Selasa, 27 September 2011

Makan Sayur dan Buah Turunkan Risiko Bayi Lahir Kecil

Makan Sayur dan Buah Turunkan Risiko Bayi Lahir KecilMemakan banyak buah dan sayur sebelum masa pembuahan mampu memperbesar kemungkinan melahirkan bayi dengan berat badan ideal. Menurut para ahli, perempuan yang mengonsumsi sayuran hijau lebih dari tiga kali kali per hari selama tiga bulan memiliki risiko 50 persen lebih kecil akan melahirkan bayi berukuran kecil.

Begitu pula dengan memakan buah dan mengonsumsi minyak ikan sedikitnya tiga kali per minggu. Adapun bayi yang berukuran terlalu kecil separuhnya berpotensi meninggal saat dilahirkan, sedangkan yang bertahan hidup memiliki kecenderungan mengidap penyakit jantung dan diabetes ketika dewasa.

Pada studi terakhir yang melibatkan 3.500 perempuan di Auckland, Selandia Baru, Manchester, London, dan Cork di Irlandia menemukan bahwa sebanyak 376 bayi yang dilahirkan tergolong berukuran terlalu kecil.

Berbagai analisis pun dilakukan saat sebelum dan sesudah melahirkan. Para perempuan itu pun ditanyai detail tentang menu makan dan gaya hidup mereka.

Pada International Journal of Obstetrics and Gynaecology, para ahli mengatakan bahwa memakan sedikitnya tiga porsi sayuran hijau setiap harinya sebelum memasuki masa kehamilan dapat mengurangi risiko melahirkan bayi berukuran terlalu kecil.

NFA, KF
Cinnamon (Kayu Manis) Menurunkan Risiko Diabetes MellitusCinnamon atau kayu manis berasal dari kulit bagian dalam dari pohon bergenus cinnamomum yang banyak digunakan sebagai pemanis dan bumbu masakan. Studi oleh departemen agrikultur US, Richard Anderson, yang dipublikasikan dalam Journal of the American College of Nutrition tahun 2009, menunjukkan bahwa ekstrak cinnamon yang mengandung komponen antioksidan dapat menurunkan risiko diabetes dan penyakit jantung.

22 pasien obese (kegemukan) dengan gangguan gula darah – kondisi yang diklasifikasikan sebagai prediabetes – secara sukarela ikut serta dalam studi selama 12 minggu. Prediabetes pada pasien-pasien ini muncul ketika sel tubuh resisten terhadap insulin. Partisipan secara acak dibagi menjadi 2 kelompok diberikan 250 mg ekstrak cinnamon larut air dua kali sehari atau plasebo. Partisipan melanjutkan diit harian seperti biasa. Gula darah diukur pada pagi hari pada awal studi, minggu ke-6 dan minggu ke-12 untuk menilai perubahan gula darah dan antioksidan.

Studi ini menunjukkan ekstrak cinnamon larut air meningkatkan kadar antioksidan sebanyak 13-23%, dan peningkatan kadar antioksidan ini berhubungan dengan penurunan kadar gula darah setelah makan. Studi ini merupakan studi awal dan diharapkan adanya studi-studi lebih lanjut yang meneliti lebih dalam mengenai efek konsumsi ekstrak dalam menurunkan stres oksidatif dan gula darah baik dari segi efikasi maupun keamanannya.

STO, KF

Peran DHA pada Ibu Menyusui Bayi Prematur

Peran DHA pada Ibu Menyusui Bayi PrematurKomponen utama pembentuk otak adalah lemak dan bahan baku untuk membentuk sel-sel saraf baru di dalam otak adalah protein. Salah satu yang terpenting dalam perkembangan otak dan kecerdasan adalah  Docosahexanoic acid (DHA). Kurang lebih 25 % dari 60 % lemak, merupakan komponen utama struktur otak adalah DHA, yang diperlukan sejak bayi dalam kandungan hingga lahir dan tumbuh.

Oleh para ahli, ibu hamil dan menyusui disarankan untuk mengkonsumsi pangan yang banyak mengandung sumber Omega-3, dimana berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu menyusui yang rajin mengkonsumsi makanan yang mengandung asam lemak tak jenuh rantai panjang ganda, yang terdapat dalam ikan dan minyak ikan, membantu perkembangan sel otak bayi, termasuk pada bayi yang lahir tidak cukup bulan / prematur.

Sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh Dr. Isabelle Marc dari Universitas Laval di Kanada yang dikemukan dalam pertemuan Pediatric Academic Societies (PAS) 2010, merekomendasikan ibu menyusui yang  melahirkan bayi prematur untuk lebih banyak mengkonsumsi sumber Omega-3.

Para ibu menyusui dari 12 bayi yang lahir pada minggu ke-29 atau lebih awal,   menerima suplementasi DHA dosis lebih tinggi, sampai dengan minggu ke-36 paska konsepsi. Kemudian para peneliti membandingkan kadar DHA dari Ibu yang menyusui serta kadar lemak plasma pada bayi dan asupan diet DHA ini dibandingkan dengan kontrol dari ibu dan bayi prematur yang tidak menerima asupan asam lemak DHA.

Hasil menunjukkan bahwa kadar DHA pada air susu ibu yang menerima DHA kurang lebih 12 x lebih tinggi daripada kelompok kontrol ibu tanpa DHA, walaupun tidak perbedaan antara pemberian makanan melalui tube diantara dua kelompok bayi, pada kelompok bayi yang menerima intervensi DHA ditemukan 7 x lebih banyak kadar DHA dibandingkan dengan kelompok kontrol, demikian pula sebagai tambahan terhadap konsentrasi/kadar DHA pada plasma lebih tinggi 2-3 x dibandingkan kelompok kontrol.

Berdasarkan studi tersebut, kandungan DHA pada air susu ibu yang tidak mengkonsumsi sumber Omega-3 lebih sedikit dibandingkan yang mengkonsumsi Omega-3. Supaya bayi prematur mencapai perkembangan sel otak secara optimal, maka selama masa ibu menyusui (laktasi) diperlukan perhatian yang lebih banyak untuk asupan dari Omega-3 (DHA), terutama melalui suplementasi DHA.

IWA, KF

Paradoks Kopi - Kopi Meningkatan Risiko Stroke

Paradoks Kopi - Kopi Meningkatan Risiko StrokeKopi memang menarik dibicarakan, banyak data-data dari hasil studi yang menunjukkan kopi memberikan manfaat termasuk bagi kesehatan, namun banyak juga hasil studi yang memberikan hasil yang kontroversi, misalnya efek konsumsi kopi terhadap sistem peredaran darah. Dari studi case-control, konsumsi kopi disebutkan meningkatkan risiko, namun studi lain dengan disain kohort prospektif konsumsi kopi tidak memberikan efek yang merugikan. Data lain juga menunjukkan bahwa konsumsi kopi memberikan efek yang negatif terhadap sistem peredaran darah, yaitu meningkatkan kolesterol darah, resistensi insulin, serta homosistein plasma. Sedangkan beberapa studi lainnya memberikan hasil yang positif, yaitu konsumsi kopi menurunkan risiko terjadinya diabetes mellitus tipe 2 dan juga memperbaiki fungsi hati.
 
Dan dari laporan studi terbaru memberikan hasil, bahwa secangkir kopi dapat meningkatkan risiko terjadinya stroke iskemik, terutama orang-orang yang jarang kopi, hal itu terungkap dari laporan para peneliti. Studi mereka tentunya dapat digunakan sebagai informasi baru yang mungkin berguna dalam pencegahan stroke dan sejalan dengan apa yang sudah diketahui tentang efek fisiologis dari kopi.

Penyelidikan yang dipimpim oleh Elizabeth Mostofsky, MPH, dari Harvard Medical School di Boston, Massachusetts, USA dan dipublikasikan dalam jurnal Neurology November 2010. menemukan peningkatan risiko stroke 2 kali lipat dalam waktu satu jam setelah minum secangkir kopi. Risiko tertinggi terjadinya stroke iskemik ini terjadi pada satu jam setelah minum kopi. Namun hal ini akan kembali pada kondisi awal dalam dalam jeda waktu 2 jam. Peneliti mengatakan kemungkinan adanya hubungan kausatif yang kuat antara kejadian stroke dengan konsumsi kopi khususnya pada jam-jam awal.

Dalam studi ini, peneliti melakukan interview terhadap 390 orang penderita stroke iskemik. Mereka membandingkan kebiasanan waktu konsumsi kopi dari setiap orang dengan munculnya gejala-gejala stroke. Lebih dari 78% subyek mengatakan mengkonsumsi kopi sejak beberapa tahun sebelumnya. Lebih dari separoh subyek mengatakan mengkonsumsi kopi dalam kurun waktu 24 jam sebelum stroke. Hampir 9% pasien mengkonsumsi kopi dalam waktu 1 jam sebelum serangan. Kejadian stroke iskemik yang terjadi satu jam setelah konsumsi kopi ini juga hanya terjadi pada subyek yang mengkonsumsi satu gelas kopi atau kurang perhari dan tidak pada subyek yang mengkonsumsi kopi secara teratur. Risiko relatif tetap sama ketika para peneliti membatasi sampel khususnya  kepada mereka yang tidak bersamaan terpapar dengan zat-zat yang potensial sebagai pemicu lainnya, dan hasilnya tetap bermakna.

Dalam tajuk rencananya, Dr. Giancarlo Logroscino, dari University of Bari di Italia, dan Dr. Tobias Kurth, dari Institut National de la Sante et de la Recherche Médicale di Paris, Perancis, mengatakan "penulis menggunakan disain penelitian yang elegan" dan mereka menyebutkan hal ini merupakan tambahan penting untuk "paradoks kopi". Tetapi mereka menambahkan klinisi perlu bukti lebih lanjut untuk kebenaran tentang asupan kopi, terutama ketika faktor risiko lain untuk stroke ada pada subyek tersebut.

KTW, KF

Khasiat Obat Tradisional Temulawak

Khasiat Obat Tradisional TemulawakSalah satu bahan dasar jamu Indonesia, temulawak, tanpa disadari ternyata hak patennya telah dipegang pemerintah Amerika Serikat. Padahal temulawak yang merupakan tanaman obat-obatan ini tergolong dalam suku temu-temuan (Zingiberaceae) sekaligus berasal dari Indonesia, khususnya Pulau Jawa, kemudian menyebar ke beberapa tempat di kawasan Indo-Malaya.

Saat ini, sebagian besar budidaya temu lawak berada di Indonesia, Malaysia, Thailand,  dan Filipina. Di Jawa, tanaman itu dikenal dengan nama temulawak, di Sunda disebut koneng gede, sedangkan di Madura disebut temu labak.

Kandungan utama yang dimiliki temulawak adalah protein, karbohidrat, dan minyak atsiri yang terdiri atas kamfer, glukosida, turmerol, dan kurkumin. Baru-baru ini, kurkumin dinyatakan sebagai zat yang mampu membuat orang panjang usia karena khasiatnya sebagai antiinflamasi (antiradang) dan antihepotoksik (antikeracunan empedu).

Di Indonesia, temulawak telah dikenal luas sebagai bahan dalam jamu tradisonal yang memiliki banyak khasiat kesehatan seperti mengatasi gangguan lever, mencegah hepatitis, meningkatkan produksi cairan empedu, membantu pencernaan, mengatasi radang kandung empedu, radang lambung, dan gangguan ginjal.

Selain itu, temulawak juga bisa menurunkan kadar kolesterol tinggi, anemia/kurang darah, melancarkan peredaran darah, gumpalan darah, malaria, demam, campak, pegal linu, rematik, sakit pinggang, peluruh haid, keputihan, sembelit, ambeien, menambah nafsu makan, batuk, asma, radang tenggorokan, radang saluran nafas, radang kulit, eksim, jerawat, meningkatkan stamina, radang kandung empedu dan batu empedu.

NFA, KF

Kombinasi Silymarin, Fosfatidilkolin (PPC), dan Vitamin E Memperbaiki Perlemakan Hati

Kombinasi Silymarin, Fosfatidilkolin (PPC), dan Vitamin E Memperbaiki Perlemakan HatiPerlemakan hati adalah penimbunan lemak yang berlebihan pada sel-sel hati yang merupakan respon organ hati terhadap jejas atau trauma, dan terjadi jika total timbunan lemak lebih dari 5% berat total organ hati yang normal. Secara tradisional perlemakan hati juga dibedakan menjadi  dua kelompok besar yaitu: NAFLD (Non-alchoholic  fatty liver disease) yang merupakan perlemakan hati yang disebabkan oleh semua kondisi selain alkohol, dan ALD (Alchoholic liver disease).
Angka kejadian NAFLD secara pasti tidak diketahui, namun dari data-data yang ada  perlemakan hati dan NASH dapat terjadi pada semua kelompok umur termasuk anak-anak, Prevalensi tertinggi terjadi pada kelompok umur antara 40 – 49 tahun. Kejadian ini meningkat seiring dengan peningkatan berat badan. Dari data pada individu normal terdapat sekitar 10% - 15% terjadi perlemakan hati dan sekitar 3% steatohepatitis(perlemakan disertai dengan peradangan), sedangkan pada individu yang gemuk sekitar  70% - 80% terjadi perlemakan hati, dan 15% - 20% terjadi steatohepatitis. Prevalensi perlemakan hati pada pasien dengan diabetes tipe 2, adalah  berkisar 10% - 75%, sedangkan pada kelompok hiperlipidemia berkisar  20% – 92%.  Dari konsensus AGA (American Gastroenterological Association) preparat yang dikategorikan sebagai hepatoprotektor  untuk perlemakan hati adalah antara lain: UDCA, betaine, vitamin E, fosfatidilkolin, beta-carotene, dan selenium.
Kombinasi silybin (silymarin) dengan PPC dan vitamin E ternyata memberikan efek positif terhadap perlemakan hati. Kombinasi ketiga preparat tersebut akan meningkatkan efek antioksidan. Sebanyak 85 subyek yang terdiagnosa perlemakan hati, yang selanjutnya diberikan  silybin yang dikonjugasikan dengan vitamin E dan PPC yang diberikan selama 3 bulan memberikan efek penurunan skor perlemakan hati yang dievaluasi dengan USG, perbaikan ensim hati, perbaikan hiperinsulinemia, serta indeks fibrosis, transforming growth factor-β plasma,  tumor necrosis factor-α, derajat steatosis, dan γ-glutamyl transpeptidase. Data tersebut dari suatu studi yang dilakukan oleh Trappoliere M., dkk. yang dipublikasikan dalam Dig Dis Sci (2007).
Kesimpulan dari studi tersebut menunjukkan bahwa kombinasi silybin, vitamin E dan PPC merupakan kombinasi yang memberikan harapan untuk penatalaksanaan NAFLD. 

KTW, KF

Pria Bertubuh Tinggi Berisiko Lebih Besar Terkena Kanker Testis

Pria Bertubuh Tinggi Berisiko Lebih Besar Terkena Kanker Testis Pria bertubuh tinggi ternyata berisiko lebih besar mengidap kanker testis, menurut hasil sebuah penelitian. Dikemukakan, setiap 2 inci penambahan tinggi tubuh, risiko terdiagnosis penyakit itu sebesar 13 persen.

Dr Michael Blaise Cook dari Institut Kanker Nasional di Maryland, Amerika Serikat, sekaligus ketua penelitian mengutarakan, "Hasil studi yang kami gelar menunjukkan adanya kaitan antara tinggi tubuh dan risiko kanker testis, tapi kami masih belum memahami mengapa penambahan tinggi tubuh memengaruhi risiko kanker testis."

Faktor lainnya, seperti keturunan dan genetis memang lebih menjadi penyebab utama penyakit ini. Risiko seseorang mengidap kanker testis juga ditentukan oleh catatan medisnya, etnik, dan usia. Penemuan ini telah dipublikasikan di British Journal of Cancer edisi Oktober 2010.

Sara Hiom, Direktur Pusat Informasi Kesehatan pada Penelitian Kanker di Inggris mengatakan, "Pria bertubuh tinggi tak semestinya merasa mawas diri karena hasil penelitian ini, karena 4 dari 100 kasus benjolan pada testis tidak semuanya merupakan kanker."

Di Inggris pun, jumlah penderita kanker testis hanya 210 orang sehingga faktor risiko itu terbilang tidak terlalu akurat.

NFA, KF

Gel Antibakteri Hanya Efektif 2 Menit

Gel Antibakteri Hanya Efektif 2 Menit Mungkin beberapa dari kita berpikir bahwa gel antibakteri (hand sanitizer) yang kerap kita pakai mampu melindungi tangan dari kuman dalam waktu lama, nyatanya gel antibakteri pembersih tangan tidak menawarkan perlindungan jangka panjang yang selama ini dikira.

"Pembersih tangan berbahan alkohol sebenarnya hanya efektif selama 1-2 menit dan harus digunakan kembali bila ada kontaminasi," kata Philip Tierno, Direktur Mikrobiologi dan Imunologi Klinis di Pusat Kesehatan NYU Langone.

Adapun Len Horovitz, dokter dan internis di Rumah Sakit Lenox Hill menjelaskan bahwa penggunaan hand sanitizer tetap lebih baik ketimbang tidak menggunakan apa pun, terutama bila kita hendak menjabat tangan orang atau tengah berada di kepadatan lalu lintas. "Tapi tetap, cara paling efektif untuk membersihkan tangan ialah dengan mencucinya menggunakan sabun dan air."

Ia menambahkan, cara lain membesihkan tangan selain dengan mencucinya yakni jauhkan tangan dari wajah. Jangan menhentuh wajah dengan tangan kecuali Anda baru saja mencuci tangan."
 
NFA, KF

Senin, 19 September 2011

Keajaiban Sebuah Kebaikan

Pernahkah anda mengingat sesorang dan sulit untuk melupakannya? Atau anda ingin di ingat seseorang sampai-sampai orang itu susah untuk melupakan anda? Tentu ada alasan mengapa anda sangat sulit untuk melupakan seseorang, padahal orang itu mungkin tidak pernah anda kenal lebih dekat dari teman-teman anda ketika SMA.

Saya mengalami hal di atas dan mengingat orang itu dengan baik hingga saat sekarang, padahal saya tidak mengenal orang itu sedikitpun apalagi harus mengenal namanya. Kejadiannya pun tidak lebih dari lima menit, namun mungkin saya akan mengingat orang itu hingga seumur hidup saya.

Cerita bermula ketika saya menaiki metromini, anda pasti tahu betapa sumpeknya kondisi kendaraan di ibukota Jakarta, ditambah lagi kondisi jalanan yang selalu macet. Asap mengepul dari ribuan kendaraan setiap harinya yang bisa membuat nafas anda sesak. Merasa tidak nyaman dengan kondisi itu, saya pun menutupi hidung dengan tangan. Tiba-tiba seorang perempuan menawarkan saya selembar tisu. Dengan perasaannya yang tulus sambil tersenyum. Tapi karena saya merasa mampu untuk bertahan hanya menutupi hidung dengan tangan, saya pun menolak penawaran baiknya. Namun dia tetap tersenyum.

Tidak lama saya turun dari metromini, sambil berkata dalam hati "Alangkah baiknya orang itu". Mulai saat itu dia sulit saya lupakan.

Ini sebuah pelajaran untuk saya dan untuk kita semua, bahwa kebaikkan yang sederhana bisa membuat orang untuk di ingat selamannya. Jangan ragu untuk memulai kebaikkan anda di pagi hari, agar kebaikkan pun datang kepada anda. Dan bukakah lebih baik kita saling mengingat satu sama lainnya?

iBourne

FDA Setujui Dua Obat Kanker yang dapat Melawan HIV

FDA Setujui Dua Obat Kanker yang dapat Melawan HIVSebuah kombinasi dari dua obat yang disetujui oleh Food and Drug Administration (FDA) AS yang disetujui untuk melawan kanker secara efektif mengurangi replikasi HIV di laboratorium. Hal ini sesuai dengan studi yang diterbitkan di Journal of Virology edisi bulan September 2010.

Sebagian besar dari obat antiretroviral (ARV) yang telah disetujui cukup ampuh jika digunakan dengan benar, sehingga dapat menurunkan tingkat HIV dalam darah sebanyak hampir satu juta kali lipat. Namun, ARV ini memiliki kelemahan kritis, yang berarti bahwa dari waktu ke waktu, HIV dapat bermutasi sampai ke titik dimana virus menjadi resistan terhadap obat.

Beberapa tahun yang lalu, para ilmuwan mulai berteori bahwa adalah mungkin untuk menggunakan kemampuan HIV untuk bermutasi melawan dirinya sendiri. Bagaimana jika, mereka bertanya-tanya, jika HIV dapat didorong untuk bermutasi degan sangat cepat sehingga kesalahan memotong setiap generasi gen dari virus. Apakah virus yang cacat yang menumpuk menjadi suatu jumlah tertentu akan membuat infeksi tersebut jenuh? Proses yang disebut lethal mutagenesis ini telah diuji dengan virus lain di tikus kecil, dan hal tersebut tampaknya mungkin secara teori.

“Kemampuan HIV untuk bermutasi membuatnya menjadi sulit untuk ditargetkan dan diobati, Louis Mansky, PhD dari University of Minnesota (UM) menegaskan dalam pengumuman studi ini. “Kami ingin mengambil keuntungan dari perilaku ini dengan merangsang tingkat mutasi HIV, pada dasarnya menggunakan virus sebagai senjata untuk melawan dirinya sendiri.”

Mansky, dan dua rekan dari UM lainnya, Christine Clouser, PhD, dan Steven Patterson, PhD, mulai mencari obat yang disetujui FDA dengan potensi lethal mutagenesis. Mereka menduga bahwa menemukan obat yang telah disetujui dengan data keamanan jelas akan mempercepat proses penelitian dan memungkinkan para ilmuwan untuk lebih cepat mulai melakukan pengujian pada manusia dari setiap obat yang terbukti efektif di laboratorium. Dua obat tersebut, Gemzar (gemcitabine) dan Dacogen (decitabine), tampaknya sangat menjanjikan.

Tim menemukan bahwa ketika dua obat yang digunakan bersama-sama, pada konsentrasi yang sangat rendah sehingga obat tidak efektif bila digunakan sendirian, kombinasi menghentikan reproduksi HIV sebesar 73%. Kedua obat-obatan, seperti kemoterapi kanker lainnya, dapat memiliki efek samping yang serius bila digunakan pada dosis yang khas. Peneliti berharap bahwa mereka dapat menggunakan dosis cukup rendah untuk meminimalkan efek samping tersebut.

“Hasil penelitian kami menunjukkan bahwa infektifitas HIV dapat dikurangi dengan menggabungkan obat-obatan [seperti Gemzar dan Dacogen],” komentar penulis. “Pengamatan kami mendukung sebuah model yang meningkatkan pengurangan frekuensi infektifitas mutasi melalui lethal mutagenesis.”

“Temuan ini memberi harapan bahwa pendekatan seperti itu suatu hari nanti akan membantu 33 juta orang di seluruh dunia yang saat ini hidup dengan HIV,” Mansky menyimpulkan.
 
NFA, KF

Silymarin dapat Menghambat Virus Hepatitis C Masuk ke dalam Sel

Silymarin dapat Menghambat Virus Hepatitis C Masuk ke dalam SelMilk thistle (Silybum marianum) memiliki sejarah panjang sebagai obat untuk masalah hati dalam pengobatan tradisional Timur dan Barat. Silymarin adalah flavonoid yang terdiri dari campuran komponen susu termasuk silibinin thistle. Sebagian besar penelitian silymarin telah melihat efeknya pada fibrosis hati, tetapi dalam beberapa tahun terakhir para peneliti telah mempelajari aktivitas langsung silymarin terhadap HCV di laboratorium dan in vivo.

Sebuah survei dari peserta dalam percobaan HALT-C – yang mengevaluasi manfaat jangka panjang dari interferon pegilasi pada pasien yang tidak menanggapi pengobatan standar dengan interferon pegilasi dan ribavirin – menemukan bahwa peserta yang mengatakan bahwa mereka yang menggunakan silymarin tidak memiliki viral load HCV rata-rata yang lebih rendah dibandingkan dengan mereka yang tidak menggunakan. Namun, sebuah studi yang baru dilakukan menunjukkan bahwa silymarin menghambat aktivitas polimerase HCV, yang menyalin bahan genetik virus sebagai bagian dari replikasi.

Dalam penelitian ini, Jessica Wagoner dari University of Washington di Seattle dan rekan secara lebih lanjut melihat tindakan antivirus dari silymarin di laboratorium.

Hasil
  • Silymarin memiliki efek antivirus terhadap HCV dalam kultur sel, termasuk menghambat masuknya virus ke dalam sel, RNA HCV dan ekspresi protein, dan dalam produksi partikel virus yang menular.
  • Silymarin tidak menghambat pengikatan HCV kepada sel, namun menghambat masuknya pseudopartikel virus dan fusi pseudopartikel dengan liposom, atau gelembung lemak.
  • Silymarin – namun tidak silibinin – menghambat aktivitas HCV genotipe 2a NS5B yang tergantung pada polimerase RNA pada konsentrasi 5-10 kali lebih tinggi dari yang dibutuhkan untuk efek anti HCV dalam kultur sel.
  • Namun, silymarin hanya memiliki aktivitas minimal melawan genotipe 1b yang mengisolasi BK dan 4 genotipe polimerase 1b yang berasal dari pasien yang terinfeksi dengan HCV.
  • Silymarin tidak menghambat replikasi HCV pada 5 genotipe independen 1a, 1b, dan 2a sel model yang tidak memproduksi virus yang menular.
  • Silymarin menghambat aktivitas protein trigliserida, sekresi apolipoprotein B, dan produksi virion menular dalam medium kultur sel.
  • Silymarin juga memblokir penyebaran HCV dari sel ke sel.
Berdasarkan temuan ini, para penulis penelitian menyimpulkan, “Walaupun penghambatan aktivitas NS5B in vitro polimerase dapat dibuktikan, mekanisme tindakan antivirus dari silymarin yang muncul untuk menghalangi masuknya virus dan penularan, mungkin dengan menargetkan sel induk.”

NFA, KF

Merokok Terkait dengan Tingkat kanker yang Tinggi

Merokok Terkait dengan Tingkat kanker yang TinggiOrang dengan HIV di kohort Veterans Administration (VA) yang berhenti merokok atau yang tidak pernah merokok berada pada risiko yang lebih rendah untuk mengembangkan kanker non AIDS atau kanker dubur dibandingkan dengan perokok aktif. Data ini dilaporkan dalam 50th Annual Interscience Conference on Antimicrobial Agents and Chemotherapy (ICAAC) di Boston.

Merokok merupakan faktor risiko yang diketahui untuk sejumlah kanker termasuk kanker paru-paru, kanker kolorektal, kanker leher rahim dan kanker dubur. Meskipun tidak banyak penelitian yang belum dieksplorasi hubungan antara merokok dan kanker pada orang dengan HIV, kita tahu bahwa orang HIV-positif jauh lebih mungkin merokok dibandingkan orang HIV-negatif. Hal ini menjadi perhatian serius, mengingat bahwa tingkat kanker dubur, khususnya, meningkat pada orang dengan HIV.

Untuk mengeksplorasi hubungan antara merokok dan kanker, Angelike Liappis, MD, dan rekan dari George Washington University di Washington, DC, melakukan survei terhadap 200 laki-laki HIV-positif dari pusat medis VA di Washington, DC, tentang kebiasaan merokok mereka. Hasil survei dicocokkan dengan catatan medis elektronik. Secara khusus, Liappis dan rekan-rekannya sedang mencari hubungan antara merokok dan kanker dubur, displasia dubur (pendahulu kanker dubur) dan kanker non AIDS.

Merokok sangat umum dalam kohort: 82% melaporkan riwayat penggunaan tembakau, dan 63% adalah perokok saat ini. Menariknya, catatan medis dari 23% dari perokok aktif gagal menyebutkan kebiasaan merokok mereka.

Tim Liappis menemukan bahwa penggunaan tembakau sangat terikat pada semua tiga dari kondisi yang dianalisis. Perokok aktif hampir lima kali lebih mungkin untuk memiliki kanker non AIDS dibandingkan dengan mereka yang tidak pernah merokok atau yang telah berhenti merokok. Hal yang sama juga terjadi pada kanker dubur. Perokok aktif adalah 11 kali lebih mungkin untuk memiliki displasia dubur daripada mereka yang tidak pernah merokok dan sekitar dua kali lebih mungkin untuk memiliki kondisi sebagaimana orang-orang yang berhenti merokok.

Catatan tentang riwayat merokok sebagian besar akurat bagi mereka yang mengembangkan kanker non AIDS atau kanker dubur, namun proporsi yang signifikan dari mereka dengan displasia dubur memiliki catatan medis yang gagal untuk menyebutkan kebiasaan merokok mereka. Hal ini menunjukkan bahwa petugas tidak bekerja secara aktif sebagaimana mestinya dengan klien mereka untuk menilai penggunaan tembakau mereka dan berpotensi membantu mereka berhenti merokok.

“Penyedia layanan HIV harus berusaha untuk mendokumentasikan sejarah merokok dan faktor risiko akibat tembakau, terutama penggunaan aktif, di samping risiko seksual dan adanya patologi virus papiloma manusia (HPV) pada saat skrining untuk displasia dubur,” penulis menyimpulkan.

NFA, KF

Cara Mencegah dan Menghindari Sakit Kepala

Cara Mencegah dan Menghindari Sakit Kepala Mungkin belakangan ini Anda mulai gelisah karena sering didera sakit kepala. Jangan keburu panik. Coba periksa postur tubuh Anda selama ini, karena bisa jadi itulah penyebab utama sakit kepala yang sangat mengganggu Anda.

Menurut Roger Cady, MD, Vice President dari National Headache Foundation, postur tubuh merupakan salah satu faktor yang kurang diperhatikan dalam masalah nyeri kepala. Salah satu kesalahan postur tubuh yang paling sering terlihat adalah forward head posture (FHP) atau kepala yang menjulur ke depan. Ketika leher Anda terbiasa tertarik ke arah depan, Anda harus memiringkan kepala Anda ke atas untuk melihat, demikian jelas Cady. Buruknya, posisi seperti ini bisa menekan saraf dan otot yang berada di bagian dasar tulang tengkorak. Penyebab paling lazim terjadinya FHP adalah kebiasaan duduk merunduk di depan komputer.

Colleen Baker, seorang terapis fisik yang berpraktik di Headache Care Center di Springfield, memberikan beberapa trik untuk membantu Anda menjaga posisi kepala agar tetap lurus:

* Bayangkan ada seutas tali yang terikat di bagian atas kepala Anda, dan menghubungkannya dengan langit-langit ruangan.
* Secara berkala, periksalah postur tubuh untuk memastikan telinga Anda berada dalam posisi segaris dengan bahu.
* Buatlah pengingat di komputer Anda yang akan memunculkan pesan setiap setengah jam untuk melakukan kedua tip sebelumnya.

Trik menghindari sakit kepala saat perubahan cuaca sangat ekstrim


Kondisi cuaca yang tak menentu bisa mengganggu kenyamanan kita dalam beraktivitas. Apalagi, perubahan cuaca saat ini terbilang ekstrim. Pagi panas terik, sore hari bisa hujan deras. Menurut studi terbaru dari Harvard, risiko sakit kepala bertambah besar manakala suhu udara terasa lebih panas daripada biasanya.

Tapi pada anak-anak, mereka justru menderita sakit kepala ketika musim hujan, atau saat suhu udara sangat lembap."Tubuh yang dehidrasi akan memperparah gejala sakit kepala. Maka itu, kita perlu minum air putih yang cukup. Dan, sebisa mungkin hindari berada di luar ruangan saat matahari sedang bersinar sangat terik," saran Alexander Mauskop, MD., pendiri New York Headache Center.

Ia menambahkan, latihan kardio yang rutin juga dapat membantu meringankan gejala sakit kepala. "Pembuluh darah di otak jadi lebih fleksibel, mudah melebar dan mengerut. Akibatnya, tak muncul nyeri akibat tekanan udara yang berubah-ubah," tambah Mauskop.

Jadi perkuat diri kita dengan air putih, makanan sehat, dan olahraga teratur untuk menghadapi perubahan cuaca yang ekstrim.

NFA, KF

Pemberian Antibiotik pada Bayi Berpotensi Memicu Asma dan Alergi

Pemberian Antibiotik pada Bayi Berpotensi Memicu Asma dan AlergiPara peneliti medis di Kanada menggelar studi berbujet US$2,5 juta guna mengetahui apakah memberikan antibiotik pada bayi di tahun pertama  berpotensi memicu asma dan alergi yang akan muncul seiring dengan pertambahan usia.Menurut laporan Discovery News, lebih dari 50 persen bayi di Kanada menerima resep antibiotik sebelum mereka berusia 1 tahun.

Studi ini sebenarnya memiliki tujuan ganda. Pertama, guna memantau apakah bakteri pada usus bayi yang baru saja lahir mengalami perubahan setelah mengonsumsi antibiotik. Kedua, apakah studi ini nantinya akan memicu adanya perubahan dalam kondisi kesehatan bayi.

Para peneliti tertarik dengan mikrobiota yang dinilai sebagai bakteri usus yang baik karena melindungi dari bakteri jahat dan membantu tubuh dalam menyerap nutrisi. Namun, manusia tidak terlahir dengan kandungan bakteri itu. Mikrobiota secara otomatis akan timbul pada tahun pertama kehidupan bayi. Itu yang menjadi subjek studi ini.

Bukti akan didapatkan dari popok bayi. Para peneliti akan manganalisis komposisi mikrobiota dari sampel kotoran bayi usia 3 bulan hingga 1 tahun. DNA yang diambil pada kotoran bayi nantinya akan membantu pengidentifikasian bakteri mikrobiota. Lalu, pada penelitian lebih lanjut akan dianalisis bagaimana respons mikrobiota terhadap antibiotik pada bayi-bayi tersebut.

NFA, KF

Perempuan dengan Koinfeksi HIV/HCV Lebih Mungkin untuk Menghentikan Terapi HCV

Perempuan dengan Koinfeksi HIV/HCV Lebih Mungkin untuk Menghentikan Terapi HCV 
Perempuan dengan koinfeksi HIV/hepatitis C lebih mungkin mengalami efek samping yang mengarah pada penghentian atau modifikasi terapi hepatitis C, para peneliti AS melaporkan dalam Journal of Acquired Immune Deficiency Syndrome.

Para peneliti melakukan meta-analisis dari tiga studi besar (ACTG A5071, APRICOT, dan ARNS HC02 RIBAVIC) yang memeriksa keamanan dan kemanjuran pengobatan hepatitis C pada pasien koinfeksi.

Mereka menemukan bahwa meskipun laki-laki dan perempuan mengalami berbagai efek samping yang sama, perempuan lebih mungkin untuk menghentikan atau mengubah terapi hepatitis C. Selain itu, perubahan pengobatan terjadi lebih dini pada perempuan. Jenis ART dikaitkan dengan penghentian atau modifikasi terapi.

“Ini adalah studi pertama yang menunjukkan bahwa perempuan terinfeksi HIV yang menggunakan terapi hepatitis C mengalami lebih banyak efek samping yang membutuhkan penghentian pengobatan”, komentar para peneliti. “Rejimen ARV mungkin merupakan prediktor penting penghentian pengobatan dan harus lebih dieksplorasi sebagai prediktor efek samping dalam percobaan koinfeksi HIV/HCV,” mereka menambahkan.

Banyak pasien HIV-positif yang memiliki koinfeksi dengan hepatitis C, dan penyakit hati terkait hepatitis C merupakan penyebab penting kematian pada pasien ini.

Hanya sebagian kecil pasien dengan infeksi kronis menanggapi terapi hepatitis C, dan banyak yang tidak menyelesaikan pengobatan mereka karena efek samping.

Menentukan faktor yang terkait dengan peristiwa efek samping dan penghentian pengobatan yang timbul dari mereka dapat membantu dokter untuk memberikan dukungan yang tepat untuk pasien mereka.

Sudah diketahui sebelumnya bahwa perempuan yang hanya terinfeksi hepatitis C lebih mungkin untuk menghentikan pengobatan. Selain itu, tingginya tingkat penghentian pengobatan terlihat pada perempuan HIV-positif yang diobati dengan beberapa obat antiretroviral.

Oleh karena itu peneliti melakukan meta-analisis dari tiga besar uji coba pengobatan hepatitis C yang melibatkan pasien koinfeksi untuk melihat apakah jenis kelamin terkait dengan peningkatan risiko penghentian atau modifikasi pengobatan.

Penelitian ini dilakukan antara tahun 2000 dan 2003 dan melibatkan total 1.376 individu, 288 (21%) diantaranya adalah perempuan.

Secara signifikan lebih banyak perempuan dibandingkan laki-laki (24% vs 16%, p = 0,003) berhenti pengobatan secara dini karena efek samping.

Efek samping seperti demam, malaise dan masalah gastrointestinal merupakan alasan utama untuk penghentian pengobatan (74%), tetapi 18% berhenti menggunakan terapi hepatitis mereka karena masalah neuropsikiatri.

Walaupun perempuan lebih mungkin untuk menghentikan terapi dibandingkan pria karena efek samping, frekuensi dari efek samping adalah sebanding antara laki-laki dan perempuan.

Faktor yang secara signifikan terkait dengan penghentian pengobatan karena efek samping termasuk indeks massa tubuh lebih rendah untuk laki-laki (p = 0,04), dan pengobatan dengan NNRTI bagi perempuan (p = 0,03). Peningkatan usia juga secara bermakna dikaitkan dengan penghentian pengobatan (p <0,0001).

Perempuan juga lebih mungkin dibandingkan pria untuk mengalami efek samping yang mengarah pada modifikasi terapi hepatitis C (61% vs 48%). Terapi antiretroviral yang meliputi AZT secara bermakna terkait dengan modifikasi pengobatan pada perempuan (p = 0,002).

Pengobatan dengan NNRTI efavirenz telah dikaitkan dengan efek samping neuropsikiatri. Konsentrasi dalam darah yang tinggi dari obat ini telah terlihat pada kelompok perempuan. Para peneliti berpendapat bahwa hal ini mungkin menjelaskan mengapa terapi dengan NNRTI dikaitkan dengan penghentian pengobatan pada perempuan.

Demikian pula, penelitian sebelumnya telah menemukan peningkatan kadar AZT pada perempuan, mungkin menjelaskan hubungan antara pengobatan dengan obat ini pada perempuan dan modifikasi pengobatan.

“Perempuan lebih mungkin mengalami efek samping, mengarah ke modifikasi dosis pengobatan hepatitis C dosis dan penghentian dalam pengaturan koinfeksi virus HIV/HCV,” para peneliti menyimpulkan, “perempuan yang menggunakan rejimen NNRTI lebih mungkin untuk menghentikan terapi, dan perempuan yang menggunakan rejimen yang mengandung AZT lebih cenderung membutuhkan modifikasi dosis.”

NFA, KF

Minggu, 18 September 2011

Perkembangan Sirosis Hati pada populasi Pengguna Narkoba Suntik


Perkembangan Sirosis Hati pada populasi Pengguna Narkoba Suntik Kalbe.co.id - Penggunaan narkoba suntikan seringkali mendapat infeksi dalam darah seperti hepatitis C dan HIV melalui penggunaan jarum suntik dan peralatan suntik lainnya secara bersama-sama. Selama bertahun-tahun, sebagian besar orang dengan hepatitis C akan mengembangkan penyakit hati berat seperti fibrosis lanjut, sirosis (luka parut) dan karsinoma hepatoseluler (suatu bentuk kanker hati).

Ava John-Baptiste dari Universitas Toronto dan rekannya melakukan kajian literatur dan meta-analisis untuk memperkirakan tingkat pengembangan menjadi sirosis hati antara orang-orang terinfeksi HCV melalui penggunaan narkoba suntikan.

Para peneliti mencari literatur untuk artikel yang dipublikasikan yang menilai perkembangan sirosis pada populasi pengguna narkoba suntikan. Mereka mengumpulkan data tentang prevalensi sirosis, proporsi laki-laki dalam populasi, usia rata-rata pasien, durasi rata-rata infeksi HCV, tingkat rata-rata alanin aminotransferase (ALT), proporsi dengan koinfeksi HIV, dan proporsi pengguna alkohol berat.

Hasil
  • Sebanyak 47 artikel yang dipublikasikan yang relevan diidentifikasi, 44 studi diantaranya mewakili total 6.457 pasien yang dilibatkan dalam analisis akhir.
  • Tingkat estimasi sirosis adalah 8,1 per 1.000 orang-tahun, setelah disesuaikan untuk faktor perancu.
  • Hal ini terkait dengan prevalensi sirosis 20-tahun sebesar 14,8%.
  • Tingkat pengembangan penyakit hati lebih cepat pada populasi yang mencakup persentase yang lebih tinggi dari laki-laki dan/atau pengguna alkohol yang berat.
  • Namun, peningkatan 5% dalam proporsi orang dengan koinfeksi HIV/HCV atau peningkatan ALT sebanyak 5 IU/L tidak terkait dengan pengembangan yang lebih cepat.
Kesimpulan penulis penelitian, “Analisis data tingkat agregat menunjukkan bahwa untuk pasien yang terjangkit HCV melalui penggunaan narkoba suntikan, prognosis adalah buruk pada populasi dengan banyak pasien laki-laki dan tingginya tingkat konsumsi alkohol.”

NFA, KF

Masyarakat Kota lebih Kebal terhadap Serangan Penyakit


Masyarakat Kota lebih Kebal terhadap Serangan PenyakitKalbe.co.id - Hidup dan beraktivitas di wilayah perkotaan ternyata memiliki keuntungan tersendiri. Masyarakat kota lebih resisten terhadap serangan penyakit.

Para ahli menemukan bahwa gen orang yang hidup di wilayah perkotaan cenderung lebih bervariasi sehingga mereka pun lebih kebal terhadap serangan virus, penyakit sepeti tuberkulosis (Tb) dan kusta. Para ahli menganalisis sampel DNA dari berbagai negara di Benua Eropa, Asia, dan Afrika lalu membandingkan tingkat kerentanan genetis mereka terhadap penyakit.

Sanitasi yang buruk dan kepadatan penduduk menyediakan lahan yang potensial bagi perkembangan penyakit di darah pada selama beberapa generasi. Hal itu pun membuat gen yang resistan terhadap penyakit menurun dan menyebar di populasi yang ramai.

Ian Barnes dari Sekolah Ilmu biologi di Universitas Royal Holloway, London, yang menyelenggarakan penelitian ini mengemukakan, "Ini merupakan bentuk lain dari evolusi pada manusia. Ini juga menjelaskan mengapa resistansi manusia berbeda-beda di seluruh dunia."

Para ahli pun menemukan bahwa penduduk pada wilayah yang sejak lampau atau dahulunya merupakan daerah perkotaan memiliki DNA yang lebih beragam sehingga mereka memiliki resistansi lebih terhadap virus penyakit.
 
NFA, KF

Sabtu, 17 September 2011

Tes Resistansi Obat Kanker Imatinib Dikembangkan di Jepang

Para ilmuwan Jepang telah mendesain sebuah tes guna mengidentifikasi pasien yang berpotensi kebal atau resistan terhadap imatinib, obat standar yang biasa digunakan untuk menangani leukemia atau kanker darah.

Uji coba ini dinilai penting karena resistansi terhadap imatinib akan menyebabkan pasien kembali jatuh sakit, bahkan dapat lebih parah apabila mereka diberikan pengobatan yang salah. Pada jurnal Clinical Cancer Research, para ilmuwan mengatakan mereka akan mengembangkan tes yang akan membantu dokter untuk mengetahui apakah pasien penderita leukemia myeloid kronis (CML) resistan terhadap imatinib.

Imatinib berguna dalam merawat penderita CML dan kanker lainnya. Imatinib berkerja dengan mengeblok sel enzim-enzim kanker. "Sebagian besar pasien sensitif terhadap imatinib kala mereka didiagnosis menderita CML, tapi resistansi bisa muncul selama atau setelah penggunaan imatinib," Yusuke Ohba, profesor dari Universitas Hokkaido.

"Dengan uji coba ini, kami dapat mengindentifikasi lebih akurat perawatan atau kombinasi obat yang lebih tepat sehingga dapat memberikan terapi yang cocok untuk setiap pasien. Saya yakin pendekatan ini akan membuat pengobatan terhadap CML lebih efektif," kata Ohba.

Melalui uji coba ini, Ohba dan beberapa koleganya mengumpulkan sampel darah beberapa pasien yang lalu diteliti apakah mereka resisten terhadap imatinib atau tidak. Uji coba ini akan membantu menentukan apakah pasien akan membutuhkan dosis yang lebih besar, jenis kombinasi terapinya seperti apa, atau apakah dibutuhkan bantuan obat lain, jelas Ohba.

NFA, KF

Jumat, 16 September 2011

Lari Jogging tidak Efektif untuk Menurunkan Berat badan

Lari Jogging tidak Efektif untuk Menurunkan Berat badanMenurut seorang pelatih kebugaran asal London, Greg Brookes, berlari mungkin bukanlah bentuk olahraga ideal, terutama bagi Anda yang tengah berupaya menurunkan berat badan.

"Banyak orang yang memulai program penurunan berat badan dengan melakukan joging dan mereka kerap menemui kegagalan," kata Brookes. Menurutnya, itu disebabkan lemak merupakan sumber energi favorit di tubuh kita. Maka itu semakin lama Anda berlari, tubuh anda kan semakin siap untuk gerakan selanjutnya. Tubuh juga akan siap mengasup lebih banyak lemak.

Brookes yang merupakan pelatih kebugaran pribadi berbagai kalangan, mulai dari selebritas hingga ibu rumah tangga mengutarakan penyebab ketidakefektifan dari joging yakni karena tubuh adalah mesin yang memiliki kinerja luar biasa sehingga akan segera mudah beradaptasi dengan kondisi terbaru.

"Karena itu, semakin banyak Anda joging, kemampuan berlari Anda pun akan semakin meningkat. Anda pun akan terbiasa hingga akhirnya energi yang terkuras semakin sedikit begitu juga dengan jumlah kalori yang terbakar," kata Brookes.

Menurutnya, berlari juga kurang baik bagi sendi. "Ketika kita berlari, sebanyak 2,5 kali berat badan kita akan terhubung dengan sendi. Bila itu terulang terus, bahkan sendi paling lemah di tubuh kita pun akan menyerah. Biasanya sendi itu terdapat di lutut dan pergelangan kaki." Pendapat Brookes ini tentu kontras dengan asumsi yang selama ini beredar bahwa olahraga jenis apa pun termasuk joging akan meningkatkan metabolisme tubuh.

NFA, KF

Cara Mencegah dan Menghindari Sakit Kepala

Cara Mencegah dan Menghindari Sakit Kepala Mungkin belakangan ini Anda mulai gelisah karena sering didera sakit kepala. Jangan keburu panik. Coba periksa postur tubuh Anda selama ini, karena bisa jadi itulah penyebab utama sakit kepala yang sangat mengganggu Anda.

Menurut Roger Cady, MD, Vice President dari National Headache Foundation, postur tubuh merupakan salah satu faktor yang kurang diperhatikan dalam masalah nyeri kepala. Salah satu kesalahan postur tubuh yang paling sering terlihat adalah forward head posture (FHP) atau kepala yang menjulur ke depan. Ketika leher Anda terbiasa tertarik ke arah depan, Anda harus memiringkan kepala Anda ke atas untuk melihat, demikian jelas Cady. Buruknya, posisi seperti ini bisa menekan saraf dan otot yang berada di bagian dasar tulang tengkorak. Penyebab paling lazim terjadinya FHP adalah kebiasaan duduk merunduk di depan komputer.

Colleen Baker, seorang terapis fisik yang berpraktik di Headache Care Center di Springfield, memberikan beberapa trik untuk membantu Anda menjaga posisi kepala agar tetap lurus:

* Bayangkan ada seutas tali yang terikat di bagian atas kepala Anda, dan menghubungkannya dengan langit-langit ruangan.
* Secara berkala, periksalah postur tubuh untuk memastikan telinga Anda berada dalam posisi segaris dengan bahu.
* Buatlah pengingat di komputer Anda yang akan memunculkan pesan setiap setengah jam untuk melakukan kedua tip sebelumnya.

Trik menghindari sakit kepala saat perubahan cuaca sangat ekstrim

Kondisi cuaca yang tak menentu bisa mengganggu kenyamanan kita dalam beraktivitas. Apalagi, perubahan cuaca saat ini terbilang ekstrim. Pagi panas terik, sore hari bisa hujan deras. Menurut studi terbaru dari Harvard, risiko sakit kepala bertambah besar manakala suhu udara terasa lebih panas daripada biasanya.

Tapi pada anak-anak, mereka justru menderita sakit kepala ketika musim hujan, atau saat suhu udara sangat lembap."Tubuh yang dehidrasi akan memperparah gejala sakit kepala. Maka itu, kita perlu minum air putih yang cukup. Dan, sebisa mungkin hindari berada di luar ruangan saat matahari sedang bersinar sangat terik," saran Alexander Mauskop, MD., pendiri New York Headache Center.

Ia menambahkan, latihan kardio yang rutin juga dapat membantu meringankan gejala sakit kepala. "Pembuluh darah di otak jadi lebih fleksibel, mudah melebar dan mengerut. Akibatnya, tak muncul nyeri akibat tekanan udara yang berubah-ubah," tambah Mauskop.

Jadi perkuat diri kita dengan air putih, makanan sehat, dan olahraga teratur untuk menghadapi perubahan cuaca yang ekstrim.

NFA, KF

Asam Folat terhadap Peri Konsepsi dalam Mencegah Neural Tube Defects

Asam Folat terhadap Peri Konsepsi dalam Mencegah Neural Tube DefectsKeadaan defek selubung saraf/neural atau Neural Tube Defects (NTD) merupakan gangguan abnormalitas pada susunan saraf pusat yang berat, dan kejadian ini terjadi akibat perkembangan tidak normal selama pembentukan gestasi pada usia 3 minggu dan 4 minggu kehamilan. Beberapa studi menunjukkan bahwa pemberian asam folat yang terhadap peri konsepsi dapat mengurangi insidensi serta rekurensi dari defek selubung neural ini. Karenanya penelitian di Irlandia, ingin mengetahui lebih jauh mengenai aspek yang terkait dengan pemberian asam folat atas kejadian ini.

Peneliti Dr. McGuire dan rekan dari Universitas Dublin di Irlandia sebagaimana hasil penelitian yang dipublikasi dalam jurnal Human Reproduction 2010 menyampaikan bahwa pengaruh pemberian asam folat dengan melihat aspek sosial ekonomi dan demografi, memberikan manfaat terhadap pencegahan baik insidensi maupun rekurensi terhadap risiko defek selubung neural tersebut.

Metode studi dilakukan secara kohort, dengan menggunakan data rekam medis Rumah Sakit secara elektronis  pada wanita yang melahirkan di rumah sakit bersalin yang besar di kota Dublin antara tahun  2000 sampai  2007. Analisa regresi secara logistik (Logistic regression analyses) dipergunakan untuk mengukur hubungan faktor ibu dan  penggunaan asam folat secara optimal.

Sejumlah  61.252  wanita hamil dan sekitar 85% dilaporkan mendapat asam folat pada saat periode peri konsepsi, namun hanya sekitar  28% yang mendapatkan asam folat sesuai nilai dosis rekomendasi.  Beberapa faktor yang berhubungan dengan pemenuhan rekomendasi asam folat meliputi nuliparitas [adjusted Odds Ratio/ OR: 1,35 (95% CI: 1,28–1,43)], awal mendapat asam folat dibawah 12 minggu dengan OR: 1,24 (95% CI: 1,17–1,31)], penambahan usia sebagai contoh usia  30 - 34 tahun dengan OR: 1,39 (95% CI: 1,30–1,48)], pusat kesehatan swasta [OR: 4,32 (95% CI: 4,1–4,6)] dan pengobatan terhadap infertilitas [OR: 2,88 (95% CI: 2,44–3,40)]. Beberapa faktor berhubungan dengan asam folat yang rendah maupun tidak sama sekali meliputi kehamilan yang tidak terencana [OR: 0,08 (0,07–0,08)], status sosial ekonomi yang rendah sebagai contoh tidak bekerja [OR: 0,63 (95% CI: 0,55–0,71)], bukan berkewarganegaraan Irlandia [OR: 0,82 (0,74–0,90)] dan perokok [OR: 0,51 (95% CI: 0,47–0,55)].

Sehingga dari data tersebut, para peneliti melihat bahwa faktor sosial, ekonomi dan demografi mempunyai pengaruh penting terhadap asupan asam folat. Selain itu kelompok yang rentan mendapatkan asupan asam folat secara terbatas terutama perlu mendapatkan perhatian dan sasaran dari masalah kesehatan masyarakat, selain itu perlu pertimbangan lebih seksama terhadap fortifikasi makanan.
 
IWA, KF

Minuman Berenergi Terbukti Berkhasiat

Minuman Berenergi Terbukti BerkhasiatSeorang ilmuwan asal Skotlandia menyatakan bahwa minuman berenergi telah terbukti dapat meningkatkan performa dan stamina para atlet. Hasil itu ditemukan setelah adanya bukti bahwa atlet pria dan perempuan yang mengonsumsi menuman berenergi sebelum dan selama bertanding mampu bertahan lebih lama ketimbang yang tidak meminumnya.

Para peneliti lain pun menyatakan studi ini telah mendukung pengaruh kebutuhan air dan asupan energi terhadap performa seseorang dalam melakukan aktivitas.

Guna mendukung pernyataan itu, Universitas Edinburgh lalu merekrut siswa berusia 12-14 tahun. Peneliti menilai performa 15 remaja yang tengah melakukan beberapa latihan olahraga dengan tim seperti sepak bola, rugbi, dan hoki.

Kelompok remaja yang direkrut dari beberapa sekolah di Edinburg kemudia diuji menggunakan salah satu minuman berenergi bermerk High5. Minuman itu mengandung karbohidrat, sodium, kalium,magnesium, dan kalsium. Setelah itu, para peneliti membandingkan performa antara para siswa yang mengonsumsi produk itu dan siswa yang mengonsumsi minuman sebagai plasebo.

Hasilnya, para peneliti pun menemukan bahwa mengonsumsi 6 persen larutan karbohidrat-elektrolit dapat membantu para remaja untuk bertahan dalam suatu aktivitas dengan intensitas tinggi, 24 persen lebih lama ketimbang mereka yang hanya mengonsumsi plasebo. Penemuan ini telah dimuat dalam Jurnal Applied Physiology edisi September 2010.

NFA, KF

Inilah Posisi Tubuh Terbaik Bekerja di Depan Komputer

Inilah Posisi Tubuh Terbaik Bekerja di Depan Komputer Bila Anda menghabiskan banyak waktu untuk bekerja berhadapan dengan komputer, cobalah periksa posisi monitor. Posisi duduk berhadapan dengan komputer yang kurang sesuai dapat menyebabkan nyeri tubuh. Posisi ideal yakni layar monitor harus sejajar dengan pandangan lurus mata Anda.

Karena mata kita secara alamiah biasanya akan selalu turun ke bawah, itulah posisi terbaik untuk merelaksasikan mata agar tidak tegang dan berujung pada sakit kepala, menurut Hope Ricciotti MD. penulis buku bertajuk The Real Life Body Book.

Berdasarkan sebuah penelitian, posisi itu dikemukakan dapat meningkatkan produktivitas dan performa kerja. Adapun untuk posisi tubuh terbaik saat berhadapan dengan komputer yakni:

1. Lengan: Letakkan lengan sejajar membentuk sudut 90 derajat saat mengetik. Ini dapat dilakukan dengan menyesuaikan tinggi bangku Anda.

2. Pundak: Sebisa mungkin buat pundak Anda santai dengan menjatuhkannya. Bila posisi pundak membuat leher Anda meringkuk, berarti bangku Anda terlalu rendah. Untuk itu, sesuaikanlah tinggi bangku

3. Kaki: Buatlah kedua telapak kaki menjejak lantai saat Anda duduk. Apabila tidak sampai ke lantai, taruhlah buku atau kotak di lantai.

4. Punggung: Bersandar terlalu ke belakang dapat menimbulkan nyeri pada punggung. Seharusnya, tulang punggung bagian bawah menyentuh bagian siku kursi. Jika tidak sampai, taruhlah bantal kecil dan letakkan di bagian bawah punggung.

NFA, KF

Ketamine Lebih Menjanjikan untuk Mengatasi Depresi

Ketamine Lebih Menjanjikan untuk Mengatasi Depresi Ketamine semula didesain sebagai anestesi, obat penenang, sempat dikategorikan obat kelas C dan bahkan dilarang dikonsumsi pada 2006. Namun, kini obat yang juga dikenal dengan julukan 'Special K', menurut para peneliti, memiliki khasiat yang ajaib terhadap pemulihan pasien dari depresi.

Obat ini terbukti bekerja dengan cepat mendorong regenerasi hubungan sinaptik antarsel saraf pada otak. Maka itu, tak mengeherankan bila para peneliti berharap obat ini nantinya dapat memberikan arah kepada pengobatan antidepresan yang lebih baik lagi.

Dari uji coba yang telah dilakukan, terlihat bahwa pasien depresi yang mengalami resistansi terhadap semua jenis pengobatan dan perawatan mengalami kemajuan setelah mengasup ketamine. Obat ini sebenarnya bukanlah bagian dari terapi praktis karena mesti diberikan melalui urat nadi sebagai antidepresan dan dapat menyebabkan gejala psikotik jangka pendek.

Meski begitu, para peneliti mengatakan ketamine dapat berfungsi sebagai panduan untuk pengobatan baru yang lebih menjanjikan untuk mengatasi depresi. "Ketamine bisa diibaratkan layaknya obat ajaib," kata Profesor Ronald Duman, psikiater dari Universitas Yale. "Satu dosis ketamine dapat bekerja dengan cepat dan efeknya dapat berlangsung hingga 10 hari."

Kebanyakan obat antidepresan seperti Prozac membutuhkan waktu sekitar satu minggu bahkan bulan untuk merasakan khasiatnya, sedangkan ketamine hanya membutuhkan beberapa jam. Penelitian tim Prof Duman ini juga telah dimuat dalam jurnal Science.
 
NFA, KF

Asetaminofen mungkin Berperan dalam Meningkatnya Jumlah Penderita Asma di Dunia

Asetaminofen mungkin Berperan dalam Meningkatnya Jumlah Penderita Asma di DuniaPada dua penelitian, diketahui bahwa asetaminofen, obat analgesik dan antipiretik yang populer dan digunakan untuk melegakan sakit kepala, sengal-sengal, dan demam mungkin berperan dalam meningkatnya jumlah penderita asma di dunia.

Menurut sebuah penelitian, asetaminofen dianggap bertanggung jawab atas empat dari 10 kasus asma pada remaja. Sementara itu, pada penelitian yang lain, ditemukan bahwa untuk pertamakalinya anak penderita asma ternyata sebelumnya kerap meminum astaminofen sebelum timbul gejala penyakit tersebut. "Kami membenarkan bahwa mereka terlebih dahulu mengonsumsi asetaminofen sebelum mengidap asma," kata Dr Alemayehu Amberbir dari Universitas Addis Ababa di Ethiopia dan Universitas Nottingham di Inggris.

Namun, menurut Amberbir, memang dibutuhkan penelitian dalam skala yang lebih besar guna memastikan hal ini sebelum semua orang menyingkirkan asetaminofen dari lemariobat mereka. Penemuan ini telah dimuat pada American Journal of Respiratory and Critical Care Medicine. Tim Amberbir telah melakukan pemantauan terhadadap 1.000 bayi Ethiopia selam tiga tahun terakhir. Ketika bayi-bayi itu mulai besar, para ibu ditanyakan apakah anak mereka memiliki masalah dalam bernapas dan berapa banyak dosis asetaminofen yang telah diasup.

Sekitar 8 persen anak mulai mengalami sesak napas saat usia 1 dan 3 tahun. Mereka yang telah meminum asetaminofen di umur-umur awal, ternyata 7 kali lipat berisiko mengalami sesak napas. Gejala demam dan batuk pada anak akan berujung pada gejala sesak napas atau penggunaan astaminofen.

"Yang kami miliki kini adalah informasi mengenai kaitan antara penggunaan asetaminofen dan asma," kata Dr Dipak Kanabar, penulis pandua penggunaan asetaminofen yang tak terlibat dalam penelitian. Ia menambahkan, "Kita harus berhati-hati ketika memberikan saran kepada para orang tua. Karena, studi ini bukan memastikan bahwa asetaminofen merupakan penyebab asma pada anak."

Namun, apabila nantinya memang terbukti bahwa asetaminofen merupakan penyebab asma pada anak, kata Kanabar, ini tentunya akan sangat memengaruhi kesehatan publik.

NFA, KF

Autisme Lebih Rentan Diderita Anak Laki-laki

Autisme Lebih Rentan Diderita Anak Laki-lakiSebuah studi terbaru memberikan penjelasan lebih mengapa anak laki-laki lebih rentan terdiagnosis menderita autisme ketimbang anak perempuan.

Penelitian terbaru oleh Pusat Penanganan Kesehatan Mental dan Kecanduan (CAMH) dan Rumah Sakit untuk Anak (SickKids) yang berbasis di Toronto, Kanada, menemukan bahwa pria yang memiliki DNA yang membawa suatu perubahan spesifik pada kromososm X-nya sehingga memiliki risiko lebih besar mengidap autism spectrum disorder (ASD).

ASD adalah gangguan neurologi yang memengaruhi fungsi otak sehingga menyebabkan kelainan dalam berkomunikasi dalam interaksi sosial, perilaku yang tak wajar, dan kurang mampu berpikir jernih. ASD menyerang satu dari 120 anak dan khususnya menyerang satu dari 10 anak laki-laki.

Meski penyebab umum ASD belum dapat diketahui, beberapa hasil penelitian tampaknya menunjuk pada faktor genetik. Dan, dalam beberapa tahun terakhir, beberapa gen penyebab ASD telah dapat diidentifikasi.

Tim peneliti yang diketuai Dr John B Vincent menganalsis gen sekitar 2.000 orang yang mengidap ASD dikaitkan dengan faktor lain seperti kecerdasan intelektual lalu dibandingkan dengan ribuan populasi lainnya. Mereka menemukan bahwa 1 persen anak laki-laki yang mengidap ASD, pada gennya, terdapat mutasi PTCHD1 di kromosom X.

Mutasi itu tak ditemukan pada anak laki-laki pada umumnya. Namun, saudara perempuan yang sebenarnya juga membawa gen itu tampaknya malah tak terpengaruh.

"Kami percaya bahwa gen PTCHD1 memiliki peran dalam sistem neurobiologis yang berperan memberikan informasi ke sel selama masa pertumbuhan otak anak. Mutasi itu dapat mengganggu proses perkembangan yang penting dan dapat memicu autisme. Penemuan kami ini kan memungkinkan adanya deteksi awal sehingga meminimalkan gangguan itu," kata Dr Vincent.

NFA, KF

Khasiat Tanaman Brokoli dalam Melawan Serangan Radang Sendi

Khasiat Tanaman Brokoli dalam Melawan Serangan Radang SendiBerdasarkan penelitian laboratorium yang dilakukan para ilmuwan di Universitas East Anglia (UEA), terbukti bahwa sulforaphane mampu menghalau enzim penyebab rusaknya otot yang menyebabkan osteoarthritis, yakni penyakit radang sendi paling umum. Sebuah uji coba terbaru tengah digelar para ilmuan dalam rangka meneliti khasiat tanaman brokoli dalam melawan serangan radang sendi atau (osteoarthritis).

Brokoli (Brassica oleracea) adalah sayuran yang termasuk suku kubis-kubisan dan berasal dari daerah Laut Tengah dan telah dibudidayakan sejak masa Yunani Kuno. Sayuran ini mulai dikenal di Tanah Air pada 1970-an dan kini cukup populer sebagai salah satu bahan pangan.

Sebagai makanan, brokoli biasanya disajikan dengan direbus atau dikukus, bisa juga dimakan mentah. Namun, cara terbaik mengolah brokoli adalah dengan dikukus agar semua vitamin dan nutrisi penting di dalamnya tidak hilang selama proses pemasakan. Adapun merebus brokoli akan menghilangkan sekitar 50 persen asam folat yang terkandung di dalamnya. Karena itu, jika ingin mengolah brokoli dengan cara direbus, sebaiknya brokoli tidak direbus terlalu lama, kira-kira jangan lebih dari 5 menit.

Brokoli mengandung vitamin C dan serat dalam jumlah banyak. Selain itu, brokoli mengandung senyawa glukorafanin yang merupakan bentuk alami senyawa antikanker sulforaphane. Dalam penelitian sebelumnya, brokoli juga ditengarai mampu mengurangi risiko terkena kanker. Namun, ini adalah pertama kalinya brokoli diketahui memiliki efek terhadap radang sendi.

Uji coba ini nantinya akan mempelajari bagaimana sulforaphane dapat memperlambat atau mencegah perkembangan osteoarthritis. Tim ilmuwan yang tengah mempersiapkan para sukarelawan berharap dapat menemukan cara baru pencegahan dan penyembuhan nyeri akibat radang sendi.

Osteoartritis, dikenal juga sebagai artritis degeneratif atau penyakit degeneratif sendi, adalah kondisi di mana sendi terasa nyeri akibat inflamasi ringan yang timbul karena gesekan ujung-ujung tulang penyusun sendi. Sementara itu, sulforaphane adalah zat bioaktif yang dikandung beberapa sayuran, terutama brokoli.

Memakan brokoli dapat meningkatkan jumlah sulforaphane dalam darah. Tetapi, para ilmuwan belum dapat memastikan kadar sulforaphane yang cukup untuk dimasukkan ke sendi. Hal itulah yang kini tengah diteliti oleh para ilmuwan UEA.

NFA, KF

Status Nutrisi dan Dampaknya pada Pasien Kanker Gastrointestinal yang Menjalani Pembedahan

Status Nutrisi dan Dampaknya pada Pasien Kanker Gastrointestinal yang Menjalani PembedahanSudah sejak lama diketahui bahwa kondisi malnutrisi yang terjadi pada pasien kanker akan memperburuk prognosis, setidaknya hal tersebut telah terungkap pada tahun 1980 di American Journal of Medicine dan beberapa publikasi setelahnya. Namun belakangan tidak banyak publikasi penelitian yang menilai permasalahan malnutrisi pada pasien kanker.

Baru – baru ini dalam Journal of Human Nutrition and Diuretics 2010, kembali mengungkapkan permasalahan malnutrisi dan dampaknya, namun spesifik pada 95 (n) pasien kanker saluran cerna bagian atas dan kolorektal yang menjalani pembedahan. Parameter yang dinilai adalah perubahan berat badan, asupan nutrisi, biokimia, komplikasi post-operasi, serta lama rawat inap. Hasilnya adalah sebagai berikut :
  • Rerata lama rawat inap secara bermakna lebih lama pada pasien yang mengalami penurunan berat badan pre-operasi dibandingkan yang tidak mengalami penurunan berat badan (17,0 vs 10,0 hari; p<0,05).
  • Rendahnya kadar albumin dan penurunan berat badan post-operasi juga menjadi faktor prediktif meningkatnya rerata lama rawat inap.
  • Pasien dengan malnutrisi mengalami rawat inap dua kali lebih lama / sering dibandingkan pasien tanpa malnutrisi (15,8 vs 7,6 hari; p<0,05)
  • Waktu yang dibutuhkan (6,9 [3,6] hari) untuk mencapai nutrisi post-operasi yang memadai berkorelasi positif terhadap lamanya masa rawat inap (p<0,01), dan berkorelasi negatif terhadap perubahan berta badan post-operasi (p<0,05) serta peningkatan risiko terjadinya komplikasi (52% vs 13%; p<0,01).
Malnutrisi merupakan kondisi yang sering terjadi pada pasien kanker gastrointestinal yang menjalani pembedahan. Status nutrisi yang buruk bersama nutrisi pasca operasi yang terlambat serta tidak memadai berhubungan dengan perburukan hasil akhir klinis.

Dari penelitian tersebut, terungkap bahwa penurunan berat badan, baik yang terjadi pre- maupun post-operasi pada pasien kanker saluran cerna berhubungan dengan hasil akhir klinis yang lebih buruk. Lebih lama serta lebih seringnya rawat inap yang terjadi pada pasien malnutrisi tersebut tentu berdampak langsung terhadap kualitas hidup, komplikasi rawat inap (misal, infeksi nosokomial), hingga biaya terapi. Hasil penelitian ini semakin menguatkan akan pentingnya mencukupi kebutuhan nutrisi pada pasien kanker.

LHS, KF

Ekstrak Grape Seed Mempunyai Efek Bakterisidal Terhadap MRSA

Ekstrak Grape Seed Mempunyai Efek Bakterisidal Terhadap MRSAGrape seed extract/GSE (Vitis vinifera)  diketahui kaya akan polifenol, yang mempunyai aktivitas terapi seperti imunomodulator, antioksidan, antimutagenik, antibakteri dan analog hormon. Lebih lanjut, GSE merupakan sumber yang kaya bioflavonoid yang dikenal dengan grape seed proanthocyanidines extract (GSPE). Senyawa fenol telah diketahui kemampuannya dalam merusak sel mikroba dengan mengubah permeabilitas selektif membran plasma, yang menyebabkan kebocoran substansi penting intraseluler. 
GSE ternyata dapat menghambat aktivitas dihidrofolat reduktase dan pertumbuhan Staphylococcus aureus dimana S. aureus merupakan salah satu patogen yang paling sering menyebabkan infeksi dan penyakit yang ditularkan melalui makanan. Kandungan intraseluler tetrahidrofolat yang merupakan jenis folat yang terindentifikasi dalam S.aureus secara bermakna juga menurun jika GSE terpapar oleh GSE.  
Tahun 2008, Peng dkk telah menunjukkan aktivitas GSE terhadap patogen gram positif termasuk methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA). Suatu studi terbaru juga telah dilakukan untuk menilai aktivitas antibakteri GSE terhadap MRSA.
Menurut Centers for Disease Control, MRSA merupakan jenis bakteri gram positif yang sering menyebabkan infeksi kulit, pneumonia, septiemia, dan abses dalam, tetapi tidak berespon terhadap kebanyakan antibiotika. 
Ekstrak biji dan kulit anggur tersebut telah diuji aktivitasnya terhadap 43 strain MRSA dengan studi difusi gel, pertumbuhan dan respirometrik. Hasilnya menunjukkan bahwa semua strain MRSA ditemukan sensitif terhadap GSE. Penghambatan lengkap semua strain bakteri ditemukan pada konsentrasi ekstrak prontosianidin biji anggur mentah (GSPE) 3 mg/mL, yang ekuivalen dengan flavonoid 20,7 mikrogram/mL. Aktivitas antibakteri bersifat bakterisidal yang ditunjukkan dengan kerusakan dinding sel bakteri dalam pemeriksaan scanning dan mikroskop elektron transmisi. Penemuan aktivitas antibakteri dalam GSE dapat mempunyai makna dalam kemajuan terapi penyakit infeksi yang disebabkan oleh MRSA.

EKM, KF

Thalidomide Memperbaiki Transaminase dan TNF-alfa Pasien Hepatitis C Kronik - Sebuah Studi Awal.

Thalidomide Memperbaiki Transaminase dan TNF-alfa Pasien Hepatitis C Kronik - Sebuah Studi Awal.Walau pengobatan HCV kronik saat ini telah dapat dilakukan yaitu dengan terapi kombinasi IFN (interferon) ataupun Peg-IFN dangan ribavirin, namun efektivitas klinisnya (respon rate) kombinasi tersebut masih relatif rendah. Seperti diketahui bersama SVR (sustained virological response) dari kombinasi IFN dan ribavirin hanya sekitar 32% dan sedikit meningkat dengan kombinasi Peg-IFN dan ribavirin. Sekitar  40 – 50% HCV kronik yang diberikan terapi kombinasi IFN dan ribavirin tidak memberikan efek  (non-responder) dan terjadi kekambuhan.
Thalidomide yang merupakan penghambat produksi TNF-alfa selektif pada monosit akibat dirangsang oleh lipopolisakarida dan agonis yang lain. Penghambatan produksi TNF-alfa ini sebesar 40% dengan dosis  1 mcg/ ml.  Namun sitokin lainnya seperti: interleukin 1 beta (IL-1 beta), IL-6, dan  granulocyte/macrophage colony-stimulating factor (GCSF) yang dihasilkan oleh monosit tidak dipengaruhi juga. Selektivitas penghambatan thalidomide terhadap TNF-alfa ini memberikan keuntungan dalam perkembangan penggunaan klinisnya.
Dengan adanya pengambatan terhadap  produksi TNF-alfa ini, thalidomide akan bersifat  sebagai imunomodulator, dan dilain pihak adanya kemampuan stumulasi sel T CD8+ manusia. Dengan adanya efek tersebut memberikan keuntungan salah satunya untuk penggunaan pada kasus infeksi hepatitis C kronik yang  “non-responder” dengan terapi standar kombinasi IFN dan ribavirin.
Sebuah studi yang dilakukan oleh Milazzo L. dkk., dan dipublikasikan dalam American Journal Gastroenterology memberikan gambaran manfaat thalidomide untuk kasus infeksi hepatits C kronik. Adapun tujuan studi tersebut untuk menilai efektivitas dan keamanan pemberian thalidomide yang diberikan selama 24 minggu dengan dosis 200 mg/ hari untuk HCV non-responden IFN dan ribavirin. Dari sudi tersebut terlihat terjadinya penurunan aminotransferase serum dan glutamyltransferases sebesar masing-masing 39% dan 61%, (p= 0.017 and 0.02). Penurunan produksi TNF-alfa oleh sel mononuclear ditunjukkan dari studi Sampaio EP., dkk. yang dipublikasikan dalam Journal of Experimental Medicine. Perforin- dan granzyme-specific mRNA meningkat namun tidak bermakna pada pemberian thalidomide. Adanya korelasi yang positif anatar parameter biokimia dengan imunologi, dengan peningkatan nilai granzyme dan perforin pada pasien yang menunjukkan penurunan enzim aminotransferase. Secara umum thalidomide ditoleransi dengan baik. 
Dari studi tersebut menunjukkan thalidomide mampu menurunkan enzim hati 7 dari 8 pasien HCV kronik dan menurunkan produksi TNF-alfa, yang menggambarkan sebagai harapan untuk terapi baru HCV kronik.

KTW, KF

Kamis, 15 September 2011

Studi pada Hewan Coba, Probiotik Membantu Fungsi Organ Hati

Studi pada Hewan Coba, Probiotik Membantu Fungsi Organ Hati
Manfaat suplemen probiotik tidak henti-hentinya untuk terus digali dan digali, dari yang pada awalnya digunakan dalam membantu kesehatan saluran cerna, kini eksplorasi manfaatnya  telah merambah pada kasus alergi, penurun kolesterol hingga pengontrol berat badan.
Dari hasil penelitian terbaru kembali terungkap bahwa probiotik membantu berbagai fungsi organ termasuk hati. Pernyataan ini dikeluarkan oleh Sandrine Claus dari Imperial College of London yang mempublikasikan hasil penelitiannya dalam Jurnal American Society for Microbiology. Secara umum mekanisme tersebut terjadi karena  mikroflora di dalam usus meningkatkan laju kapasitas metabolisme dari inangnya dalam mengolah zat nutrisi dan obat serta memodulasi kerja berbagai organ melalui jalur yang beragam.
Dari penelitian ini, Claus memaparkan tikus yang bebas kuman untuk tidur pada tempat yang sebelumnya digunakan oleh tikus lain yang tubuhnya terkontaminasi dengan mikroflora/bakteri baik. Kemudian, tikus-tikus ini dievaluasi selama 20 hari seiring mikroflora tersebut berkolonisasi dengan bakteri usus untuk kemudian dievaluasi perubahan metabolisme yang terjadi.
Pada lima hari pertama setelah paparan dari mikroflora, tikus-tikus mengalami peningkatan berat badan sebesar 4 %. Kolonisasi dari bakteri baik ini juga memicu beberapa proses di hati yang melibatkan konversi dari glukosa menjadi glikogen dan lemak untuk digunakan sebagai simpanan energi jangka pendek dan panjang. Kolonisasi ini juga juga secara kuat menstimulasi ekspresi dan aktivitas dari enzim esensial yang bernama sitokrom P450 3A11 yang berperan penting pada jalur detoksifikasi obat.
Temuan ini merupakan data eviden in vivo pertama yang menunjukkan hubungan antara keberadaan bakteri baik dengan metabolisme lemak serta menjadi pandangan baru terkait peran probiotik dalam mekanisme sistemik fisiologis tubuh.

DHS, KF

Manfaat Kemoterapi Pasca-operasi pada Manula Pengidap Kanker Paru

Manfaat Kemoterapi Pasca-operasi pada Manula Pengidap Kanker ParuPemberian kemoterapi adjuvan pada pasien kanker paru jenis bukan sel kecil stadium IB - III (non-small cell lung cancer, NSCLC) terlihat meningkatkan relapse-free dan overall survival pada beberapa uji klinis. Namun, usia median pasien pada uji klinis tersebut berkisar antara 59 hingga 61 tahun. Belum diketahui pasti apakah pasien berusia lebih lanjut juga memperoleh manfaat terhadap pemberian kemoterapi pasca-operasi (sebagai terapi adjuvan).
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, dilakukan studi kohort observasional yang melibatkan 3324 pasien NSCLC stadium II-IIIA berusia ≥65 tahun dari Surveillance Epidemiology and End Results (SEER) database tahun 1992 - 2005. Sebanyak 21% (n = 684) dari pasien tersebut mendapat kemoterapi berbasis platinum pasca-operasi. Analisis terhadap data awal menunjukkan tidak ada perbedaan faktor demografis di antara pasien yang mendapat kemoterapi dengan yang tidak mendapat kemoterapi.
Terpantau peningkatan harapan hidup pada pasien stadium II dan IIIA yang mendapat kemoterapi (hazard ratio 0,80; 95% CI, 0,72 – 0,89). Detil regimen kemoterapi tidak dinilai. Analisis berdasarkan stratifikasi usia menunjukkan bahwa manfaat peningkatan harapan hidup tersebut hanya terpantau pada kategori pasien berusia <70 tahun dan 70 – 79 tahun, tetapi tidak pada pasien berusia ≥80 tahun. Insidens rawat inap akibat efek samping serius lebih tinggi pada pasien yang mendapat kemoterapi dibandingkan yang tidak (13,0% vs 6,9%) dengan odds ratio 2,0 (95% CI, 1,5 – 2,6). Manfaat pemberian kemoterapi juga terpantau pada pasien yang mendapat radioterapi maupun yang tidak mendapat radioterapi.
Simpulannya, kemoterapi adjuvan berbasis platinum berhubungan dengan penurunan mortalitas dan peningkatan efek samping serius pada manula pengidap NSCLC stadium II-IIIA. Besarnya manfaat sebanding dengan yang terpantau pada uji klinis acak.

LHS, KF