga kelompok: CEI, PCEA, dan kombinasi keduanya. Pasien-pasien kelompok CEI diberi bupivicaine 0,1% dan fentanyl 2 mcg/mL dalam kecepatan 10 mL/jam; para pasien kelompok PCEA diijinkan meminta disuntikkan 10 mL bolus analgesik epidural dengan selang waktu 20 menit; para perempuan dalam kelompok kombinasi CEI + PCEA mendapat infus bersinambungan, tetapi juga diperbolehkan menyuntikkan bolus setiap 20 menit. Tanpa memperhatikan kelompok perlakuannya, disediakan tombol pemanggil di dekat semua pasien. Semua partisipan mula-mula diberi bolus bupivicaine 0,5% (0,4 mL) dan fentanil 50 mcg/mL (0,4 mL) intratekal. Selama persalinan, mereka semua juga diperbolehkan memanggil dokter anestesi untuk menyuntikkan bolus bupivicaine 0,25% (10 mL) maksimal dua kali.
Para perempuan kelompok CEI tercatat menggunakan 74,8 mg bupivicaine selama persalinan, berbanding 52,4 mg pada kelompok PCEA dan 97,3 mg pada kelompok kombinasi CEI + PCEA. Jumlah bolus tambahan yang diminta sama pada semua pasien, tetapi pasien kelompok PCEA rata-rata meminta bolus tambahan lebih awal (2,1 jam PCEA vs 3,5 jam CEI vs 3,3 jam CEI + PCEA). Sehabis melahirkan, semua pasien menyatakan puas dengan median skor kepuasan secara keseluruhan tercatat pada angka 0 (skala 0 sampai 100; 0 = paling puas). Median intensitas nyeri sewaktu mengedan tercatat lebih tinggi pada kelompok PCEA (40, pada skala 0 sampai 100) dibanding kelompok CEI (15) ataupun kelompok PCEA + CEI (0). Dokter Haydon dan kolega menegaskan bahwa lebih tingginya skor nyeri yang dialami para perempuan kelompok PCEA boleh jadi terkait dengan selang waktu antar-pemberian anestetik yang terlalu lama (20 menit) sehingga onset pemulihan nyeri pun tertunda. Studi-studi terdahulu pernah mengevaluasi efikasi analgesia epidural terkontrol-pasien dengan selang waktu pemberian anestetik 5 menit dan 15 menit.    
"Untuk menghasilkan pemulihan nyeri yang lebih baik selama kala II persalinan, selang waktu antar-pemberian anestetik harus dipersingkat, misalnya, cukup 10 menit," tulis para peneliti tersebut dalam American Journal of Obstetrics and Gynecology. "Tujuan analgesia selama persalinan adalah pemulihan nyeri yang maksimum dengan penggunaan anestetik dalam dosis serendah mungkin," dr. Haydon menyimpulkan. Dalam konteks ini, penggunaan dosis anestetik terendah pada persalinan lewat metode PCEA dan penyesuaian kebutuhan bolus tambahan secara individual selama kala II dapat dipertimbangkan. 

Sumber : Kalbe Farma

Rasio Natrium/Kalium Penting Untuk Kesehatan

Rasio Natrium/Kalium Penting Untuk KesehatanIndividu dengan rasio natrium/kalium yang tinggi dalam dietnya secara bermakna memiliki risiko kematian lebih tinggi akibat gangguan kardiovaskular dibandingkan dengan mereka dengan diet rasio natrium/kalium yang lebih rendah. Temuan ini terungkap setelah pasien-pasien tersebut diikuti selama 15 tahun, hasil studi yang dilakukan oleh dr. Yang dan kolega Centers for Disease Control and Prevention, Atlanta, GA, yang dilaporkan dalam Archives of Internal Medicine tahun 2011.

Implikasi utama dari hasil studi tersebut adalah bahwa komposisi kedua mikronutrien itu dalam makanan haruslah seimbang. Orang harus mencoba untuk mengurangi asupan natrium khususnya dengan sedikit mengonsumsi makanan olahan, tetapi harus meningkatkan asupan kalium. Hal ini mudah dilakukan dengan makan lebih banyak buah, sayuran dan produk susu, yang merupakan tinggi kalium dan rendah natrium.
Dr. Yang dkk., meneliti rasio natrium dan kalium pada asupan biasa serta dalam hubungannya dengan risiko kematian semua penyebab dan akibat gangguan kardiovaskular pada Third National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES III), yang melibatkan sebanyak 12.267 orang dewasa di AS, dengan desain studi kohort prospektif.
Dalam studi tersebut, ditemukan bahwa asupan diet dengan rasio natrium/kalium kurang dari satu mempunyai manfaat protektif terhadap gangguan kesehatan, khususnya gangguan kardiovaskular.

Sumber : Kalbe Farma

Vitamin C Mungkin Bermanfaat untuk Menurunkan Asam Urat Darah

Vitamin C Mungkin Bermanfaat untuk Menurunkan Asam Urat DarahVitamin C mungkin dapat menurunkan asam urat serum, hal ini berdasarkan hasil meta-analisis yang dipublikasikan dalam jurnal Arthritis Care tahun 2011. Suplementasi vitamin C menawarkan strategi dengan potensi yang berbeda, dan cukup aman untuk dipertimbangkan sebagai preparat untuk menurunkan asam urat serum, meskipun, sampai saat ini, bukti-bukti pendukung terbatas. Hal ini disampaikan Dr. Allan Gelber dan rekan yang merupakan peneliti dari Johns Hopkins University di Baltimore, Maryland.

Dari meta-analisis yang terdiri dari 13 studi klinis dan dengan total 556 subyek, diketemukan bahwa vitamin C memberikan gambaran yaitu kemampuan untuk mengurangi asam urat sampai dengan 0,35 mg/dL (P=0,03). Dr. Gelber menyebutkan bahwa penurunan tersebut nyata, tetapi kecil. Sebaliknya, preparat penurun asam urat dapat mengurangi asam urat sepuluh kali lebih besar. Studi menunjukkan bahwa kadar asam urat serum di atas 9 mg/dL dapat meningkatkan risiko gout sepuluh kali lipat.
Efek vitamin C mungkin lebih besar pada pasien dengan kadar asam urat tinggi. Median kadar asam urat rata-rata pada awalnya berkisar 2,9-7,0 mg/dL. Dalam uji coba di mana tingkat asam urat dasar rata-rata adalah 4,85 mg/dL atau lebih tinggi, vitamin C menunjukkan mampu menurunkan kadara asam urat dengan rata-rata 0,78 mg/dL (P=0,03). Ada kecenderungan yang tidak bermakna yaitu efek yang lebih besar untuk dosis vitamin C setidaknya 500 mg per hari.

Sumber : Kalbe Farma

Rabu, 13 Juli 2011

KHASIAT BUAH NAGA

Buah naga mempunyai khasiat yang bermanfaat bagi kesehatan manusia diantaranya sebagai penyeimbang kadar gula darah, pelindung kesehatan mulut, pencegah kanker usus, mengurangi kolesterol, pencegah pendarahan dan mengobati keluhan keputihan.

Buah naga biasanya dikonsumsi dalam bentuk buah segar sebagai penghilang dahaga, karena buah naga mengandung kadar air tinggi sekitar 90 % dari berat buah. Rasanya cukup manis karena mengandung kadar gula mencapai 13-18 briks. Buah naga juga dapat disajikan dalam bentuk jus, sari buah, manisan maupu selai atau beragam bentuk penyajian sesuai selera anda.

Secara umum,pakar sependapat dan mengakui buah naga kaya dengan potasium, ferum, protein, serat, sodium dan kalsium yang baik untuk kesihatan berbanding buah-buahan lain yang diimport.

Menurut AL Leong dari Johncola Pitaya Food R&D, organisasi yang meneliti buah naga merah , buah kaktus madu itu cukup kaya dengan berbagai zat vitamin dan mineral yang sangat membantu meningkatkan daya tahan dan bermanfaat bagi metabolisme dalam tubuh manusia.

“Penelitian menunjukkan buah naga merah ini sangat baik untuk sistem peredaran darah, juga memberikan efek mengurangi tekanan emosi dan menetralkan toksik dalam darah.“Penelitian juga menunjukkan buah ini bisa mencegah kanker usus, selain mencegah kandungan kolesterol yang tinggi dalam darah dan menurunkan kadar lemak dalam tubuh,” katanya.

Secara keseluruhan, setiap buah naga merah mengandungi protein yang mampu meningkatkan metabolisme tubuh dan menjaga kesehatan jantung; serat (mencegah kanker usus, kencing manis dan diet); karotin (kesehatan mata, menguatkan otak dan mencegah masuknya penyakit), kalsium (menguatkan tulang).

Buah naga juga mengandungi zat besi untuk menambah darah; vitamin B1 (mencegah demam badan); vitamin B2 (menambah selera); vitamin B3 (menurunkan kadar kolesterol) dan vitamin C (menambah kelicinan, kehalusan kulit serta mencegah jerawat).

Berikut ini kandungan nutrisi lengkap buah naga :

Kadar Gula : 13-18 briks
Air : 90 %
Karbohidrat : 11,5 g
Asam : 0,139 g
Protein : 0,53 g
Serat : 0,71 g
Kalsium : 134,5 mg
Fosfor : 8,7 mg
Magnesium : 60,4 mg
Vitamin C : 9,4 mg


Sumber : Buah Naga.us

Kombinasi Risendronate dan Cholecaciferol Memberikan Efek Yang Labih Baik dalam Mengatasi Osteoporosis

Kombinasi Risendronate dan Cholecaciferol Memberikan Efek Yang Labih Baik dalam Mengatasi OsteoporosisOsteoporosis merupakan keadaan yang  secara karakteristik ditandai kehilangan kepadatan tulang, berakibat tulang akan mudah patah. Keadaan ini tidak menyebabkan gejala kecuali jika sudah mengalami kejadian patah tulang. Diperlukan tindakan baik pencegahan dan pengobatan terhadap keadaan osteoporosis, dimana dalam pengobatan, umumnya menggunakan golongan bifosfonat dan juga vitamin D. Salah satu golongan bifosfonat adalah risedronate yang dapat diberikan baik perhari maupun perminggu yang mempunyai mekanisme sebagai anti resorpsi tulang.

Para peneliti Korea yang dipimpin oleh Dr. Chung, melakukan penelitian dengan menggunakan kombinasi risedronate perminggu dan cholecalciferol (vitamin D) dalam 1 pil, dengan efikasi dan keamanan yang lebih baik untuk pasien osteoporosis, sebagaimana dipublikasi dalam jurnal Clinical Endocrinology  edisi Juni 2011.
Dalam studi tersebut, Dr. Chung menilai efektivitas dan keamanan suplementasi yang diberikan selama 16 minggu dengan dan tanpa cholecalciferol (25-hidroksi vitamin D [25(OH)D]) baik dalam kadar dan petanda tulang bagi pasien osteoporosis di Korea. studi tersebut melibatkan sebanyak 164 subyek yang terdiagnosis osteoporosis dan selanjutnya dikelompokkan menjadi keompok yan gmendaptkan risedronate 35 mg per minggu dan cholecalciferol 5600 IU yang dikombinasi dalam bentuk 1 pil tunggal (RSD+) atau hanya dengan  risedronate 35 mg saja (RSD). sedangkan parameter yang diukur adalah kadar 25(OH)D dalam serum, hormon paratiroid (PTH), dan petanda tulang serta tes fungsi otot pada awal sebeum mendapatkan suplementasi dan setelah 16 minggu pengobatan.
Hasil studi, setelah 16 minggu pengobatan, rerata 25(OH)D serum meningkat secara bermakna dari 39,8 menjadi 70,8 nmol/L pada kelompok RSD+ dan menurun bermakna dari 40,5 menjadi 35 nmol/L pada kelompok RSD. Walaupun pada kedua kelompok pengobatan mengalami peningkatan yang bermakna dari kadar PTH serum setelah awal/baseline selama studi, kelompok RSD mempunyai peningkatan yang lebih besar daripada kelompok RSD+ yaitu 13,6 berbanding 4,8 ng/L; (dengan P = 0,0005). Pada kedua kelompok, bone-specific alkaline phosphatase (BSAP) serum dan C-terminal telopeptide (CTX)  menurun secara cepat; Tidak terdapat perbedaan secara bermakna diantara kedua kelompok, demikian pula untuk tes fungsi ekstremitas bawah. Secara keseluruhan, insiden terjadinya efek samping tidak berbeda secara bermakna pada kedua kelompok
Kesimpulan dari studi tersebut, menunjukkan bahwa pemberian pil kombinasi risedronate per minggu dan cholecalciferol memberikan efikasi anti-resorptive yang lebih baik dibanding risedronate saja pada remodeling turn over tulang dan meningkatkan kadar 25(OH)D setelah periode pengobatan 16 minggu tanpa efek samping yang bermakna.

Sumber : Kalbe Farma

Inhalasi Sildenafil dan Iloprost untuk Hipertensi Pulmonal

Inhalasi Sildenafil dan Iloprost untuk Hipertensi PulmonalHipertensi pulmonal merupakan komplikasi fibrosis paru yang dapat mengancam jiwa. Terapi dengan vasodilator menjadi sulit dilakukan karena adanya efek samping sistemik dan ketidakseimbangan perfusi ventilasi pulmonal. Inhalasi analog prostasiklin yang stabil, iloprost, pernah diteliti penggunaannya untuk hipertensi pulmonal, begitu pula dengan sildenafil, penghambat selektif fosfodiesterase tipe 5 (PDE5). Baru-baru ini, sebuah penelitian dilakukan untuk mengevaluasi keamanan dan efektivitas sildenafil oral, baik sebagai terapi tunggal maupun dalam kombinasi dengan inhalasi iloprost pada pasien hipertensi pulmonal.

Penelitian berdesain open label, acak, dan terkontrol ini mengikutsertakan 30 subjek pengidap hipertensi arteri pulmonal (n=16), hipertensi pulmonal tromboembolik kronis (n=13), dan hipertensi pulmonal akibat aplasia arteri pulmonal kiri (n=1). Keseluruhan diagnosis tersebut mengacu pada klasifikasi yang diajukan oleh New York Heart Association - tergolong dalam kelas III atau IV. Seluruh subjek diberikan inhalasi nitric oxide dan aerosol iloprost (dosis inhalasi 2,8 µg). Pasien-pasien ini secara acak diberikan 12,5 mg sildenafil oral, 50 mg sildenafil oral, 12,5 mg sildenafil ditambah inhalasi iloprost atau 50 mg sildenafil ditambah inhalasi iloprost.
Parameter yang diukur pada penelitian ini adalah tekanan arteri pulmonal dan sistemik, tekanan oklusi arteri pulmonal, cardiac output, tekanan vena sentral, saturasi oksigen arteri perifer, dan gas darah arteri dan campuran diukur selama kateterisasi jantung kanan dengan menggunakan kateter Swan-Ganz. Hasilnya, dari urutan peringkat potensi vasodilator pulmonal (penurunan maksimum resistensi pembuluh darah pulmonal dan peningkatan indeks kardiak), 50 mg sildenafil plus iloprost paling efektif, diikuti oleh sildenafil 12,5 mg plus iloprost. Iloprost dosis tunggal dan sildenafil 50 mg memiliki efektivitas yang sebanding namun kurang poten dibandingkan dengan pemberian kombinasi, dan yang paling kurang poten adalah sildenafil dan nitric oxide. Pada pasien yang menerima sildenafil 50 mg plus iloprost, perubahan maksimum pada potensi vasodilator pulmonal adalah −44,2% (95% CI, −49,5% to −38,8%),, dibandingkan dengan nitric oxide −14,1% (CI, −19,1% to −9,2%). Dengan pemberian sildenafil 50 mg dan iloprost, area under curve untuk penurunan resistensi vasodilator pulmonal lebih besar dibandingkan dengan pemberian sildenafil 50 mg dan iloprost. Efek vasodilatasi menetap hingga lebih dari 3 jam, dan tekanan arteri sistemik dan oksigenasi arteri dipertahankan. Tidak ada efek samping yang dilaporkan terjadi.
Simpulannya, walaupun terbatas oleh jumlah sampel yang kecil dan kurangnya observasi jangka panjang, penelitian memperlihatkan bahwa sildenafil oral merupakan vasodilator pulmonal yang poten yang bekerja sinergis dengan iloprost inhalasi untuk membuat vasodilatasi pulmonal yang kuat baik pada hipertensi arteri pulmonal yang berat dan hipertensi pulmonal tromboembolik kronis.

Sumber : Kalbe Farma

Balans Anesthesia dengan Sevoflurane, Mempertahankan Fungsi Paru

Balans Anesthesia dengan Sevoflurane, Mempertahankan Fungsi ParuKalbe.co.id - Sevoflurane telah menunjukkan efek protektifnya terhadap paru dalam studi hewan, di mana sevoflurane mengurangi kerusakan paru dan dapat mempertahankan fungsi paru pada injuri paru akut.

Salah satu  studi telah dilakukan oleh Tiefenthaler W., dkk, yang dipublikasikan dalam  British Journal of Anesthesia tahun 2010. Studi ini dilakukan untuk meneliti efek dari anestesia intravena total (TIVA atau induksi dan pemeliharaan anestesia dengan anestetik intravena)  dan balanced anesthesia (induksi anestesia dengan anestetik intravena, pemeliharaan anestesia dengan anestetik inhalasi) dengan sevoflurane pada fungsi paru pasca operasi. 
Studi tersebut dilakukan pada 60 pasien berusia 21-60 tahun, yang menjalani pembedahan diskus lumbal elektif pada posisi tengkurap. Pasien secara acak diberi anestesia intravena total atau balanced anesthesia (dengan fentanyl-N2O-sevoflurane).Dalam studi tersebut, forced vital capacity (FVC), forced expiratory volume dalam 1 detik, mid-expiratory flow (MEF 25-75) dan aliran ekspirasi puncak diukur sebelum dan setelah anestesia umum.
Hasilnya menunjukkan bahwa parameter fungsi paru menurun setelah operasi pada kedua kelompok dengan penurunan FVC lebih besar setelah anestesia intravena total dibanding setelah balanced anesthesia dengan sevoflurane.
Dari hasil studi tersebut disimpulkan bahwa pada pasien yang pulih sadar dari anestesia umum, penurunan forced vital capacity pasca operasi lebih besar setelah anestesia intravena total (TIVA) dibanding setelah balanced anesthesia dengan sevoflurane.

Sumber : Kalbe Farma

Peningkatan Risiko Infark Otot Jantung pada Pasien Diabetes dengan Depresi

Peningkatan Risiko Infark Otot Jantung pada Pasien Diabetes dengan DepresiKalbe.co.id - Pasien dengan depresi atau diabetes memiliki peningkatan risiko infark otot jantung, bahkan risikonya lebih tinggi pada pasien dengan kedua kondisi, hal ini menurut sebuah studi terbaru. Bukti menunjukkan bahwa depresi memperburuk dampak kardiovaskular pada diabetes tipe 2. Untuk menganalisis dampak tertentu seperti kematian otot jantung, Dr. Jeffrey F. Scherrer dan koleganya menguji di St. Louis Veterans Affairs Medical Center di Missouri, terhadap lebih dari setengah juta pasien yang bebas dari penyakit kardiovaskular pada tahun 1999 dan 2000.
Studi kohort yang melibatkan 77.568 pasien terdapat gangguan depresif mayor (PDK) sebanyak, 40.953 dengan diabetes tipe 2, serta 12.679 dengan komorbid PDK dan diabetes tipe 2, dan 214.749 orang dengan kondisi tidak terdapat gangguan tersebut. Selama tujuh tahun masa tindak lanjut, tingkat MI adalah 3,5% pada kelompok PDK, 5,9% pada kelompok diabetes, dan 7,4% pada pasien dengan dengan kedua gangguan tersebut, dan 2,6% pada kelompok kontrol.
Dibandingkan dengan kontrol, rasio hazard multivariat-disesuaikan untuk MI 1,29 bagi mereka dengan depresi saja, 1,33 bagi mereka dengan diabetes saja, dan 1,82 antara pasien dengan kedua kondisi, para peneliti melaporkan secara online 16 Juni dalam Diabetes Care. Penerimaan setidaknya 12 minggu dari antidepresan, bagaimanapun, secara bermakna dikaitkan dengan rendahnya risiko insiden MI. Studi saat ini menegaskan bahwa PDK (gangguan depresif mayor) dikaitkan dengan bahaya yang lebih besar insiden MI pada pasien dengan diabetes tipe 2, Dr. Scherrer dan rekan menyimpulkan.
Mereka memperkirakan beberapa kemungkinan mekanisme untuk temuan mereka. Misalnya, PDK dapat mengganggu perawatan diri diabetes dan meningkatkan aktivitas dan faktor risiko perilaku. Hal ini juga mungkin menyebabkan perubahan fisiologis; pasien depresi telah terbukti memiliki kadar glukosa yang abnormal dan gangguan toleransi glukosa, serta peningkatan koagulasi dan fibrinolisis. Dan sebaliknya, resistensi insulin dalam diabetes tipe 2 dapat mengganggu perawatan pasien depresi, sehingga sulit untuk membawa pasien keluar dari depresi mereka.

Sumber : Kalbe Farma

Selasa, 12 Juli 2011

Seni tingkat tinggi

Seorang seniman berasal dari Amerika mengerjakan seni tingkat tinggi dan waktu yang dibutuhkan selama 10 bulan penuh. Tidak heran hasilnya pun sangat fantatis sebuah lukisan dengan detil yang sangat indah dan rumit.

Kadar Lipid Darah Mungkin Mempengaruhi Risiko Kanker Prostat

Kadar Lipid Darah Mungkin Mempengaruhi Risiko Kanker ProstatDari hasil studi yang telah dilakukan, kadar lipid serum mungkin berhubungan dengan risiko kanker prostat, hal ini merupakan kesimpulan dari sebuah studi kohort yang baru-baru ini dipublikasikan dalam jurnal Prostate Cancer and Prostatic Diseases tahun 2011.

Dalam studinya penelitian yang melibatkan sebanyak 2.842 subyek laki-laki ini dilakukan oleh Dr. Kok DE., dkk. dengan tujuan utama penelitiannya adalah mengevaluasi hubungan antara kadar kolesterol total dalam serum, kolesterol HDL, kolesterol LDL,trigliserida dengan risiko kanker prostat. Pada akhir follow up, kasus insiden 64 kanker prostat telah diidentifikasi. Kolesterol serum total, kolesterol HDL, kolesterol LDL dan trigliserida dievaluasi sebagai faktor risiko potensial untuk kanker prostat dengan menggunakan model multivariabel Cox proportional hazards regression.
Dari sebanyak 2.842 subyek hanyak sebanyak 2.118 subyek yang di analisis. Subyek sebanyak tersebut adalah subyek yang tidak pernah menggunakan obat penurun kolesterol. Total kolesterol dan LDL yang tinggi secara bermakna dikaitkan dengan peningkatan risiko kanker prostat (HR dan 95% (CI) per 1 mmol/L masing-masing adalah sebesar 1,39 (95% CI 1,03-1,88) dan 1,42 (95% CI 1,00-2,02). Hasil yang serupa diamati untuk kanker prostat agresif, sedangkan untuk kanker prostat non-agresif terdapat hubungan yang bermakna dengan kolesterol HDL (HR 4,28, 95% CI 1,17-15,67).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kadar lipid dalamserum dapat mempengaruhi risiko kanker prostat. Namun, peran yang jelas dari setiap fraksi kolesterol terhadap perbedaan agresivitas kanker prostat harus evaluated lebih lanjut.

Sumber : Kalbe Farma

Kedelai Mungkin Memperbaiki Fungsi Kognitif Wanita Premenopause

Kedelai Mungkin Memperbaiki Fungsi Kognitif Wanita PremenopausePada wanita menopause, kedelai dan isoflavon dari kedelai tampaknya bermanfaat bagi fungsi kognitif wanita usia kurang dari 65 tahun, tetapi mungkin memiliki sedikit manfaat untuk wanita yang lebih tua dari 65 tahun, hal ini merupakan kesimpulan hasil penelitian yan gdipublikasikan dalam jurnal Menopause edisi Juli.


The North American Menopause Society melakukan aktivitas yang membahas kedelai ataupun isoflavon dari kedelai yang berlangsung pada 9-10 Oktober 2010, di Chicago, Illinois. Aktivitas round table discussion tersebut melibatkan  22 dokter dan ahli yang menghadiri presentasi dan kemudian dipisahkan menjadi kelompok-kelompok khusus untuk membahas penelitian terbaru berbasis bukti.
Lokakarya, yang berjudul "Pertimbangan Dasar dan Klinis dari Peri-menopause dan Dampak dari kedelai, Isoflavon kedelai, dan Metabolit mereka, Termasuk S(-)Equol," termasuk presentasi berbagai topik yang berdasarkan bukti, termasuk prevalensi penggunaan kedelai dan isoflavon kedelai; efek molekuler, seluler, dan fisiologis isoflavon, dan efek dari kedelai dan isoflavon kedelai pada gejala menopause, payudara dan kanker endometrium, aterosklerosis, keropos tulang, dan fungsi kognitif.
Manfaat kognitif dari konsumsi isoflavon dapat mengikuti hipotesis "critical window"  yang serupa dengan terapi hormon, di mana wanita menopause yang lebih muda mendapatkan keuntungan lebih dari wanita yang lebih tua. Uji klinis menunjukkan bahwa kedelai dan isoflavon dari memiliki beberapa keuntungan pada fungsi kognitif pada wanita usia kurang dari 65 tahun, dengan sedikit manfaat bagi perempuan lebih tua dari 65 tahun.
Kesimpulan para peneliti menyebutkan, studi dalam skala yang lebih besar diperlukan untuk dukungan kesimpulan definitif, dari studi yang melibatkan sebanyak 300 wanita pasca menopause yang masih sehati ini dan secara acak diberikan 25 g/hari protein kedelai yang kaya isoflavon dibandingkan plasebo protein susu.

Sumber : Kalbe Farma